Kisah Alm. H. Kalman Bora: Diboeq Topai Tia, Daleqba Padzikking…

Cover Buku H. Kalman Bora

Narasi di bawah ini adalah salah satu dari isi buku H. Kalman Bora, Pejuang Sulbar dari Tanah Borneo, buku yang ditulis Adi Arwan Alimin memiliki 25 kisah dalam buku itu, insya Allah pembaca budiman akan menemukannya setelah dilounching nanti. Sebelum kita lanjut membaca kisah ini, kami dari redaksi mandarnesia.com mengajak pembaca budiman untuk mengirimkan dan membacakan surah Al-Fatihah untuk beliau Alm. H. Kalman Bora, semoga segala amal ibadahnya menjadi lentera dalam perantauan selanjutnya. 

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ * اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ * الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِۙ * مٰلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِۗ * اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُۗ * اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ ۙ * صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ * ەۙ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّاۤلِّيْنَ ࣖ*

RATUSAN eksemplar Tabloid Mandar Pos yang diboyong Junaedi akhirnya tiba di Balikpapan. Ia menggunakan sarana fery yang berangkat dari pelabuhan Mamuju, labuhan batu yang menjorok sekitar 100 meter ke laut tepat di Jalan Yos Soedarso atau belakang kantor Kodim. Lokasi yang saat Sulbar terbentuk berubah menjadi area Hotel Maleo

Surat kabar mingguan itu memiliki manfaat besar dalam sosialisasi perjuangan pembentukan Provinsi Sulawesi Barat. Media ini didirikan Abdul Watif Waris, Syahrir Hamdani, Hamzah Ismail, Mustamin Topotiri, Junaedi Latief dan yang lain. Sejumlah wartawan media lokal ini diantaranya: Rahmat Azis; Mardin; Nursyahid; Abdul Samad, Mursalim dan Alawali.

“Keredaksian dan editing berita Mandar Pos lebih banyak dilakukan di Tinambung, di rumah Hamzah Ismail, meskipun kantor pusatnya ada di Pekkabata Polewali di rumah Syahrir Hamdani,” sebut Abdul Samad Almandary mantan wartawan Mandar Pos.

Kabar mengenai hasil Deklarasi 10 November 1999 di Galung Lombok yang dihadiri Arajang Balanipa, Abdul Malik Pattana Endeng, melalui Mandar Pos dapat disimak warga Balikpapan secara lugas. Ragam laporan di media itu memberi perspektif luas mengapa kelompok pejuang yang gerbongnya bergerak dari Makassar sedang dalam proses memperjuangkan masa depan masyarakat Mandar. Informasi yang berkembang di tanah Mandar dan benua Etam, Kalimantan Timur hampir seimbang kadarnya karena memiliki sumber utama Mandar Pos.

***

Kalau dia memberi sesuatu, dia selalu mengatakan, cukup kamu saja yang tahu. Mokai dipaq uangan muaq sugii…” kenang Junaedi mengisahkan kepedulian Kal­man Bora pada orang lain.

Sebagai orang yang dituakan di Balikpapan, Haji Kalman Bora pun didaulat sebagai punggawa Kerukunan Keluarga Mandar (KKM). Sosok ini dikenal disiplin dan tepat waktu sampai sekarang.

“Beliau sebenarnya memiliki banyak canda juga, menyukai cerita lucu khas Mandar. Beliau sangat cepat nyambung, dan humoris, meski agak tertutup juga kadang-kadang. Namun di sisi lain pula dia memiliki kemampuan memahami psikologi orang yang mampu bekerja atau tidak, itu tentu berangkat dari pengalamannya…”

“Saya mulai mengenalnya sejak awal perjuangan Sulbar. Tahun-tahun itu juga merupakan awal saya memasuki Balikpapan. Karena ditugaskan ke Kaltim untuk menyampaikan kabar mengenai deklarasi Sula­wesi Barat di Galung Lombok,” jelas mantan Pemimpin Perusahaan Tabloid Mandar Pos, yang redaksinya dipimpin Hamzah Ismail.

Menurut Junaedi tidak seluruh tokoh Mandar di Kalimantan Timur optimis pada perjuangan Sulawesi Barat. Sikap seperti itu mewakili dua hal, tidak optimis karena dari awal memang tidak setuju, dan atau sebab tidak meyakini apa yang diperjuangan Husni Djamaluddin dari Makassar itu akan berhasil. Inilah fenomena yang sama di Mandar hingga Makassar, sebagian warga terbelah pada pilihan seperti itu. Tidak setuju karena tidak yakin, atau tidak sepakat sebab menolak gagasan terpisah dari Sulawesi Selatan secara mutlak.

Junaedi pun mengetahui secara langsung bagai­mana kelompok birokrasi di Sulawesi Selatan tidak dapat menerima ide memisahkan diri. Aktivitasnya yang terbagi antara di Mandar, dan Balikpapan memungkinkan Junaedi mengikuti sebagian besar agenda dan pertemuan pejuang Sulbar di berbagai lokasi.

“Percuma ini berjuang. Nggak akan ada itu pemekaran karena saya sudah pernah bicara dengan Menteri Otonomi Daerah (Prof. Ryaas Rasyid), tidak akan ada pemekaran…” kenang Junaedi atas respons salah seorang tokoh Mandar yang ditemuinya.

Situasi yang sangat berbeda ketika menemui Kalman Bora, atau Puang Manyang. Dua tokoh ini langsung mendidih bila membincang mengenai Mandar. Persamuhan yang mengumpulkan warga Mandar di perantauan selalu mengepulkan energi tentang kampung halaman yang bakal menjadi daerah otonom.

“Itu sebabnya pak Haji Bora selalu mendukung dan menyiapkan bantuan apapun bila ada pertemuan mengenai Sulbar. Selalu ada untuk membantu per­juangan Sulbar.”

“Diboeq topai tia, daleqba padzikking…” inilah sugesti Kalman Bora kepada Junaedi mantan Kepala Lingkungan di Tinambung bila menyampaikan sejum­put keluhan. Nanti kita lihat, jangan kuatir begitu kira-kira makna langsungnya. Maklum saja, ada saja orang yang ditemuinya sangat tidak yakin atas perjuangan pembentukan Provinsi Sulbar. Hal seperti itu sebenarnya kadang membuat Junaedi kerap disarung sentimen.

“Biasa tongana tappa emosi todzi, tapi puaji Bora selalu bilang jangan…”

Selain urusan Sulbar yang menyedot emosi Kalman Bora, Junaedi juga memiliki adik di Pertamina Balikpapan yang sangat akrab dengan tokoh ini, namanya Rivai. Kalman-Rivai lalu diberi amanah memangku paket Ketua dan Sekretaris di KKM Balikpapan. Menurutnya, orang-orang di Kalimantan Timur sangat kompak bila mengenai Sulawesi Barat. Di Samarinda, misalnya selain Puang Manyang, juga ada dosen muda kala itu, Profesor Masjaya yang kini Rektor Universitas Mulawarman, pun Jusuf Tjuli orang Baqbarura yang bekerja di Vico. Kalman; Rivai; Masjaya; dan Jusuf disebutnya sebagai paket yang amat klop.

Tapi penyandang utama di Kalimantan Timur tetap Haji Kalman Bora. Jusuf Tjuli juga ikut memberi konstribusi bersama yang lain.

“Kalman memiliki kontak langsung pada Haji Zikir di Makassar, dua orang inilah yang merupakan penggerak utama untuk masalah pendanaan pada masa-masa awal perjuangan.

Belakangan baru ke­mudi­an hadir pak Anwar Adnan Saleh yang turut memasilitasi gerakan dan rapat-rapat pejuang. Mereka ini bahkan pernah melakukan pertemuan enam mata secara khusus saat di Makassar, saya tidak tahu persis apa yang mereka bahas,” urai Junaedi.

Informasi yang sama disampaikan Taqwa, S.Ip salah seorang mahasiswa asal Tinambung yang menumpang di rumah Haji Zikir Sewai di Makassar. “Saya pernah melihat mereka rapat tertutup. Tapi kita tidak mengetahui persis apa yang dibahas. Maklum saja, saat itu kami hanya membantu-bantu bila ada acara atau pertemuan yang biasa dilaksanakan di rumah puaji Zikir,” imbuh Taqwa yang diberi tugas mengordinir tim media saat Pansus Sulbar DPR RI datang berkunjung di Polewali Mamasa.

“Kapala, diambodi immating karewa…” kalimat itulah yang sering dikemukakan Haji Kalman pada Junaedi mengenai perkembangan informasi perjuangan pembentukan Provinsi Sulawesi Barat. Kapala pun sering menggunakan telepon genggamnya yang masih jarang saat itu, kecuali dimiliki orang-orang kaya di Balikpapan.

Menurut Syahrir Hamdani, untuk mendukung komite aksi perjuangan sejumlah wilayah yang didiami komunitas orang Mandar segera dibentuk. Misalnya, di Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, juga Surabaya meskipun warga Mandar di sana tidak banyak. Untuk KAPP Kaltim langsung dikoordinir Haji Kalman Bora. Arus dukungan warga Mandar di tanah Kutai seperti tamsil aliran sungai Mahakam yang melimpah.

“Istilah Mandar buat Haji Kalman itu, meloq tongani jappo karena Sulbar ini langsung menyentuh emosi amandarannya sebagai orang Salarri, to Bala­nipa.” Jelas Junaedi yang amat dekat dengan tokoh ini.