Oleh: Fiqram Iqra Pradana (CEO Manabrain Institute)
Dalam dinamika sosial dan profesional modern, istilah “lip service” sering kali terdengar. Istilah ini merujuk pada tindakan memberikan janji atau persetujuan secara lisan tanpa adanya niat atau tindakan nyata untuk mewujudkannya.
Praktik ini telah menjadi begitu umum sehingga banyak yang menganggapnya sebagai bagian dari norma komunikasi sehari-hari. Namun, di balik tampak ringannya tindakan ini, tersimpan dampak buruk yang signifikan, terutama terhadap kesehatan mental dan fungsi otak kita.
Lip service dapat dijelaskan sebagai tindakan memberikan janji, dukungan, atau komitmen yang tidak pernah diwujudkan dalam tindakan nyata. Fenomena ini kerap kita temui dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam hubungan personal, lingkungan kerja, hingga politik.
Contoh konkret dari lip service adalah ketika seorang atasan menjanjikan promosi kepada karyawan tanpa ada niat untuk memenuhinya, atau ketika politisi mengumbar janji kampanye yang tidak pernah direalisasikan.
Dampak Lip Service Terhadap Kesehatan Mental
Ketika seseorang menerima janji yang tidak ditepati, mereka cenderung mengalami peningkatan stres dan kecemasan. Ini karena otak kita dirancang untuk merespons janji dan harapan dengan memicu pelepasan dopamin, neurotransmitter yang terkait dengan rasa bahagia dan kepuasan.
Namun, ketika harapan tersebut tidak terpenuhi, otak mengalami penurunan mendadak dalam kadar dopamin, yang dapat menyebabkan perasaan kecewa dan peningkatan hormon kortisol, yang berhubungan dengan stres.
Bagi mereka yang sering menjadi korban lip service, kepercayaan diri mereka dapat terkikis seiring waktu. Ketika seseorang berulang kali mendapati janji-janji yang tidak terpenuhi, mereka mulai meragukan nilai dan kemampuan diri mereka sendiri. Ini tidak hanya merusak kepercayaan diri tetapi juga dapat mengarah pada perasaan tidak berdaya dan rendah diri.
Lip service juga dapat menghancurkan hubungan interpersonal. Ketika seseorang tidak memenuhi janjinya, kepercayaan antara individu rusak. Kepercayaan yang rusak sulit dipulihkan dan seringkali menyebabkan isolasi sosial, yang pada akhirnya berdampak buruk pada kesehatan mental individu tersebut.
Dampak Lip Service Terhadap Fungsi Otak
Otak kita sangat sensitif terhadap ketidakpastian dan ketidakjujuran. Ketika kita mendeteksi kebohongan atau merasa ditipu, area otak yang terlibat dalam pengolahan emosional, seperti amigdala dan korteks prefrontal, menjadi aktif.
Aktivasi ini dapat meningkatkan kadar kortisol, hormon stres, yang dalam jangka panjang dapat merusak fungsi otak, mengganggu proses belajar, memori, dan pengambilan keputusan.
Lip service juga menyebabkan disonansi kognitif, yaitu ketidaksesuaian antara apa yang kita percayai dan apa yang kita alami. Ketika kita menghadapi disonansi ini, otak harus bekerja ekstra keras untuk memproses dan mengintegrasikan informasi yang kontradiktif, yang dapat menyebabkan kelelahan mental dan menurunnya kemampuan kognitif secara keseluruhan.
Paparan terus-menerus terhadap lip service dapat menyebabkan dampak jangka panjang pada otak, termasuk peningkatan risiko gangguan kecemasan, depresi, dan penurunan kognitif.
Studi menunjukkan bahwa individu yang sering menghadapi kebohongan dan ketidakjujuran cenderung memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi dan kemampuan kognitif yang lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang berada di lingkungan yang jujur dan transparan.
Perlunya Perhatian Serius
Lip service, meskipun tampak sepele, memiliki dampak buruk yang signifikan terhadap kesehatan mental dan fungsi otak. Dari meningkatnya stres dan kecemasan hingga menurunnya kepercayaan diri dan rusaknya hubungan interpersonal, praktik ini sebaiknya dihindari.
Dengan mendorong komunikasi yang jujur dan transparan, serta membangun budaya akuntabilitas dan integritas, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan mendukung, baik dalam kehidupan pribadi maupun profesional.
Masyarakat perlu menyadari bahwa setiap kata dan janji yang diucapkan memiliki dampak yang nyata. Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk lebih berhati-hati dalam memberikan janji dan memastikan bahwa setiap komitmen yang kita buat disertai dengan tindakan nyata.
Dengan demikian, kita dapat membangun kepercayaan yang lebih kuat dan menciptakan lingkungan yang lebih harmonis dan produktif. Pada akhirnya, tindakan nyata dan komitmen yang tulus adalah kunci untuk membangun kepercayaan dan kesejahteraan mental yang lebih baik.
Lip service harus dihindari demi kebaikan bersama dan kesehatan mental kita semua. Mari kita berkomitmen untuk selalu berkomunikasi dengan kejujuran dan tindakan nyata, sehingga kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih baik dan sehat secara mental.