Laporan: Wahyudi Muslimin
Dia berdiri di hadapan saya dengan jaket berwarna tanah kecoklatan. Kaki palsunya yang bengkok masih dipakainya, sudah penuh tambal dengan karet ban dalam motor bekas serta dilapis kaos kaki, sehingga terlihat lebih besar.
Namanya Habu berumur 41 Tahun, dia hanya sampai pada Sekolah Menengah Pertama (SMP), memiliki empat orang anak. Tiga laki-laki dengan umur 16, 14 dan 3 tahun serta seorang putri yang masih berumur 10 Tahun.
Setiap ketemu dirinya di Kamp Aholeang-Rui hanya satu celana dipakai, training hitam yang memiliki garis di sampingnya. Dirinya mengalami cacat fisik sekitar 20-an tahun silam. Saat kecelakaan bertabrakan dengan mobil bus.
Saat bertemu dengannya pertama kali dan mengetahui kondisinya sejak 15 Fabruari 2021 namun saya tidak berani menguak peristiwa naas yang menimpanya itu, sehingga perihal dirinya mengalami cacat seumur hidup ditanyakan ke Ahmad, tokoh muda yang menjadi penghubung Nusantara Palestina Center (NPC) di komunitas pengungsi Aholeang-Rui.
“Beliau kecelakaan sekitar 20-an tahun silam, tabrakan dengan bus , saat itu dia sudah berkeluarga dan memiliki satu orang anak” ungkapnya melalui sambungan telepon.
Salah satu hikmah hidup yang bisa dipetik darinya bahwa meskipun cacat permanen, namun semangatnya untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya tidak surut. Saya membayangkan bila dirinya hidup di kota-kota besar, bisa jadi dia akan menghuni jalanan menjadi peminta seperti kebanyakan orang yang kadang dijumpai.
Namun dia berbeda, dia tetap berjuang layaknya lelaki normal secara fisik menggarap tanah perkebunan miliknya yang dipenuhi kemiri, cokleat, langsat dan durian semua tertimbun akibat amburknya satu sisi tanah Aholeang.
“Kaki palsu ini dibuat di Kalimantan, itupun karna bantuan asuransi, kalau tidak salah sekitar 5 juta. Kaki palsu ini sudah lama (puluhan tahun) ini sudah mulai keropos sehingga ditambal bahkan diikat pake karet dan didobol pake kaos kaki, makanya sekarang terlihat agak besar, karena sudah banyak tambalan dan berlapis lapis masuk kaos kaki” ungkapnya saat tim NPC kembali menjambanginya untuk mengukur kaki palsu tersebut.
“Bila memang akan dibuatkan saya minta dari karet saja pak” ungkapnya sambil menunduk.
Kini kebun yang digarapnya berupa reruntuhan, seperti tanah dibawah kebunnya itu dibalik, dari berupa pohon kemiri, cokelat, lansat serta durian, kini berubah menjadi bongkahan batu dan tanah kemerahan. Habu kehilangan dua harapan, kaki palsunya yang sudah susah digunakan untuk bekerja kembali serta kebunnya menjadi onggokan puing-puing gunung yang susah untuk diharapkan kembali.
Bila ada donatur bersedia memberikan donasi berupa kaki palsu kepada Bapak Habu, bisa menghubungi Nusantara Palestina Center (NPC) di laman https://www.npc.or.id/. Semoga berkenan berdonasi untuk Bapak Habu di Kamp Pengungsian Aholeang-Rui Desa Mekkatta, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat.