Ibu Agung Hj. Andi Depu : Simbol Perlawanan Rakyat dan Nasionalisme

Adalah sesuatu yang ironi ketika poto pejuang dan pahlawan kita hanya menghiasi dinding tembok para bangsawan atau menjadi nama jalan bahkan nama gedung dan fasilitas Negara lainnya. Disatu sisi, anak-anak kita di sekolah termangu ketika mereka ditanya tentang sepak terjang perlawanan Ammana Wewang. Tokape, Andi Depu, St. Maemunah, Ruwaeda, Daeng Rioso’, Todiposso’ di Galesong, Tomatindo di Sallombo’ atau Todiposso’ di Malaujung, Kandjuha dan lainnya. Tugas ini tentu harus digiring dalam zona kebijakan pemerintah sebab bagaimana pun pemerintah adalah konstitusi paling tepat untuk menjadikan para pejuang kita terus ditulis agar heroisme perlawanan dan semangat nasionalisme mereka bisa terviruskan.

Kebanggaan itu penting, tapi lebih penting lagi jika generasi kita hari ini tertular rasa bangga itu lewat pengenalan yang mendalam tentang hakikat dan makna pahlawan itu sendiri. Andi Depu bukanlah hasil akhir. Ia dalah awal untuk terus memperjuangkan sosok yang telah berjasa menyelamatkan bangsa ini dari penjajahan. Generasi kita harus tahu mengapa I Calo Ammana Wewang harus diasingkan ke Belitung ?. Mengapa Tokape harus merelakan dirinya jadi tebusan untuk keselamatan rakyatnya ?. Bagaimana St. Maemunah harus kehilangan seluruh asset kekayaannya untuk membiayai proses perjuangan ?. Bagaimana heroisme Kandjuha itu dikobarkan dengan memutuskan kabel telpon Pemerintah Belanda di Pamboang ?.

Semua elemen masyarakat harus faham siapa sosok Andi Depu. Masyarakat harus tahu bentuk perjuangan Ammana Wewang menentang penjajah Belanda di Mandar. Ia dengan gigih dan gagah mengobarkn bentuk peperangan dan perlawanan secara gerilya. Perlawanan yang terus dikobarkan melalui peperangan adalah akumulasi rasa tidak rela negerinya dikuasai oleh bangsa Belanda. Ammana Wewang membentuk pasukan perang bersama raja dan bangsawan di Mandar dengan membuat benteng-benteng peralawanan untuk menghadapi serangan Belanda dari segala penjuru. Benteng Kassa, Panjoli, Bosi, Malloayang, Tundung dan Adolang adalah sederet nama daerah yang menjadi benteng pertahanan dalam melakukan perlawanan.