Fakta Penyelenggaraan Pemilu 2024 Versi Komnas HAM RI

Ilustrasi: Wahyudi

MANDARNESIA.COM, Jakarta– Hari pencoblosan pada Pemilu 2024 14 Februari 2024 telah usai. Beragam tanggapan, komentar dan catatan pelaksanaannya telah dipublikasi baik lewat media sosial ataupun melalui media elektronik lainnya, tidak ketinggalan pembahasan di kanal-kanal youtube dan platform digital lainnya.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia sebagai salah satu lembaga negara juga membuat catatan dan dipublikasi sebagai keterangan pers nomor: 09/HM.00/II/2024 tertanggal 21 Februari 2024 yang ditandatangani Ketua Komnas HAM-RI Atnike Nova Sigiro.

Dalam keterangan persnya Komnas HAM RI telah melakukan pengamatan situasi penyelenggaraan Pemilu Serentak 2024 di 14 Provinsi dan 50 Kabupaten/Kota pada 12-16 Februari 2024. Fokus pengamatan situasi ini mencakup pemenuhan hak pilih kelompok marginal-rentan, netralitas Aparatur Negara, diskriminasi dan intimidasi, serta hak kesehatan dan hak hidup Petugas Pemilu.

Ini sejumlah temuan atau fakta-fakta Pemilu 2024 Komnas HAM yang dibuat sebagai catatan khusus. Antara lain:

Hak Pilih Kelompok Marginal-Rentan

Hampir seluruh Rumah Sakit tidak memiliki TPS Khusus sehingga ratusan tenaga kesehatan dan pasien kehilangan hak pilih.

Ribuan WBP kehilangan hak pilih karena tidak terdaftar sebagai DPT dan DPTb. Sebanyak 1.804 WBP di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Medan tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena tidak memiliki e-KTP. Sementara di Rutan Kelas IIB Kabupaten Poso sebanyak 205 WBP yang masuk dalam DPTb tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena kekurangan surat suara. Hal yang sama juga terjadi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Manado dimana 101 WBP yang terdaftar sebagai DPTb tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena kekurangan surat suara.

Minimnya Pemilu akses bagi kelompok disabilitas. Selain sarana dan prasarana di lokasi TPS yang tidak ramah disabilitas, Komnas HAM juga tidak menemukan adanya surat suara braile bagi pemilih netra.

Banyak pekerja yang tidak bisa memilih dan kehilangan hak pilihnya karena harus bekerja pada hari pemungutan suara. Hal ini sehubungan dengan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor 1 Tahun2024 tentang Pelaksanaan Hari Libur Bagi Pekerja/ Buruh dan Tanggal Pemungutan Suara Pemilihan Umum dan Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang tidak mewajibkan Perusahaan untuk meliburkan para pekerja pada hari H Pemilu. Kesempatan untuk mendapatkan upah lebih dengan tetap bekerja pada hari pemungutan suara menjadi celah bagi Perusahaan untuk tetap mempekerjakan para pekerja dan mengabaikan hak pilih mereka.

Banyak pekerja di IKN yang tidak bisa memilih karena tidak tersosialisasi dengan baik untuk mengurus surat pindah memilih ke lokasi kerja mereka di IKN.

Minimnya atensi Penyelenggara Pemilu terhadap pemenuhan hak pilih kelompok masyarakat adat dan terpencil. Sebanyak 600 orang Masyarakat Adat Baduy Luar belum memiliki eKTP sehingga tidak terdaftar sebagai pemilih. Selain itu, kekhususan wilayah masyarakat adat juga menjadi tantangan yang belum mampu diatasi oleh Penyelenggara Pemilu bagi pemenuhan hak pilih kelompok masyarakat adat.

Ratusan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) di berbagai panti sosial tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena tidak terdaftar sebagai DPTb di lokasi panti sosial. Minimnya sosialisasi Penyelenggara Pemilu kepada pengurus panti-panti sosial menyebabkan banyak PMKS dan WBS yang tidak dapat menggunakan hak pilih.

Netralitas Aparatur Negara

Temuan terkait netralitas Aparatur Negara sangat berhubungan dengan politik uang untuk pemenangan peserta Pemilu tertentu. Beberapa temuan penting Komnas HAM terkait netralitas Aparatur Negara diantaranya adalah sebagai berikut: