Menggerakan Orang dengan Storytelling

Oleh: Fiqram Iqra Pradana (CEO Manabrain Institute)

PERNAHKAH kalian membaca atau mendengar cerita seseorang dan ada pesan yang tersimpan kuat sampai hari ini? Dan itu tertanam baik di pikiran Anda atau bisa jadi menjadi pegangan hidup Anda? Atau dengan pertanyaan yang berbeda, manakah pesan yang lebih mudah diterima jika kita sebagai pendengar, pesan dari pembicara yang kaku tanpa ekspresi atau pesan dari seorang pembicara yang ekspresif dalam berbicara? Pasti jawabannya adalah orang yang penuh ekspresi.

Konon, ribuan tahun yang lalu nenek moyang kita menghabiskan banyak waktu untuk bercerita ketika telah ditemukannya api. Waktu yang biasa digunakan untuk mengunyah kurang lebih 8 jam hanya tersisa 2-3 jam saja, sisanya digunakan untuk bercerita. Inilah cikal bakal lahirnya mitos dan kepercayaan didalam masyarakat dan digunakan untuk membentuk kebudayaan.

Manusia secara alamiah menyukai bercerita. Dan berkat cerita, kita mengenal kebanaran ketiga yaitu kebenaran intersubjektif. Yaitu kebenaran berdasarkan kesepakatan yang diyakini bersama contohnya adalah uang.

Pernahkan kita bertanya, bagaimana sebuah cerita bisa mengakar kuat mengubah pikiran kita hingga mengubah perilaku kita? Bagaimana ia terjadi didalam otak? Bagaimana hal itu dijelaskan secara ilmiah? Adakah bagian otak yang mengatur hal itu? Mari kita uraikan.

Didalam otak ada bagian yang dinamakan ‘mirror neuron’ atau neuron cermin. Neuron cermin ditemukan pertama kali oleh tim peneliti Italia yang diketuai oleh neurosaintis Glacomo Rizzolati pada tahun 1992. Neuron cermin adalah sel saraf yang ada pada otak yang memiliki beberapa fungsi: 1. Melakukan imitasi (peniruan) 2. Mengubah informasi visual menjadi niat dan tindakan 3. Neuron ini juga mengatur tentang kepekaan (kepedulian) kita terhadap orang lain.

Melakukan Imitasi (Peniruan)

Imitasi yang dimaksud misalnya jika orang tersenyum kepada kita maka otomatis kita akan balik tersenyum kecuali ditahan karena alasan tertentu atau ketika orang lain ketawa apalagi terpingkal-pingkal maka kita pasti akan ikut tertawa. Nah itulah maksud dari imitasi (meniru).

Dampak jauhnya, ternyata iklan-iklan dan sinetron pada TV itu bisa ditiru oleh orang-orang. Awalnya semua tersimpam sebagai data-data dan lama-kelamaan akan menjadi sebuah tindakan. Bahaya sekali kan! Sangat tepat jika yang ditayakan di TV itu positif dan bermanfaat, tapi kalau negatif bagaimana?

Maka dari itu membiasakan melihat dan berinteraksi dengan yang positif, membuat neuron cermin pada otak kita akan meniru yang baik-baik. Terutama jika mimpi yang kita tulis tersebut sering kali kita lihat dan terus termotivasi, maka neuron cermin kita akan meniru kata-kata itu dan membuat diri kita bersemangat mengejar dan membuat mimpi menjadi kenyataan.

Mengubah Informasi Menjadi Tindakan

Neuron cermin ini bisa dikatakan juga sebagai neuron ‘virtual’ atau neuron simulatif. Ketika kita melihat, membaca atau mendengar cerita tentang tindakan orang lain, otak kita juga cenderung melakukan ‘acting’ atau mensimulasikan aktivitas yang sama dengan tindakan orang lain itu.

Mengapa ketika memotivasi orang agar sukses selalu memakai cerita-cerita sukses orang lain? Terlepas dari cerita itu riil atau hanya fiksi, metode itu sebenarnya untuk menargetkan neuron cermin. Orang2 sebenarnya tidak perlu tahu detail bagaimana neuron cermin beroperasi untuk mengaktifkan neuron cerminnya. Tapi jika itu diketahui, mungkin jadi lebih mudah baginya utk bisa memotivasi dirinya sendiri di mana saja kapan saja.

Orang hanya mengingat pengalaman puncak dan akhir yang kemudian dirata-ratakan. Jadi kalau orang dengan cerita-cerita motivasi, dia tidak akan ingat semua penjelasnnya, dia hanya perlu dua momen untuk menganggap motivasi itu berkesan: puncak dan akhir. Dan ketika kesan itu kuat, itulah yang akan jadi narasi pegangannya untuk dijadikan identitas dan alasan perilakunya di kemudian hari.

Orang bertindak karena ada alasan. Dan alasan itu biasanya berasal dari kisah-kisah yang dia pernah dengar atau baca, entah fiksi atau faktual. Banyak orang yang mindsetnya seketika bisa berubah ketika membaca buku, nonton film, atau kena doktrin.

Kepekaan (kepedulian) kita terhadap orang lain

Neuron cermin juga ada yang menyebutnya sebagai neuron empati. Ketika kita membaca atau menonton kisah-kisah sedih, maka kita bisa ikut sedih walaupun tidak ada stimulus langsung yang membuat kita jadi sedih. Itulah mengapa neuron cermin paling tepat diaktifkan dengan cerita-cerita yang menggugah, atau narrative-story.

Neuron cermin ini juga efektif untuk membuat orang berkolaborasi. Kita bisa sebut sebagai neuron ‘kolaborasi’. Pemimpin perusahaan biasanya sering pake cerita-cerita menggugah untuk bisa membuat bawahannya bersemangat dalam bekerja sama. Entah dia tahu atau tidak bahwa ada peran neuron cermin di situ, tapi cerita-cerita motivasi memang sangat tepat dan fungsional. Sampai saat ini belum ada yang menandingi kekuatan cerita naratif dalam hal menggerakkan orang. Jika ingin pesan masuk ke pikiran orang lain, maka narasikan itu sebagai cerita.[]