Mangkatnya Sang Raja, Mamuju Kehilangan Sosok Pelindung

Reporter: Sudirman Syarif

MAMUJU, Mandarnesia.com — Yang mulia, Maradika Mamuju Andi Maksum Dai mangkat dengan damai dalam keabadian di Rumah Sakit Akademis Makassar, Sulsel. Duka kepergian Raja Mamuju tersiar sekitar pukul 20.00 Wita, Selasa (8/9).

Raja berpulang di usia 77 tahun karena menderita sakit batu empedu dan dirawat beberapa pekan di rumah sakit. Sebelum meninggal, ia sempat menjalani operasi.

Ratusan orang telah berkumpul di rumah duka di Jalan Emi Saelan, Mamuju, Sulbar, Rabu (9/9/2020). Mengantar almarhum di peristirahatan terakhir pemakaman Binanga Mamuju.

Maradika Mamuju lahir tanggal 13 Juni 1943. Semasa hidupnya, begitu didambakan, bukan hanya bagi masyarakat Mamuju. Bupati Habsi Wahid merasakan begitu kehilangan sosok pemimpin karismatik dan mengayomi itu.

Di matanya, almarhum merupakan tokoh yang bijaksana dan bisa mengayomi bagi semua. Juga seorang yang sangat peduli terhadap Mamuju.

“Pesan terakhir almarhum, jadilah pemimpin yang baik dan jaga Mamuju dengan baik, saya menangkap pesan itu adalah bentuk kepedulian Raja Mamuju, betapa beliau sangat peduli dan memperhatikan daerah kita,” ungkap Habsi.

Di hari-hari terakhir, Habsi sempat mendampingi almarhum di Rumah Sakit Akademis Makassar. Habsi meminta masyarakat Mamuju untuk bersama-sama mendoakan agar amal ibadah almarhum diterima di sisi Allah SWT, dan keluarga yang ditinggalkan tetap diberi ketabahan dan kesabaran.

Andi Maksum Dai mewarisi tahta kerajaan dari ayahnya Andi Djamaluddin Ammana Inda (Andi Dai). Ia dilahirkan oleh seorang wanita bernama Andi Tenri Ballowo.

Perannya sentral, terwujudnya keinginan masyarakat Mandar dengan memperjuangkan terbentuknya Provinsi Sulawesi Barat. Dalam pembukaan kongres Rakyat Mandar 19 Januari 2001 di Majene. Andi Maksum Dai tampil menabuh gendang sebagai tanda pembukaan kongres.

Sumber foto : Dokumentasi Naharuddin