Menggerakkan Literasi ke Pelosok di Hari Aksara Internasional

Oleh: Karmila Bakri
Pegiat Literasi

ARUS gerakan literasi melaju kuat di Nusantara, mulai dari ruas-ruas kota hingga ke pelosok desa. Ruang-ruang diskusi pun digelar dari gedung-gedung elite, warung-warung kopi, hingga di pelataran kampung.

Namun, pertanyaannya kemudian berapa persen tingkat capaian pengaruh literasi di daerah-daerah pelosok? Sejauh mana pengaruh pola pikir dan laku diri masyarakat sekitar kita? Jawabannya akan terlihat dengan menyandingkan tolok ukur peningkatan SDM pertahun, khususnya di pelosok.

Hari Aksara Sedunia/Hari Literasi Internasional (International Literacy Day)
hari yang diperingati setiap tahun pada tanggal 8 September sejak Tahun 1966. Tentu ini spirt kebersamaan dan pemantik motivasi. Memahami roh literasi tidak dapat dipisahkan dengan perjuangan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan di masyarakat.

Memperingati momentum ini yang juga sebagai hari buku Internasional bertujuan mempromosikan keaksaraan guna memantik individu, komunitas dan masyarakat agar mampu berdaya secara nalar, mental dan laku gerakan.

Mengintip kegiatan para pegiat literasi, pegiat seni dan UKM kampus yang tergabung dalam program Literacy Camp Jilid II di Dusun Bombang, Desa Patambanua, Kecamatan Bulo, Polewali Mandar.

Mereka berbagi poster huruf, angka, serta alat tulis di Hari Aksara Internasional. Menggerakkan roh literasi sampai ke pelosok sebuah nilai juang yang tidak dapat diukur dengan nilai mata uang, sebab persoalan keaksaraan adalah persoalan mendesak, harus digerakkan ke daerah-daerah kategori minim sentuhan edukasi.

Menyambangi rumah-rumah penduduk dengan memberikan poster abjad, angka, huruf hijaiah dan alat tulis. Antusias masyarakat terlihat, bahkan mereka senang dengan adanya beberapa pajangan media baca dan tulis. Media ini sebagai sugesti awal untuk memperkenalkan keaksaraan sejak dini kepada anak-anaknya.

Suara celoteh mendendang ditelinga seiring para kawan-kawan dari literacy camp menyambangi rumah ke rumah warga. “Kami senang menerima pajangan ini sebab anak-anak kami masih sangat buta membaca dan menulis, sebab sekolah di kampung ini sudah lama tidak beroperasi,” kata Rini, salah satu warga setempat, Ahad (8/9/2019).

Menumbuhkan minat baca senantiasa harus dipupuk sejak usia dini, mulai dari ruang lingkup keluarga, memperkenalkan aksara hingga dewasa nantinya. Suatu harapan demi terbentuknya kesadaran bahwa membaca adalah kebutuhan.

International Literacy Day sebagai momentum bukan sebatas seremonial semata, bukan sekadar dimaknai hanya ngelapak buku lalu selesai. Namun, lebih kepada menggerakan literasi sampai ke pelosok dengan didasari perjuangan dan kecintaan terhadap aset peradaban bangsa.

Anak-anak di pelosok tonggak estafet yang akan menentukan arah masa depan Bangsa Indonesia. Generasi muda hari ini harus siap menghadapi tantangan era globalisasi.

Menumbuhkan minat baca tidak semudah membalikkan telapak tangan, butuh motivasi kuat dari ruang lingkup keluarga. Anak pertama kali diperhadapkan dengan lingkungan keluarga, kemudian berinteraksi dengan lingkungan masyarakat.

Roh literasi harus ditanamkan di pelosok, memulai aksi mengenalkan aksara sejak dini, dilanjutkan bimbingan agar mahir membaca, hingga memupuk kesadaran akan pentingnya membaca lingkungan masyarakat, serta alam semesta.

Mari senantiasa bersinergis mengisi ruang-ruang kekosongan literasi di pelosok, sehingga semangat akan cita-cita menuju Indonesia emas 2045 dapat terwujud.

Selamat Hari Literasi Sedunia. Salam Literasi Senusantara. Tumbuhlah biji-biji peradaban sepanjang usia zaman.