Dari Fitrah ke Qurban

Itulah yang melahirkan konsep ketaqwaan, menjadi muara dari seluruh perintah dan larangan dalam agama, bahwa ketaqwaan itu bukanlah sesuatu yang instan, ketaqwaan itu membutuhkan sebuah proses yang namanya ibadah. Perintah dan larangan adalah sesuatu  yang inheren dalam ibadah.

Semakin konsisten menjalankan perintah dan larangan itu akan semakin kita merasakan kedekatan dengan Tuhan. Yang menjadi orientasi dari Idul Fitri dan Idul Adha atau antara fitrah dan Qurban adalah manusia. Kefitrihan adalah bagian dari sifat primordial manusia, bagian dari sifat dasar manusia, itulah manusia yang sesungguhnya, manusia yang memunculkan sifat kehanifan yang selalu condong kepada kebenaran. Tentu saja membutuhkan suatu proses dalam memunculkan jati diri manusia tersebut.

Di samping potensi ilahiyah, manusia juga punya potensi  lain, yang dalam bahasa Quran dinamaka Alfujur yang merupakan lawan dari taqwa “Pa alhamaha fujuraha wa taqwaha”, maka saya ilhamkan kepada manusia fujuraha dan ketaqwaan, dengan kata lain ada potensi ketuhanan dalam diri manusia dan ada potensi kebinatangan.

Kehadiran Idul Adha juga akan membersihkan potensi potensi kebinatangan yang ada dalam dirinya. Itu sebabnya dihari hari raya kita sangat dianjurkan untuk menyembelih binatang untuk berkurban. Sebagai bentuk untuk menumbuhkan kembali sifat-sifat keilahiaan dan kemanusiaan dalam diri manusia.

Selalu ada pertentangan antara sifat lahut dan nasut dalam diri manusia. Oleh sebab itu ajaran agama yang memiliki banyak simbol punya-peran yang sangat besar dalam mengangkat derajat manusia ke derajat yang mulia.

Salah satu yang menjadi orientasi dari ajaran qurban adalah orientasi humanis, yakni mencoba mengikis sifat-sifat kebinatangan yang ada dalam diri manusia lewat simbol pemotongan hewan qurban dan membagikan dagingnya kepada sesama.

Ini artinya bahwa simbol pemotongan hewan agar sifat-sifat kebinatangan itu bisa terkikis dalam diri manusia dan distribusi daging qurban sebagai simbol pengejawentahan nilai-nilai kemanusiaan yang merupakan aspek sosial dari ajaran Islam.

Itulah yang menjadi inti dari nilai nilai fitrah dan qurban, keduanya menjadikan manusia kembali ke jati dirinya, yakni fitrah kemanusiaan yang suci dan mencoba mengubur aspek hewaniah yang ada dalam diri manusia lewat simbol qurban.  

(Bumi Pambusuang, Mei 2024)