Oleh: Adi Arwan Alimin
Selasa malam, 6 Agustus 2024, Rumah Buku “Manakarra Klub Buku” menjadi saksi bincang literasi yang menghadirkan sederet penulis dan sejarawan Sulawesi Barat.
Rinai gerimis membuat atap seng rumah yang diubah menjadi klub buku itu kuyup. Saya datang naik motor, menganggap cuaca tidak akan meruar lembab, rupanya sepanjang jalan menuju BTN Binanga Mamuju ini basah kehujanan.
Acara yang dikemas santai ini beralas kaderisasi penulis muda di Sulawesi Barat dalam menyongsong era yang lebih maju. Belasan penulis muda menyimak paparan tuan rumah Dr. Suparman Sopu. Ada Adi Arwan Alimin, Mira Pasolong, dan M. Thamrin, seorang sejarawan muda, sebagai pembicara utama.
Spot Manakarra Klub Buku yang terletak di pusat kota Mamuju ini, menjadi tempat yang nyaman dan hangat bagi para penulis, penggemar buku, dan calon penulis muda yang hadir malam kemarin. Acara dimulai dengan sambutan dari Suparman Sopu yang menyampaikan harapannya terhadap generasi penulis muda ini.
Ia menekankan pentingnya penulisan sebagai salah satu sarana untuk menyuarakan pemikiran dan memperkaya kebudayaan lokal.
Dr. Suparman Sopu, seorang akademisi atau guru senior yang telah menelurkan banyak karya tulis dan lagu daerah. Dia membuka sesi pertama dengan topik mengenai pentingnya riset dalam penulisan.
Ia menceritakan pengalaman kreatifnya yang memanjang. Bagaimana riset yang mendalam dapat menghasilkan tulisan atau karya yang berkualitas.
“Menghasilkan tulisan yang baik tidak hanya tentang bagaimana merangkai kata, tetapi juga bagaimana menyajikan fakta yang akurat dan bisa dipertanggungjawabkan,” ujar Dr. Suparman.
Ia juga memberikan tips mengenai teknik riset yang efektif, cara mengolah data, dan pentingnya menjaga integritas dalam penulisan.
Suasana yang amat bersahabat ini juga lebih banyak menyerap rasa ingin tahu peserta tentang hal teknis dan ingin memahami sebuah proses kreatif penulis.
Saya menekankan bahwa tulisan yang baik adalah tulisan yang mampu menyentuh hati pembacanya. Dan buku menjadi hulu amat penting dalam proses kreatif untuk melahirkan buku di muara intelektualisme.
Menulis adalah tentang mengubah ide, deskripsi dan mengembangkan interpretasi. Riset yang dimaksud dalam proses kreatif bagaimana penulis menemukan hal baru, dan tafsir lebih baik mengenai suatu konteks. Perihal ini yang lebih saya tekankan.
Di sisi lain, saya juga menguraikan kekuatan ide yang dimiliki setiap orang. “Sebab setiap orang memiliki pengalaman batin dan empiris yang memikat.”
Mira Pasolong, penulis perempuan yang telah menghasilkan beberapa novel memberikan pandangan dan tantangan serta peluang yang dihadapi oleh penulis perempuan.
“Kita perlu lebih banyak mendengar, karena kita memiliki perspektif unik yang perlu diapresiasi dan didengar,” tegas Mira. Ia juga memberikan motivasi kepada para penulis muda untuk terus berkarya dan tidak ragu mengejar impian mereka dalam dunia kepenulisan.
Sejarawan muda, M. Thamrin menyampaikan pentingnya menghidupkan sejarah melalui tulisan. Pendiri Rumah Baca Imanggawilu Majene ini membahas bagaimana penulisan sejarah yang baik dapat membantu masyarakat lebih memahami dan menghargai warisan budaya lokalnya.
“Sejarah adalah bagian penting dari identitas kita. Dengan menulis sejarah, kita tidak hanya menjaga warisan budaya tetapi untuk terus merawat penalaran. Tetapi ini memerlukan proses kreatif dan kesabaran dalam menulis, misalnya saya melihat bagaimana bang Adi Arwan melewati proses kepenulisannya.” ujar Thamrin.
Peserta yang sebagian besar generasi Z diberi kesempatan untuk mengajukan pandangan mereka tentang dunia buku dan proses kreatif. Beragam hal yang diajukan, semisal teknik kepenulisan, cara mencari inspirasi, hingga tantangan yang dihadapi dalam proses penulisan dan pasca penerbitan.
Seorang penulis atau kreator muda Rosida bertanya tentang bagaimana cara mengatasi writer’s block. Saya meresponsnya bahwa writer’s block dialami semua penulis. Ini tantangan yang mesti dikelola menjadi peluang gagasan.
Suparman, Mira dan Thamrin pun menyarankan agar penulis muda menulis dengan bebas tanpa dibebani target perpect yang justru akan membebani. Intinya menulis merupakan proses yang membutuhkan ketekunan dan dedikasi.
Selasa malam, saat gerimis mulai reda diskusi melingkar ini disudahi. Saya pulang meninggalkan teras Manakarra Klub Buku saat hujan tak lagi deras. Menggeber motor menuju ke barat.
Anak-anak muda saat ini harus lebih haus buku agar lebih pandai menulis. Semaju-majunya media sosial urusan kompetensi diksi tetap nomor satu. Setiap status atau konten di akun medsos maujud napas kecerdasan orang per orang.
Jadi menulislah sejak dini. Sebab masa depan kepenulisan harus dijalani, jangan duduk menunggu… (*)