Kisah Guru di Garis Depan ADHD

"Para guru sekolah dasar di Indonesia telah menggambarkan bagaimana mereka bekerja dengan murid-murid ADHD. Pesan pentingnya adalah mereka perlu tahu lebih banyak tentang kondisi tersebut."

Para guru sekolah dasar di Indonesia telah menggambarkan bagaimana mereka bekerja dengan murid-murid ADHD. Pesan pentingnya adalah mereka perlu tahu lebih banyak tentang kondisi tersebut.

Oleh: Iriani Indri Hapsari – Universitas Negeri Jakarta

SEORANG guru bercerita tentang siswa yang sedih karena merasa ditolak oleh teman-temannya atau bahkan diintimidasi oleh teman-temannya, sementara guru-guru lain mendiskusikan masalah yang mereka hadapi dengan orang tua. Beberapa guru mengakui kurangnya pengetahuan mereka.

Semuanya adalah guru sekolah dasar yang mendiskusikan tantangan yang mereka hadapi dalam menghadapi murid-murid yang memiliki Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD).

Cerita mereka muncul dalam sebuah studi kasus terhadap 38 guru sekolah dasar di sebuah kota besar di Indonesia. Studi ini menunjukkan bagaimana para guru melihat ADHD dan menanggapi siswa yang mengalaminya.

Hal ini merupakan sebuah wawasan yang potensial dalam pengalaman yang lebih luas di Indonesia dalam menangani ADHD di sekolah-sekolah.

Indonesia memiliki komitmen untuk memberikan kesempatan pendidikan yang setara bagi semua siswa yang tertuang dalam undang-undang pendidikan nasional.

Hal ini menempatkan para guru di garis depan dalam membuat sistem inklusif bekerja untuk kepentingan siswa mereka.

Banyak dari siswa-siswa tersebut yang hidup dengan ADHD dan menghadapi gejala-gejala khasnya seperti kurangnya perhatian atau kesulitan dalam mempertahankan konsentrasi atau fokus.

Namun, meskipun para guru memainkan peran penting dalam membantu siswa dengan ADHD beradaptasi dengan lingkungan belajar dan bersosialisasi secara efektif, terdapat tantangan yang membatasi keberhasilan pendidikan dan kesejahteraan mereka di sekolah.

Studi kasus ini mengindikasikan adanya kesenjangan dalam pemahaman guru mengenai ADHD serta pelatihan dan dukungan yang mereka terima untuk menanganinya dan bagaimana hal tersebut dapat berdampak pada murid-murid mereka. Meskipun demikian, tampaknya para guru telah mengambil inisiatif dan mencoba pendekatan yang berbeda untuk membantu murid-murid mereka.

Siswa dengan ADHD memiliki banyak potensi namun mengalami kesulitan akademis dan kesulitan sosial. Memahami persepsi guru tentang masalah terkait ADHD sangat penting untuk mendapatkan dukungan yang efektif.

Untuk memenuhi peran mereka yang beragam sebagai pendidik, instruktur, mentor, pengarah, pelatih, penilai, dan evaluator, para guru perlu memahami karakteristik siswa secara individual, termasuk mereka yang memiliki ADHD.

Studi ini menemukan bahwa pengetahuan guru tentang ADHD berkisar dari pemahaman dasar hingga tidak pernah mendengarnya dan menyatakan kebingungan ketika istilah tersebut disebutkan.

Para guru yang terlibat dalam penelitian ini melaporkan bahwa siswa dengan ADHD sering menunjukkan perasaan negatif tentang diri mereka sendiri. Mereka mungkin menderita depresi, memiliki persepsi diri yang negatif dan percaya bahwa orang lain tidak menyukai mereka atau menganggap mereka ‘aneh’.

Para siswa ini mungkin mengembangkan rasa rendah diri, merasa frustasi dan berbeda dari teman sebayanya.

Para guru mengatakan bagaimana mereka berpikir bahwa masalah ini dapat mempengaruhi siswa, hubungan sosial mereka, bahkan dengan keluarga mereka sendiri, perilaku mereka, persepsi orang lain, dan prestasi akademik mereka.

Para guru mengatakan bahwa siswa seperti itu mungkin akan ditolak atau diintimidasi oleh teman-temannya, yang menyebabkan mereka terisolasi. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa guru dan orang tua mungkin merasa kesal dan frustasi ketika berhadapan dengan siswa dengan ADHD, sehingga membuat hubungan menjadi tegang.

Mereka mengatakan bahwa para siswa tersebut sering terlibat dalam perilaku impulsif dan mengganggu, seringkali tanpa menyadari bahaya yang ditimbulkannya. Mereka mungkin berjuang untuk mengendalikan emosi dan tindakan mereka, yang mengarah pada perkelahian, mencuri, atau menggertak teman sebayanya.

Perilaku-perilaku ini dapat menimbulkan tantangan bagi guru dan teman sekelasnya.

Siswa dengan ADHD sering mendapat stigma dan label negatif dari guru, orang tua teman sebaya, dan teman sebayanya sendiri. Studi ini menunjukkan bahwa hal tersebut dapat membuat hidup siswa menjadi tidak nyaman sehingga mereka tidak ingin bersekolah.

Penelitian ini menunjukkan tantangan akademis yang dapat muncul dari gejala-gejala ADHD, seperti kurangnya perhatian dan impulsif. Para guru mengatakan bahwa para siswa mungkin akan kesulitan untuk fokus pada pekerjaan mereka dan suasana kelas juga dapat mengalami gangguan yang mempengaruhi pendidikan semua siswa di kelas.

Guru memainkan peran penting dalam mengatasi tantangan-tantangan ini.

Beberapa tema dan strategi muncul dari penelitian tentang bagaimana guru mengelola dan mendukung siswa dengan ADHD, terutama dari guru yang memiliki pengetahuan tentang kondisi tersebut.

Meskipun pengetahuan mereka tentang subjek ini mungkin terbatas, para guru berinisiatif untuk bereksperimen dengan pendekatan yang berbeda. Sebagai contoh, mereka menetapkan peraturan kelas yang jelas, menerapkan penghargaan dan konsekuensi atas perilaku, menggunakan metode pengajaran yang interaktif dan menarik, serta menyediakan alat bantu visual. Mereka juga memantau dan membimbing siswa dalam mengerjakan tugas-tugas mereka.

Para guru juga melihat pentingnya berkolaborasi dengan guru lain, orang tua, psikolog sekolah, dokter, dan terapis.

Mereka juga mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan kesadaran tentang ADHD di antara para siswa, orang tua, dan teman sebaya. Mereka berusaha memastikan bahwa teman-teman sekelas memahami tantangan unik yang dihadapi oleh teman-teman mereka yang memiliki ADHD dan menekankan pentingnya untuk tidak mengucilkan para siswa ini.

Para guru juga secara aktif berkomunikasi dengan para orang tua untuk memberikan wawasan dan mendorong lingkungan rumah yang mendukung.

Penelitian ini menunjukkan bahwa para guru sendiri telah mengidentifikasi berbagai tantangan yang terkait dengan ADHD dan berusaha untuk mengatasinya.

Namun, penelitian ini menunjukkan bahwa masih ada kesenjangan pengetahuan yang nyata dan sebagian besar guru tidak memiliki pelatihan formal tentang ADHD.

Penelitian ini menyoroti perlunya para guru untuk meningkatkan pengetahuan ADHD mereka melalui pelatihan, selaras dengan penelitian internasional yang menyoroti manfaat dari pengetahuan dan pelatihan guru tentang ADHD.

Guru juga perlu secara proaktif mencari informasi tentang ADHD dari berbagai sumber untuk pengembangan diri.

Dukungan yang lebih besar dari sekolah dan pemerintah, termasuk dorongan untuk meningkatkan kesadaran tentang ADHD, sangatlah penting.

Iriani Indri Hapsari adalah seorang dosen di Fakultas Psikologi Pendidikan di Universitas Negeri Jakarta, Indonesia dan pendiri Komunitas Teman ADHD (IG @temanadhd). Minat penelitiannya adalah pada perkembangan anak dan remaja, psikologi positif, keluarga, ADHD, dan kekerasan seksual.

Artikel ini dipublikasikan pertama kali tanggal 18 Oktober 2023 di bawah lisensi Creative Commons oleh 360info™.