Jalan Sunyi Demokrasi, (Diskursus Kedaulatan)

Nelson Mandella (Peraih Nobel Perdamaian), tiga puluh tahun lebih menghabiskan hidupnya di penjara demi kemerdekaan Afrika Selatan, hanya meminta satu periode memimpin negeri yang dicintainya, dan meski seluruh negeri dan rakyatnya memohon dan menangis memintanya melanjutkan kekuasaan itu, dia tetap kukuh menolak dan mengatakan, “Ini semua demi Afrika Selatan dan Demokrasi.”

Lantas kenapa, “Demokrasi” dan “Kedaulatan” ibarat dua rel bersisihan yang seolah takkan pernah bertemu? Bukankan kedaulatan adalah induk semang dari demokrasi itu sendiri? Apa yang salah dari sebuah persemaian bernama negara dan berbangsa yang bergelut dalam peradaban anak manusia hingga saat ini.

Demokrasi secara harfiah berarti “pemerintahan oleh rakyat”. Demokratis, yang merupakan komposisi dari dua kata Yunani yaitu “Demos” (orang) dan “Kratos” (pemerintahan). Konsep ini ditumbuhkan pertama kali dalam praktik negara kota Yunani dan Athena (450 SM dan 350 SM). Dalam tahun 431 SM, Pericles, seorang negarawan ternama Athena, mendefinisikan demokrasi dengan mengemukakan beberapa kriteria: (1) pemerintahan oleh rakyat dengan partisipasi rakyat yang penuh dan langsung.; (2) kesamaan di depan hukum; (3) pluralisme, yaitu penghargaan atas semua bakat, minat, keinginan dan pandangan; dan (4) penghargaan terhadap suatu pemisahan dan wilayah pribadi untuk memenuhi dan mengekspresikan kepribadian individual (Roy C Macridis, 1983:19-20).

Dalam zaman yang sama kita pun dapat berkenalan dengan pemikiran politik Plato, Aristoteles, Polybius dan Cicero, untuk menyebut sebagian di antara jajaran pemikir masa itu, yang juga meletakkan dasar-dasar bagi pengertian demokrasi.

Dalam perkembangannya kemudian, pertumbuhan istilah demokrasi mengalami masa subur dan pergeseran ke arah pemoderenan pada masa kebangunan kembali dari renaissance.

Dalam masa ini muncul pemikiran-pemikiran besar tentang hubungan antara penguasa atau negara di satu pihak dengan rakyat di pihak lain, yaitu pemikiran baru dan mengejutkan tentang kekuasaan dari Niccolo Machiavelli (1469-1527), serta pemikiran tentang kontrak sosial dan pembagian kekuasaan dari Thomas Hobbes (1588-1679), dan John Locke (1632-1704).

Pemikiran-pemikiran dari sejumlah nama besar tersebut telah memberikan sumbangan yang penting bagi upaya pendefinisian kembali atau aktualisasi istilah demokrasi. Satu hal yang kita baca dari berbagai studi penelusuran istilah demokrasi adalah bahwa ia tumbuh sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat. Semakin tinggi tingkat kompleksitas maka semakin rumit dan tidak sederhana pula demokrasi didefinisikan. LANJUT KE HALAMAN 3