“Bermalamlah di rumah kalau sedang di Polewali,” katanya suatu hari.
“Nggak boleh Kak,” balasku membalas rasa gembiranya. Tempat menginap yang ia maksud rumah dinasnya sebagai Ketua DPRD Polman.
Bila merunut bagaimana Kami menjadi sahabat, cukuplah panjang. Ia Ketua DKR Wonomulyo periode 1992-1994, ketika saya menjadi anggota. Tahun 1994-1996 saya pun menduduki posisi yang sama.
Peta jalan itu amat lapang di Gerakan Pramuka. Ia senior yang baik, dan selalu memberi kesempatan luas bagi juniornya. Meski kerap berdebat, tetapi selalu landai dalam solusi. Kami pernah Juara 1 Asah Terampil Pramuka se-Sulsel tahun 1992.
Saya cukup tahu bagaimana ia membangun karirnya dari titik nol. Bagaimana ia sering menyebut dirinya sebagai bekas pesuruh di kantor Kwarcab Gerakan Pramuka Polewali Mamasa (kini Polman). Kisah itu sering membuat saya menangis bila ia menceritakan ulang. Saya merekam itu senyatanya.
Saya melihat itu sebagai artefak penting, tentang seseorang yang amat sabar meniti hidupnya. Bila kami bersua, proses hiduplah yang kerap dibincang. Saya tahu ia masih memiliki sejumlah rencana jangka panjang. Tetapi ini sir Allah Swt. Tak ada yang kuasa menundanya.
Sungguh banyak hal yang dapat ditulis tentangmu. Perihal cara membangun relasi, kepahitan hidup, atau apa saja. Terakhir ia pernah mengajak makan malam di rumah dinasnya, dalam bayangan saya pesta antarkakak-adik ini akan dilimpahi hasil gorengan, gulai bumbu, atau bakaran, rupanya hanya segentong mi rebus telur.
“Saya tahu Adi bisa membeli makanan lebih enak, tapi mi rebus inilah yang membuat kita sebagai saudara. Anggaplah ini reuni alumni Cadika.” Kalimat itu kini membuat saya haru, betapa dalam ingatannya, saya masih ditetak sebagai junior dekatnya.
Innalillahi Kakakku, Sahabatku, Karibku. Kami pasti akan menyusul…