Mappadendang, Pesta Panen yang Masih Digelar

Oleh: Indah, Mahasiswa Unasman

Indonesia adalah negeri agraris yang kaya tradisi. Musim panen disambut gembira dengan tradisi unik, misalnya Mappadendang di Polewali Mandar. Beragam cara dilakukan warga menyambut datangnya musim panen padi, seperti yang dilakukan warga Dusun II, Desa Galeso, Kecamatan Wonomulyo, Kabupaten Polewali Mandar, yang menggelar tradisi Mappadendang.

Tradisi Mappadendang merupakan salah satu tradisi unik yang di lakukan oleh suku Bugis ataupun suku Mandar saat menyambut maupun usai panen padi. Tradisi Mappadendang ini di gelar sebagai wujud rasa syukur kepada sang Pencipta atas limpahan rezeki dan hasil panen padi yang diperoleh. Kegiatan ini di tandai dengan aktivitas sejumlah tetua yang terdiri dari pria dan wanita berpakaian adat, secara bergantian melakukan gerakan menumbuk lesung kayu sepanjang dua meter, menggunakan alat penumbuk terbuat dari kayu berbentuk bulat memanjang yang disebut Alu (anak dendang) ke lesung secara teratur sehingga menghasilkan lantunan suara indah, yang terdengar serasi antara tumbukan yang satu dengan yang lain.

Pesta panen ini adalah salah satu Tradisi yang dilakukan masyarakat setempat, yang biasa dilakukan setelah padi sudah masak dan siap untuk di panen. Panen sendiri artinya pemungutan (pemetikan) hasil sawah atau ladang, sedangkan tradisi adalah kebiasaan yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu atau agama yang sama. Pesta panen sudah dilakukan oleh masyarakat setempat sejak dulu sampai sekarang sebagai bentuk rasa syukur mereka  atas hasil panen padi yang telah di peroleh.

Tradisi unik di Polewali Mandar saat menyambut musim panen ini adalah luapan kegembiraan petani, Tradisi ini juga dilakukan sebagai bentuk suka cita, untuk mempertahankan warisan budaya atapun warisan leluhur, yang semakin ditinggalkan generasi muda sekarang ini.

Seorang tokoh adat La Rammang menyebutkan, tradisi ini telah dilakukan sejak dahulu kala secara turun temurun, yang biasanya digelar setahun sekali selama dua hari dua malam

“Ini merupakan tradisi lama yang kami gelar setiap tahun, siang malam kami mappadendang” Tuturnya.

Sebelum tradisi ini dimulai, warga yang dipimpin tokoh adat, terlebih dahulu memanjatkan doa. Mereka memohon agar Yang Maha Kuasa senantiasa melindungi dan memberikan keselamatan kepada semua warga di daerah ini. Dalam prosesi ini tidak ketinggalan aneka jenis makanan juga disiapkan, seperti Sokkol (beras ketan), pisang, ayam dan menu pelengkap lainnya sebagai hidangan kepada warga.

Irwan tokoh pemuda setempat mengaku kagum terhadap warga yang masih mempertahankan tradisi dan warisan leluhur mereka. Sebab sudah jarang daerah yang melakukan tradisi seperti ini, di tengah Zaman yang sudah modern.

“Ini menarik sekali, sebab sudah jarang dilakukan oleh warga, semoga bisa terus dilestarikan agar menjadi pelajaran bagi generasi penerus yang akan datang” harapnya.

Pesta panen padi ini terjadi 2 kali dalam setahun, pesta panen ini dipimpin ketua adat di kampung, terdiri dari orang yang dituakan.

Dari laman pattae.com disebutkan bahwa sejarah tentang Mappadendang dimulai sejak nenek moyang merasakan hasil panen padi yang melimpah dan dapat menjadi sumber kehidupan sebgai bentuk kesyukuran. Mappadendang ini juga membawa banyak manfaat dan berkah karena menjaga persatuan dan kesatuan dalam masyarakat untuk menghargai padi sebagai sumber kehidupan bagi manusia untuk beraktivitas sehari-hari.

Mappadendang juga sebagai salah satu motivasi bagi masyarakat untuk tetap giat dalam menggarap sawah demi hasil yang lebih baik lagi atau hasil yang memuaskan.

Foto Utama: sulselsatu.com