MANDAR bukan darah, yang dengannya kebangsawanan dipuja-puja. Mandar juga bukan ilmu, yang dengannya para sarjana diagungkan. Juga bukan soal luasnya tanah yang menjelmakan orang menjadi Mandar. Sebab, semua orang pasti kembali merendah ke dalam tanah. Mandar itu hati, yang dengannya Allah menilai kita. Mandar itu kebajikan, yang dengannya Allah bersama kita. Mandar itu kerendahan hati, yang dengannya Allah meninggikan kita.
Bukan karena merahnya darah, Mandar itu pemberani. Bukan pula karena putihnya darah, Mandar itu dimuliakan. Bukan karena birunya darah, Mandar itu bertahta. Juga bukan karena ilmu, Mandar dihormati.
Mandar itu kesetiaan, yang dengannya Allah memuliakan. Siapa yang setia dalam taat pada Allah, dialah yang ditinggikan. Siapa yang taat hanya pada Allah Yang Esa, dialah yang dimenangkan. Siapa yang cinta pada Nabinya, hidupnya takkan kesepian. Di dunia tak kesepian. Di alam kubur tidak kesepian. Di akhirat juga tidak kesepian. Allah siap menemani. Atau mengirim malaikat untuknya. Atau, mengutus Nabi untuknya.
Martabat seorang Mandar itu terletak pada kepatuhannya kepada Allah Yang Maha Mencipta. Semakin ia taat kepada Allah, maka Rasulullah bersedia membela siriq atau kehormatannya di hari tak ada pembelaan selain atas izin-Nya. []
Catatan Redaksi: Insya Allah Aforisma ini akan terbit setiap pekan di mandarnesia.com