Sejatinya setiap manusia berpeluang melakukan kesalahan. Siapapun itu. Namun terkadang, ada saja oknum atau pihak yang selalu memanfaatkan situasi ini untuk sebuah kepentingan. Terlepas kepentingan itu untuk diri sendiri atau kelompok.
Belum terlalu lama, tersebar dengan cepatnya berita kesalahan pembacaan teks pancasila oleh pemimpin daerah yang dalam hal ini adalah gubernur Sulawesi Barat (Sulbar), Ali Baal Masdar pada saat menjadi inspektur upacara pada peringatan hari Sumpah Pemuda di kantor Gubernur Sulbar, Mamuju, senin (30/10/2017) yang diikuti oleh serangkaian berita penjelasan (14/11/2017) dan pengklarifikasian kesalahan tersebut (22/11/2017) yang menyisakan stigma negatif hingga saat ini.
Berbagai media dengan fasihnya menyiarkan berita tersebut dengan judul yang begitu heboh dan kontroversi. Membuat masyarakat ikut terbawa dan ikut menyebarkan berita tersebut. Bahkan anehnya, tak sedikit mahasiswa juga yang terpancing dan terbawa dengan pemberitaan tersebut dan mulai ikut-ikut menghakimi sampai pada puncaknya melakukan demo di kantor DPRD Sulbar untuk mendesak gubernur minta maaf (21/11/2017).
Efek pemberitaan tersebut berimbas pada semua elemen yang berkaitan dengan Sulbar terutama mahasiswa rantau yang sedang menimbah ilmu di kota lain. Ada kesan yang tidak baik terbangun dan ini yang menjadi keresahan kami segelintir mahasiswa rantau yang berada dalam naungan organisasi IPMA (Ikatan Pelajar Mahasiswa) Sulbar Bandung untuk ikut meluruskan.
Mari kita analisa bersama dengan kepala dingin dan hati yang terbuka. Pertama yang harus diketahui bersama bahwa kesalahan pembacaan teks Pancasila oleh Gubernur Sulbar telah diakuinya. Kedua, penjelasan mengenai kesalahan tersebut bukanlah sebuah alibi, hanya penyampaian pemikiran yang itu adalah hak untuk berpendapat. Ketiga, tidak ada rencana atau keinginan untuk merubah pancasila.
“Mahasiswa adalah agent of control yang dalam hal ini seharusnya memberikan penjelasan yang mencerdaskan terhadap masyarakat agar paham, bukan malah ikut panas dan terpancing hanya karena gagal memahami berita” ungkap ketua IPMA Sulbar, Muhammad Nur Imam DJ.
Mari sebagai mahasiswa memberikan penjelasan yang baik kepada masyarakat, jangan mudah terprovokasi. Mahasiswa ini adalah harapan bangsa, jangan sampai ikut menghancurkan bangsa karena ucapan atau tindakan sebelum berpikir.
Terakhir, kami berharap kepada semua pemimpin agar kiranya lebih profesional dan menghindari menggunakan kalimat atau kata yang multitafsir karena bisa menjadi sumber pemberitaan keliru.
(Fiqram Iqra Pradana, IPMA Sulbar Bandung)
Sumber Ilustrasi : The Indonesian Institute