Oleh : Ilham Sopu
Judul di atas terinspirasi dari hasil perbincangan santai tapi serius dengan Bapak Dr. H. Imran Kaljubi, yang akrab dipanggil Pak Imran. Ketika bertemu dimana saja pertemuan itu, apakah di kantor, di rumah, di sekolah, di pesantren, di mesjid, di tempat ngopi, di jalan, atau dimana saja, selalu saja menarik, karena disamping berbicara tentang nostalgia masa lalu di tahun 90-an di Makassar waktu masih aktif kuliah, di masa kos-kosan dibilangan Jalan Manuruki Makasaar, yang dikenal sangat familier dengan mahasiswa-mahasiswa Mandar waktu itu.
Perbincangan kami selalu menarik karena biasanya diawali dengan canda-canda sebagai pengantar untuk kembali mengakrabkan diri, kembali menggali memori-memori lama yang sudah lama terkubur.
Itu sebagai pengantar dalam suatu pembicaraan, biasanya yang dibincang adalah hal-hal mengandung anekdot-anekdot yang mengundang tawa, dan itu adalah salah satu cara untuk masuk dalam pembicaraan inti.
Tema sentral yang biasa jadi pembicaraan inti ketika berbincang dengan Pak Imran adalah menyangkut kepemimpinan, mulai dari kepemimpinan dalam sejarah kenabian, para sahabat maupun kepemimpinan pasca kenabian, para sahabat, sampai kepada para ulama-ulama hingga kepemimpinan kontemporer saat ini.
Keseriusan dalam suatu perbincangan itu adalah bagian dari sifat dari Pak Imran, ketika sampai kepada perbincangan tentang hal integritas seorang pemimpin beliau sangat bersemangat, di situ akan muncul aurah keseriusan untuk mengangkat berbagai tokoh yang dia anggap layak untuk dijadikan contoh atau teladan kepemimpinan bangsa atau daerah ke depan.
Menariknya figur yang selalu menjadi bahan diskusi ini adalah Prof. Dr. Baharuddin Lopa, yang akrab dipanggil Pak Barlop, figur itulah yang menjadi ikon pembicaraan Pak Imran dimanapun berada. Semenjak mahasiswa dulu, tokoh itu menjadi idolanya dan banyak mengutip perkataan- perkataan atau wejangan-wejangan moral dari Pak Barlop.
Dalam era sekarang ini, figur seorang Barlop, adalah figur yang sangat langka, karena dalam diri seorang Barlop, ada sifat keberanian, ada sifat kejujuran dan ada sifat kesederhanaan. Sifat-sifat tersebut ada dalam diri seorang Barlop.
Bahkan tokoh intelektual garda depan Prof. Syafi’i Maarif dalam salah satu tulisannya pernah memuji kejujuran dan keberanian Barlop, serta tidak takut dengan siapapun kecuali kepada Allah, dan perkataan itu pernah disampaikan di depan anggota DPR pada masanya.
Di sinilah letak kekaguman kita terhadap figur seorang Barlop, dia tidak berwacana secara verbal tentang kejujuran tapi betul-betul terealisasi dalam gaya kehidupannya. Kejujuran dan keberanian dalam diri seorang Barlop bagaikan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan.
Banyak kita saksikan dalam kehidupan kita, ada orang jujur tapi tidak berani memperjuangkan kejujuran, demikian juga sebaliknya banyak orang berani,tapi di satu sisi, dia tidak memiliki kejujuran. Namun dalam diri Barlop jujur itu harus berani, dan berani itu harus jujur.
Gaya kehidupan seorang Barlop yang sangat langka dalam kehidupan modern serba pragmatis dan condong ke materialisme ini adalah sifat kesederhanaannya, itu sangat menonjol.
Barlop sangat dikenal sederhana dalam menjalani kehidupannya, dan itu adalah sesuatu yang langka dalam kehidupan seorang pejabat. Pejabat sekarang identik dengan kehidupan yang serba wah, Barlop adalah prototipe sejak mengawali karier dari bawah sampai sekelas menteri tidak pernah lepas dari sifat kesederhanaan, padahal jalan untuk hidup mewah sangat terbuka.
Banyak orang yang menjadi saksi sejarah tentang kesederhanaan seorang tokoh seperti Barlop, salah satu yang diangkat Pak Imran dalam diskusi singkat kami, adalah pernah suatu ketika Pak Imran dan Abd. Rahim (anggota DPRD sekarang), bertamu ke rumah Pak Barlop di bilangan jalan Kumala Makassar.
Keduanya terkagum-kagum karena langsung Pak Barlop yang bukakan pintu, yang daun pintunya masih sangat tradisional dan kursinya juga sangat sederhana dan sudah sangat tipis kasur kursi duduknya dan agak lapuk, dan penampilan Pak Barlop juga sangat sederhana. Padahal pada waktu itu Pak Barlop sudah menjadi seorang pejabat negara yang sangat disegani.
Setidaknya ke depan, kita masih mengharapkan kemunculan tokoh seperti Baharuddin Lopa, kita sangat butuh Baharuddin Lopa-Baharuddin Lopa baru, yang akan hadir di negara yang kita cintai bersama ini.
Begitupun di daerah-daerah seperti Sulawesi Barat sebagai daerah tempat kelahiran Baharuddin Lopa, Sulbar diawal kelahirannya di tahun 2004 sudah diberikan label sebagai provinsi mala’bi, suatu gelar yang sangat tepat karena para pejuang Sulbar ini adalah orang-orang yang mala’bi, dan yang paling penting karena tokoh sekelas Baharuddin Lopa adalah orang Sulbar yang mala’bi.
Sebelum kelahiran Sulbar, menurut cerita Pak Imran, Pak Barlop mengatakan bahwa Sulbar akan menjadi daerah yang berpisah dari Sul-sel, namun Sulbar ini masih ada di langit dan akan turun secara perlahan-lahan menuju ke bumi, asalkan orang Sulbar ini bersatu dalam memperjuangkannya, dan berkat perjuangan yang tidak kenal lelah akhirnya Sulbar lahir menjadi satu provinsi.
Sumber tulisan singkat adalah diskusi singkat kami dengan Pak Imran Kaljubi, turut hadir dalam diskusi singkat ini, adalah Pimpinan Ponpes Nuhiyah Pambusuang, KH Bisri, Kasi Madrasah Marzuki, M.Pd, dan Subhan Saleh, pengasuh Ponpes Nuhiyah Pambusuang.
(Bumi Polewali, 5 Agustus 2024)