Allah berfirman, Belum percayakah engkau?, Dia (Ibrahim menjawab, Aku percaya, tetapi agar hatiku tenang (mantap). Dia (Allah) berfirman, kalau begitu ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah olehmu kemudian letakkan di atas masing masing bukit satu bagian, kemudian panggillah mereka datang kepadamu dengan segera, Ketahuilah bahwa Allah Mahaperkasa, Maha bijaksana”(QS. 2.260).
Dengan merujuk ayat ini disini Ibrahim mencoba berbicara langsung kepada Tuhan, Ibrahim meminta kepada Tuhan untuk menvisualkan prosesi orang mati untuk dihidupkan kembali, seakan akan Ibrahim ragu akan kemahakuasaan Tuhan, tapi ketika Tuhan mengskak, apa Ibrahim masih ragu dengan kekuasan Tuhan.
Ibrahim masih mencoba untuk menonjolkan proses keilmuan dengan ingin melihat secara visual prosesi dari yang mati menuju ke proses kehidupan yang normal kembali. Ibrahim sangat percaya dengan eksistensi dan kekuasaan Tuhan.
Alasan Ibrahim sangat argumentatif dan masuk akal, “yaitu agar hatinya tenang (mantap), jadi iman itu adalah membuat hati menjadi tenang, hakekat iman adalah proses memaknai kekuasaan Tuhan, ini disimbolkan dengan ketika Tuhan menyuruh Ibrahim untuk mengambil empat ekor burung lalu dicincang dan setelah itu disebarkan di berbagai bukit, kemudian Ibrahim memanggil kembali burung tersebut atas perintah Tuhan.
Kemudian atas kekuasaan Tuhan datang dihadapan Nabi Ibrahim dalam keadaan utuh. Disitulah merasakan manisnya iman dan merasakan ketenangan hidup.
Jadi sesungguhnya keimanan itu adalah suatu proses dari memaknai ayat ayat Tuhan baik yang bersifat qaulyah maupun yang bersifat kauniyah. Ayat ayat Tuhan perlu di realitaskan dalam kehidupan sosial. Bagaimana ayat ayat Quran yang turun dari Tuhan melalui perantaraan para Nabi direalisasikan dalam bentuk ayat ayat sosial.
Bahasa Tuhan yang berasal dari langit dicoba digumulkan dalam bahasa manusia dan disebarkan di muka bumi. Proses pergumulan keimanan yang dicoba ditawarkan oleh Ibrahim sangatlah bersesuaian dengan fitrah kemanusiaan. Manusia itu sudah difasilitasi oleh Tuhan akal dan hati nurani. Atau dalam bahasa Buya Syafii Maarif bahwa manusia itu punya dua modal pembentuk peradaban yaitu fakultas fikr dan fakultas dikr.
Kedua modal pembentuk peradaban ini tidak akan pernah termakan oleh zaman. Artinya bahwa umat yang sangat peduli kedua modal peradaban ini, tidak akan pernah terpuruk dengan ganasnya zaman.
Itulah dua pendekatan yang coba di praktekkan oleh Ibrahim dalam penemuan atau pertemuan dengan Tuhannya yaitu aspek rasionalitas dalam memaknai keberadaan Tuhan, berfikir dari satu benda kebenda yang lain kemudian akhirnya sampai kepada satu wujud yang mutlak yaitu yang menciptakan benda benda tersebut.
Kemudian yang kedua ketika memaknai hal yang bersifat metafisika ketika Ibrahim meminta Tuhan untuk menghidupkan orang mati, ini adalah hal yang metafisik, disinilah Ibrahim menggunakan pendekatan imani, dan gabungan dari dua pendekatan ini akan melahirkan ketenangan hati, sebagaimana jawaban Ibrahim ketika direspon oleh Tuhan bahwa, apakah Ibrahim tidak percaya?
Ibrahim menjawab saya percaya tapi saya ingin menenangkan hati saya. Pada prinsipnya beragama itu adalah suatu proses untuk menenangkan hati.
(Bumi Pambusuang, Juni 2024)