Belajar dari Perpustakaan Bait Al-Hikmah (Bagian Dua)

Belajar dari Perpustakaan Bait Al-Hikmah

KEDUA: PUSAT PERTEMUAN BAHASA DAN BUDAYA.
Salah satu peran utama Bait al-Hikmah adalah terdapatnya bidang yang menangani khusus penerjemahan manuskrip, bahkan ada yang ditugaskan untuk mencari manuskrip dari berbagai wilayah.

Bait al-Hikmah paling aktif melakukan penerjemahan dari berbagai bahasa, penerjemahan dari bahasa Yunani, Hindi (India), Aram (Semitik), Suryani (Suriah), China, Ibrani, Latin, dan Persia. Gerakan penerjemahan di Bait al-Hikmah ini ikut memicu percampuran budaya dari berbagai belahan dunia.

Dilansir dari Muslim Heritage, para penerjemah banyak didatangkan dari kalangan sarjana Kristen Suriah, Kristen Nestorian, Yahudi, Persia dan India. Karya-karya yang diterjemahkan pada umumnya adalah karya filosof Yunani seperti, Phyatagoras, Plato, Aristoteles, Hippocrates, Dioscorides, Euclid, Plotinus dan Galen. Ada juga karya-karya Ilmuan India seperti Arybhata, Brahmagupta, Charaka, dan Sushruta.

KETIGA: PERGURUAN TINGGI. Bait al-Hikmah tidak hanya berfungsi sebagai perpustakaan tetapi juga sebagai pusat kegiatan belajar mengajar. Khalifah Ma’mun menjadikannya sebagai akademi pertama yang dikepalai oleh Yahya ibn Musawaih sebagai ketua kedua akademi yang berlokasi di Baghdad, hingga akhirnya Bait al-Hikmah berkembang menjadi Perguruan Tinggi yang kemudian membuka beberapa jurusan.

Bait al-Hikmah dimasanya tidak hanya menerjemahkan buku-buku luar, tetapi para ilmuwan Bait al-Hikmah melakukan penelitian yang dibiayai oleh khalifah yang kemudian disimpan sebagai koleksi perpustakaan.

Dalam konteks Indonesia, sebaiknya pengelolaan perpustakaan dapat merujuk pada pengelolaan Perpustakaan Bait al-Hikmah, yang memiliki peran yang luar biasa. Perpustakaan tidak hanya dijadikan tempat menyimpan buku, tapi sebagai pusat riset, pusat kebudayaan dan lain-lain. Dengan demikian keberadaan perpustakaan dapat menjadi pusat perkembangan ilmu pengetahuan.

#Disadur dari berbagai sumber.