Gizi Ibu, Bayi dan Balita
Bayi, balita, ibu hamil dan ibu menyusui menghadapi risiko yang signifikan terhadap status gizi dan kesehatan mereka karena pembatasan akses ke layanan kesehatan serta akses terhadap makanan bergizi yang terjangkau. Dampak pandemi COVID-19 sangat dirasakan pada pendapatan rumah tangga, akses pasar dan layanan kesehatan. Dukungan gizi yang sesuai dan tepat waktu untuk ibu, bayi dan balita dapat menyelamatkan nyawa, melindungi kesehatan dan perkembangan anak, serta memberi manfaat bagi ibu. Secara khusus, ada kebutuhan mendesak untuk memastikan ibu menerima saran dan dukungan yang akurat tentang menyusui.
- Pemerintah harus memprioritaskan layanan untuk melindungi, mempromosikan dan mendukung Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA), termasuk pemberian ASI, sebagai komponen penting dari kesehatan dan gizi saat pandemi COVID-19. Tindakan ini perlu diadaptasi sesuai dengan situasi COVID-19 yang berkembang di setiap negara, termasuk Indonesia (lihat ringkasan UNICEF/ GTAM/ GNC terkini tentang PMBA dalam konteks COVID-1910).
- Dianjurkan agar ibu terus menyusui, terlepas dari status COVID-19 ibu, sesuai dengan pernyataan WHO11 tentang coronavirus dan menyusui. Seorang ibu dengan COVID -19 harus didukung untuk menyusui dengan aman, melakukan kontak kulit ke kulit dan rawat gabung dengan bayinya. Ibu juga dapat memberikan ASI dengan aman kepada bayinya. Saran ini didasarkan pada manfaat menyusui yang diketahui dan semakin banyak bukti sampai saat ini yang menunjukkan bahwa virus COVID-19 tidak ada dalam ASI12. Risiko utama penularan antara ibu dan anak adalah melalui kontak erat melalui percikan udara pernapasan. Untuk ibu terduga atau positif COVID-19, harus mengikuti protokol rumah sakit dengan meningkatkan praktik kebersihan untuk mencegah penularan saat memberi makan bayi dan anak, termasuk mengenakan masker; sering mencuci tangan; dan secara rutin membersihkan dan melakukan penyemprotan disinfektan pada permukaan dan benda. Ibu/ pengasuh dengan dugaan infeksi COVID-19 tidak boleh dicap buruk.
- Dalam kasus di mana ibu sangat sakit atau tidak dapat menyusui atau memerah ASI, bayi harus diberi donor ASI jika tersedia melalui skrining dan pasteurisasi, atau dengan memberikan produk pengganti ASI yang sesuai. Fasilitas kesehatan dan staf mereka harus mengajari ibu/ pengasuh cara menyiapkan susu dengan aman dan cara memberikan susu menggunakan cangkir.
- Kepatuhan penuh terhadap Kode Internasional Pemasaran Pengganti ASI dan resolusi WHA (termasuk WHA 69.9 dan Pedoman WHO yang terkait yang melarang promosi makanan yang tidak tepat untuk bayi dan balita) harus dipertahankan dalam semua konteks. Bantuan susu pengganti ASI, makanan dan peralatan makan, termasuk botol dan dot, tidak boleh diberikan. Bantuan produk susu pengganti ASI oleh produsen telah terbukti menyebabkan peningkatan penggunaan produk susu dan menurunkan angka menyusui. Dalam keadaan di mana penggunaan produk susu pengganti ASI diperlukan, maka pembelian, pendistribusian, serta penggunaannya harus diawasi dengan ketat13.
- Untuk bayi atau balita yang sakit karena dicurigai, diduga, atau dikonfirmasi COVID-19 atau penyakit lainnya, petugas kesehatan harus memberikan saran kepada ibu untuk terus menyusui. Bagi bayi yang berusia enam bulan ke atas, petugas kesehatan juga harus memberikan saran kepada pengasuh untuk memberikan makanan yang bervariasi kepada anak, terutama selama masa pemulihan.
- Untuk bayi dan balita yang berusia 6-23 bulan, konseling oleh petugas kesehatan kepada pengasuh harus menekankan pentingnya makanan sehat yang bergizi seimbang dan beragam sesuai usia. Selama pemberian makanan pendamping ASI, penting untuk memperhatikan persiapan/ penanganan makanan yang aman.
- Untuk ibu hamil dan menyusui, layanan gizi seperti pemberian suplementasi zat besi dan asam folat (lihat bagian tentang suplementasi zat gizi mikro di bawah), konseling gizi tentang konsumsi makanan sehat dan bergizi seimbang dan saran menyusui harus dilakukan pada saat pemeriksaan kehamilan, dengan langkah-langkah pengendalian infeksi yang tepat14. Untuk ibu dan anak usia 6-23 bulan, program perlindungan sosial untuk menjaga konsumsi makanan harus menjadi prioritas.
- Strategi alternatif untuk memberikan konseling dan edukasi tentang pemberian makan, konsumi, dan gizi untuk ibu, bayi dan balita harus dilaksanakan di mana pembatasan sosial dapat mengganggu rutinitas layanan seperti perawatan kehamilan dan imunisasi/ klinik anak, termasuk konseling dan pemberian saran melalui telepon dan online.