Media perjuangan bertahan sampai di edisi 13. Kehadirannya mengusung kejujuran dan keadilan sebagai teras utama, taglinenya “Mikkeqdeq Diatonganang” menegasi bagaimana energinya dibangun. Mandar Pos tidak berumur lama, tetapi apa yang ditetak atau diletakkan bakal abadi sepanjang perjalanan Sulawesi Barat.
Mandar Pos dilahirkan untuk menjadi media pemersatu, dan pencerahan untuk tujuan bersama. Media ini menyebarkan visi, misi, nilai-nilai perjuangan, opini yang memandu serta memotivasi orang per orang untuk berpartisipasi dalam perjuangan. Untuk tujuan ini Mandar Pos telah menjadi sumber informasi paling terpercaya.
Betapa tak mudah menghadirkan media sebagai sarana sosialisasi sekaligus sumbu propaganda. Mobilisasi dan pandangan publik dalam mendukung perjuangan Sulbar telah memicu semangat amandaran atau idealisme seperti tujuan punggawa Mandar Pos. Media ini menjangkau kota hingga pedalaman yang membuat hal minimal mengenai pertanyaan, dan urgensi bersulbar itu sampai.
Mandar Pos menjadi saksi perjuangan, dan merekam peristiwa-peristiwa penting. Kita berharap suatu hari ini akan menjadi bagian dari penelitian sejarah agar memberi pembelajaran bagi generasi mendatang. Sebab media ini sanggup mendorong kepemimpinan, dan mempromosikan pengaruh setiap tokoh yang pernah berfungsi sebagai gelagar pentingnya.
Walaupun tidak melihat Sulbar yang terus diperingati saban tahun, tetapi kisah dan pengorbanan yang ditoreh dapat menginspirasi demi tujuan mulianya, “Mikkeqdeq Diatonganang”. Slogan Provinsi Sulbar berbunyi “Millete Diatonganang”.
Mandar Pos seolah medium yang merambatkan gelombang bunyi dan aksi para pejuang. Perannya menghubungkan setiap tindakan antara gagasan untuk mencapai tujuan akhir perjuangan. Media ini mampu mengalihkan pikiran, dan sambutan yang semula apatis menjadi antusias warga yang tidak terkira.
“Mandar Pos” memberi dampak dan pengaruh dalam arus perjuangan Sulawesi Barat. Kolom-kolom surat kabar mainstream berbasis di Makassar tak yang memberi ruang opini lebih luas bagi para pejuang Sulbar, mendapat porsi amat besar di “Mandar Pos”. Halaman Harian arus utama ketika itu, sepertinya hanya sensi pada topik pembelahan antartokoh, sebab derasnya penolakan di sisi lain.
Warga Sulbar patut bersyukur dan berterima kasih. Ide penggagasnya yang didaras dari keyakinan bahwa Sulbar akan lahir kelak tak pernah mematikan bara, meski akhir-akhir suhu yang cukup terik masih saja memanggang provinsi yang diperjuangkannya.
***
Suatu hari, dalam catatan Tammalele. Husni Djamaluddin menemani kru Mandar Pos berkunjung ke rumah KH. Sahabuddin, ada tiga roda empat saat itu yang datang ke sana. Sebuah Daihatsu Taft, Hard Top “Mandar Pos”, dan mobil Husni sendiri.
Terawang Sang Kiai usai memimpin doa untuk edisi pertama tabloid ini di Makassar, sepertinya benar. “Ini sangat bagus, dan akan bermanfaat sekali. Tapi mungkin tidak akan berumur lama seperti yang dibayangkan…” (*)
Mamuju, 23 September 2023