Citizen : Muh. Didin (Mahasiswa Jurusan KPI Fak. Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar)
MAJENE,mandarnesia.com- Plastik kini menjadi momok yang menakutkan di bumi ini. Karena selain tidak bisa diurai secara alami, sampah plastik juga menjadi penyebab utama matinya makhluk hidup di lautan.
Terakhir ikan paus yang mati di Wakatobi, Sulawesi Tenggara beberapa waktu lalu dan ternyata ditemukan banyak sampah plastik di dalam perutnya.
Dengan melihat fenomena di lautan, Junamia salah satu guru SMKN 1 Majene punya ide untuk menimalisir plastik agar tidak sampai ke laut. Salah satu solusi dalam menangani masalah plastik dengan membuat ecobrick.
Untuk membuat satu ecobrick, diperlukan botol plastic. Salah satunya, botol plastik air aqua dengan ukuran sesuai kebutuhan. Botol berukuran 1,5 liter dapat diisi hingga 500 gram sampah. Sedangkan, botol berukuran 600 mililiter dapat diisi sampah hingga 200 gram.
Agar plastik bekas mudah dimasukkan, terlebih dahulu digunting hinga menjadi bagian-bagian kecil. Sebuah tongkat kayu ataupun bambu seukuran mulut botol juga harus digunakan untuk menekan sampah di dalam botol agar semakin padat.
Setelah seluruh botol sudah dipadati sampah, maka botol dapat diikat dengan karet ban dalam motor atau dilem dibentuk menjadi lingkaran penuh untuk membuat tempat duduk. Bahkan, bisa jadi rak buku,dinding. Bisa pula dibuat jadi taman di tempat wisata atau di halaman rumah.
Junamia mengatakan, ecobrick adalah salah satu cara mengurangi peredaran plastik dengan memanfaatkan botol plastik sebagai mediumnya. Agar plastik tidak sampai di laut menjadi bahan komsumsi ikan.
“Setiap botol plastik harus diisi penuh dengan sampah anorganik hingga keras dan padat. Setelah botol yang di isi sudah padat, itu dapat digunakan untuk membuat kursi, meja, pot bunga, bahkan dinding pembatas,” kata Junamia Yunus.
Junamia mengatakan, dalam membuat ecobrick atau mengolah plastik bekas, harus mulai dari kepekaan diri dulu. Menurutnya, hal tersebut bermanfaat untuk mengedukasi masyarakat terhadap bahaya sampah plastik, terutama jika menumpuk di laut.
Pembuatan ecobrick ini, lanjutnya, menjadi salah satu alternatif untuk menghentikan sampah beredar ke media lingkungan. Meski demikian, ia menegaskan, kebijakan yag penting adalah menyetop sampah di tingkat produsen.
Berbagai upaya yang dilakukan ibu ini dalam mengelola plastik bekas secara baik patut di apresiasi. Tetapi pemerintah seharusnya bisa membuat peraturan yang lebih progresif dan melakukan aksi nyata bersama masyarakat .
“Karena belum kita tahu lima tahun ke depan Majene akan mengalami peningkatan plastik bekas. Misalnya lplastik, styrofoam, dan lain-lain,” ujar Junamia.
Junamia sadar akan manfaat ecobrick bagi lingkungan sangat besar. Untuk memperluas pengetahuan masyarakat, pihaknya berencana membuat komunitas pembuatan ecobrick. Tapi nanti setalah dilingkungan keluarga kecilnya sudah mantap dan sudah banyak ecobrick yang dibuat baru bisa dipastikan. Karena itu juga salah satu bukti bahwa bukan sekedar wacana.
Dalam pembentukam komunitas ini, pihaknya berharap agar masyarakat Majene khususnya di Kecamatan Banggae Timur, tidak lagi membuang plastik dan menjadi hantu bumi.
Menurutnya, apa yang dilakukan sinergitas pemerintah belum ia lakukan. “Kita langsung pada edukasi masyarakat,” tegas dia.
Selain plastik bekas dia kumpul, ia juga kumpulkan puntung rokok untuk membuat cigbrick, dengan melihat hasil penilitannya San Diego State University mengatakan, puntung rokok yang termasuk filter di dalamnya lebih mengontaminasi lautan dari pada sedotan plastik.
Filter rokok terbuat dari plastik yang disebut selulosa asetat, bahan ini membutuhkan waktu setidaknya 10 tahun untuk dapat dekomposisi.
“Sangat jelas tidak ada manfaat kesehatan dari filter rokok. Filter hanyalah alat pemasaran. Dan mereka mempermudah orang untuk merokok,” ujarnya.