MANDARNESIA.COM, Polewali — Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Daerah Mandar Raya mengecam keras kebijakan yang dikeluarkan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang mewajibkan anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) 2024 untuk mencopot jilbab.
Kebijakan ini dinilai tidak hanya mencederai hak asasi manusia, tetapi juga melecehkan konstitusi dan prinsip kebhinekaan.
Ketua KAMMI Mandar Raya, Rifai menyatakan kecewa terhadap kebijakan yang dinilai diskriminatif yang tidak hanya mengabaikan HAM yakni hak beragama setiap individu tetapi juga melecehkan konstitusi itu NKRI.
“Ini bertentangan dengan semangat inklusivitas yang harus di junjung tinggi dalam setiap kegiatan kenegaraan,” sebut Rifa’i kepada mandarnesia.com, Kamis, (15/08/2024) melalui rilis tertulis.
Rifai juga mengatakan, dalam Pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD 1945 sudah jelas-jelas dikatakan bahwa (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Lalu, pada ayat (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
“Larangan ini jelas mengabaikan hak dasar individu untuk menjalankan keyakinan agama mereka. Bagi perempuan islam, memakai hijab itu adalah ibadah sekaligus bagian dari identitas dan praktik keagamaan bagi banyak wanita Muslimah. Kebijakan ini, dalam pandangan kami, tidak menghormati konstitusi, Pancasila, prinsip-prinsip HAM dan juga telah melecehkan ajaran agama Islam,” ujarnya.
Ia juga menuturkan, makna kemerdekaan ialah kebebasan bukan larangan apalagi paksaan atau bahkan ancaman, baiknya semangat kemerdekaan itu diisi dengan prinsip kemerdekaan setiap keragaman individu.
“Berbeda namun bersatu dalam keberagaman, bukan beragam namun memaksa untuk satu atau seragam”
“pemaksaan untuk seragam adalah bentuk cacat berpikir dalam merumuskan nilai-nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika,” paparnya.
“Kami menyerukan kepada semua pihak terutama umat Islam untuk tetap bijak dalam menyikapi kejadian ini, tidak mengambil tindakan destruktif dan main hakim sendiri.”
“Kami meminta kepada pemerintah dan pihak yang berwenang agar ketua BPIP dievaluasi, kami nilai tidak kompeten dan kebijakan larangan tersebut segera dicabut, agar setiap individu terlepas dari latar belakang agama atau budaya, dapat berpartisipasi dengan rasa hormat dan martabat dalam setiap acara kenegaraan,” tutup Rifai (Rls/WM/***)