Ibu Agung Hj. Andi Depu : Simbol Perlawanan Rakyat dan Nasionalisme

Ibu Agung Hj. Andi Depu dan Ruwaeda

Fujinkai, Seinendan dan Keibodan Pun Jadi Alat Perjuangan (Bagian 8)

Catatan : Muhammad Munir

Pada tahun 1941, Negara Jepang terlibat dalam Perang Dunia kedua dan melakukan serangan atas seluruh wilayah Asia Tenggara. Serangan yang dilancarkan Jepang itu berdampak pada kekuasaan Belanda yang ada di wilayah Indonesia. Pada tanggal 3 Maret 1942, Pemerintah Hindia Belanda mengaku kalah dan pemerintahan pun diambil alih oleh bangsa Jepang. Dalam menjalankan pemerintahannya, wilayah Indonesia bagian Barat diperintah oleh Angkatan Darat sedangkan di wilayah bagian Timur dikuasai oleh Angkatan Laut yang berpusat di Makassar.

Kehadiran Jepang mendapat sambutan yang menggembirakan, terlebih karena propaganda-propaganda Jepang yang menggugah hati banyak orang Indonesia, termasuk mereka yang bermukim di wilayah Mandar. Dalam perkembangan kemudian, kehadirannya mulai mendapat perlawanan karena beberapa kebijakan yang dikeluarkan oleh Jepang telah menganggu tatanan masyarakat yang ada. Perlawaan yang dilakukan oleh Hamma’ Saleh Puanna I Su’ding di Alu, menjadi salah satu contoh tentang perlakuan Jepang yang mendapat penolakan. Seiring dengan perkembangan perang, Jepang mulai mengalami tekanan yang lebih berat dari pihak Sekutu. Jepang di banyak medan tempur mengalami kemunduran dan kekalahan.

Pada saat itulah penguasa Jepang mulai memberi jalan kepada kaum pribumi untuk masuk ke dalam organisasi semi militer. Andi Baso Pawiseang kurang tertarik untuk menggalakkan rakyat terlibat. Demikian pula ketika penguasa Jepang mendirikan satu organisasi yang dikhususkan untuk kaum wanita, yaitu Fujinkai. Sebagai Arajang, Andi Depu mau tidak mau harus terlibat didalamnya karena memang diperintakan agar yang menjadi ketuanya adalah tokoh wanita yang berkuasa atau yang memiliki pengaruh sosial yang besar.

Sesungguhnya pendirian Fujinkai adalah bagian dari usaha Jepang untuk mendapatkan dukungan, tidak saja dalam soal tugas dan kewajiban anggotanya, tetapi juga dalam memastikan ketersediaan kebutuhan pangan dan kegiatan- kegiatan sosial. Hal ini dilakukan karena fungsi Fujinkai adalah melakukan pendekatan kepada wanita yang kelak dapat menjadi barisan belakang pertahanan. Mereka dilatih untuk ménjadi palang merah yang dapat membantu Jepang jika perang terjadi. Oleh karena tujuan itu terkait dengan soal perang, maka organisasi ini juga diajarkan tentang soal kemiliteran. Lewat Fujinkai ini, Andi Depu semakin dekat dengan masyarakat, terutama kaum wanitanya.