Guru Inspiratif Versus Guru Kurikulum; Refleksi Hari Guru Nasional

oleh
oleh

Oleh. Aco Musaddad.HM. | Kadis Kominfo SP Polewali Mandar & Dosen Pasca Sarjana UI DDI AGH.Abd Rahman Ambo Dalle Polewali

“Guru inspiratif tidak hanya mengajar dari buku, tetapi juga dari hati. Mereka tidak hanya menanamkan ilmu, tetapi pemahat masa depan bagi muridnya.”

SETIAP tanggal 25 November, bangsa kita merayakan Hari Guru Nasional. Ini adalah momentum sakral, bukan hanya untuk berterima kasih, tetapi yang lebih penting, untuk merenungkan kembali esensi sejati profesi guru di tengah hiruk pikuk perubahan kurikulum dan tuntutan administratif. Pertanyaan mendasar yang harus kita jawab pada hari refleksi ini adalah: Guru manakah yang sedang kita rayakan—Guru Kurikulum atau Guru Inspiratif?

Dua tipologi ini, yang dipopulerkan oleh akademisi, memberikan cerminan tajam tentang dilema yang dihadapi pendidik kita.

Dilema Sang Penjaga Gerbang Standar

Guru Kurikulum adalah sosok yang didominasi oleh kepatuhan pada sistem. Mereka adalah penjaga gerbang standar yang merasa “berdosa” jika tidak menyelesaikan seluruh lembar materi, fokus utama mereka adalah ketercapaian target kuantitatif, seperti nilai ujian dan kelulusan. Pola mengajar mereka cenderung berputar pada transfer pengetahuan yang standar dan biasa-biasa saja—sebuah bentuk dari habitual thinking.

Dalam sistem pendidikan yang berbasis evaluasi ketat, Guru Kurikulum memiliki peran vital sebagai penjamin mutu dasar. Mereka yang melahirkan para manajer handal, yang disiplin dan menguasai ilmu dasar. Namun, Hari Guru Nasional harus menjadi pengingat bahwa jika guru hanya terpaku pada kurikulum, mereka berisiko gagal menyiapkan siswa menghadapi dunia yang menuntut kreativitas dan soft skills. Kelas hanya menjadi ruang seremonial transfer data, bukan tempat pertumbuhan karakter.

Kekuatan Sang Pemicu Perubahan

Di sisi lain, Guru Inspiratif memandang kurikulum sebagai kompas, bukan rantai. Bagi mereka, tujuan mengajar jauh melampaui angka. Mereka hadir sebagai arsitek karakter, motivator, dan pemicu pemikiran maksimal (maximum thinking).

Guru Inspiratif tidak takut untuk “keluar dari kotak” demi menghubungkan materi pelajaran dengan realitas hidup siswa. Mereka fleksibel, adaptif terhadap keragaman karakter anak didiknya, dan yang paling utama, mereka mengajar dengan hati. Dari tangan Guru Inspiratif, lahir para leader dan innovator yang berani mengubah jalan hidup mereka sendiri dan masyarakat. Mereka membuat kelas terasa seperti “surga” belajar, tempat anak didik merasa dihargai dan dimaksimalkan potensinya.

Refleksi di Hari Guru Nasional

Hari Guru Nasional seharusnya menjadi titik tolak bagi kita semua—pemerintah, sekolah, dan masyarakat—untuk mendorong transisi dari Guru Kurikulum menjadi Guru Inspiratif.

Saat ini, banyak guru yang sebetulnya memiliki potensi inspiratif terpaksa menjadi Guru Kurikulum karena terbebani oleh birokrasi dan administrasi yang berlebihan. Waktu dan energi yang seharusnya digunakan untuk mendesain pembelajaran yang kreatif, malah tersedot untuk mengisi puluhan lembar perangkat ajar atau laporan yang bersifat repetitif. Mereka terperangkap dalam lingkaran habitual thinking karena sistem tidak memberi ruang untuk berinovasi.

Refleksi kita seharusnya berfokus pada pembebasan guru.

  1. Kurikulum Harus Melayani Inspirasi: Kebijakan pendidikan, termasuk kurikulum, harus dirancang dengan prinsip fleksibilitas. Kurikulum harus menjadi dasar kompetensi, yang penggunaannya diserahkan pada kepakaran guru untuk diolah menjadi metode inspiratif sesuai konteks lokal dan kebutuhan siswa.
  2. Hargai Kualitas, Bukan Kuantitas Administrasi: Pengukuran kinerja guru tidak boleh hanya didasarkan pada kelengkapan berkas, melainkan pada dampak nyata yang mereka berikan pada karakter, motivasi, dan maximum thinking siswa.
  3. Investasi pada Kapasitas Diri: Pemerintah harus memfasilitasi guru untuk terus meng-upgrade kapasitasnya, tidak hanya dalam penguasaan materi, tetapi juga dalam kecerdasan emosional dan spiritual agar mampu menjadi teladan sejati.

Pada akhirnya, guru yang ideal adalah Guru Kurikulum yang Inspiratif; sosok yang menguasai standar dan substansi materi, namun menggunakan pengetahuannya sebagai alat untuk menyalakan api kreativitas dan membentuk karakter luhur.

Jika Hari Guru Nasional ini kita rayakan dengan komitmen untuk mengurangi belenggu birokrasi dan membiarkan guru kita mengajar dengan hati dan kreativitas, maka kita tidak hanya merayakan profesi guru. Kita merayakan janji masa depan bangsa yang cerdas, berkarakter, dan penuh inovasi. Mari jadikan setiap guru di Indonesia pemicu perubahan, bukan sekadar pelaksana regulasi.