Serangkaian kebijakan dirancang dengan bahkan tanpa mereferensikan dan landasan ideal yang dicanangkan ketika mendirikan republik.
Nafas dan semangat yang berkembang cenderung hanya berpijak pada pasar, di mana segala sesuatunya dinilai secara ekonomis, atau dengan kata lain “efisiensi-pragmatis” dari tiap kebijakan negara. Itulah nafas dan semangat yang sering dinamakan dengan “neo-liberalisme”. Akan tetapi, pada tataran jargon terlihat hasrat untuk menarik kembali bandul kebijakan pada sisi progresif.
Pada tiap pemilihan, baik di level nasional maupun daerah, hampir setiap calon kepala daerah dan kepala negara, serta hampir setiap partai politik, mengusung nilai-nilai keadilan sosial, persamaan dan kebebasan. Misalnya pada Pemilu 2009 lalu, Megawati-Prabowo mengusung agenda kebijakan “ekonomi kerakyatan” sementara pesaingnya, SBY-Boediono mengusung slogan “bekerja untuk rakyat”.
Masalahnya, setelah interupsi sejarah atas segala hal yang progresif, tentu penggunaan kata “rakyat” tak lagi memiliki kandungan ideologis sebagaimana tiga dasa warsa lalu. Semua pihak merasa berhak menyandang kata “pro rakyat” kendatipun dalam program dan praktiknya rakyat justru hanya terlihat samar-samar.
Karena itu diperlukan kejelian dalam melakukan eksaminasi gagasan demokrasi. Eksaminasi itu dimulai dengan mencari kembali jejak-jejak pemikiran demokrasi di Indonesia, proses perubahan dan perkembangannya, serta bagaimana prospeknya ke depan. Langkah ini bukan semata-mata dilakukan pada aspek historisnya, melainkan mencakup pengalaman. Kita ingin menjadi pemantik yang membuat seluruh elemen sosial demokrasi secara kolektif melakukan kerja akademik dan sosial itu.
Diharapkan di masa mendatang kita dapat memiliki suatu “narasi besar” tentang gagasan Demokrasi di Indonesia.
Narasi besar ini, selain menjadi referensi akademis, selanjutnya dapat dijadikan bahan bagi perumusan kembali agenda dan strategi demokrasi. Sebelum berpikir lebih jauh tentang institusionalisasi gerakan, marilah pertama-tama kita rumuskan: apa dan siapakah kita; gerakan demokrasi di Indonesia?
Ini revolusi sunyi ; seperti sebutir embun menetes lembut di daun keladi. Di sini, di ruang tamu yang sunyi ini, bersama secangkir kopi; aku menyesali suatu bangsa, yang tak pernah dewasa.
Minggu, 2 Agustus 2020
Ilustrasi : Geotimes