Laporan : Busriadi Bustamin
Semenjak pembangunan Bendung Kayuangin, di Desa Kayuangin Kecamatan Malunda, Kabupaten Majene, Sulbar, enam tahun lalu, beberapa kali warga Desa Bambangan melancarkan aksi.
Gerakan itu, bersikukuh menolak pembangunan Bendungan yang berdampak pada mata pencaharian penduduk di Desa Bambangan. Namun dengungan suara hati itu, berlalu begitu saja.
Janji manis yang disampaikan pun, dari pihak Balai Wilayah Sulawesi III Kalukku-Karama dan Pemkab Majene tak kunjung ditunaikan, hingga jebolnya proyek Bendung Kayuangin, Selasa (21/1/2020) dini hari, kemarin.
Sejak awal pembangunan tahun 2013 lalu, kegelisahan menghantui warga Desa Bambangan yang sangat kontra dengan tujuan pembangunan bendungan. Yang katanya akan mengairi areal persawahan 1.121 hektare di Kecamatan Malunda itu. Namun, tidak demikian untuk desa tersebut, yang seakan terabaikan dari hitungan untung-ruginya.
“Kurang lebih empat, lima, enam tahun lalu, Bendung Kayuangin kami tantang. Karena akan berdampak ke desa kami. Selama ini, terbukti. Setiap banjir sampai ke perkampungan. Jadi kami harap bahwa pembangunan Bendung ini perlu ditinjau kembali,” kata Kepala Desa Bambangan Saifuddin, ketika diwawancarai di kediamannya, Selasa (21/1/2020).
Sebelum dibangun, menurut Saifuddin, ada aksi yang dilakukan dua hingga empat kali di kantor kecamatan. Dihadiri unsur Pemkab Majene, yakni Sekda Majene Syamsiar Mukhtar, dan pihak balai.
“Segala macam janjian akan dibangun, talud sepanjang bibir sungai untuk menahan longsor, dikeruk dan sebagainya. Itukan cuma janji saja belum terealisasi sampai hari ini. (dulu) sudah bersurat ke kabupaten dan provinsi tapi belum ada respon,” ujar Saifuddin.
Ada Dua dusun di Desa Bambangan yang paling terdampak. Dusun Bambangan dan Tabolo. Yang didiami 160 Kepala Keluarga. Jika terjadi hujan deras dan banjir, warga Dusun Bambangan terisolasi.
“Alangkah bagusnya kalau dianalisis lebih detail dampak lingkungan yang akan ditimbulkan. Dan jauh lebih bagus kalau bendung itu dipindahkan ke Sungai Raruana. Saya kira dampaknya tidak akan banyak, bahkan mungkin tidak menimbulkan dampak di area perkampungan warga,” jelas Saifuddin.
Karena secara detail, dampak yang selama ini dirasakan warga sangat besar. Selain terendam karena banjir, juga gagal panen tidak lepas dari incaran dari dampak tersebut.
“Semua tanaman yang ada di pinggir sungai yang dijangkau area genangan, hari ini sudah tidak maksimal. Tidak berbuah bahkan sudah ada yang mati,” katanya.