‘Basri and Salma in A Never-Ending Comedy’, Pintu Film Daerah ke Kancah Internasional

Arham menyebut tantangan terbesar dalam dunia film adalah dia merasa frame film menjadi kecil, karena dia sebelumnya banyak menggunakan panggung teater.

“Tantangan terbesarnya bagi saya itu framenya menjadi lebih kecil, karena dulu sudah terbiasa dengan panggung teater yang punya gerak besar jadi harus dikecilkan semuanya, termasuk mimik, gerak tubuh, dan menjadi lebih banyak detail-detail kecil yang akan ditangkap kamera,” ujarnya.

Ditanya soal kesan setelah mengikuti festival film terbesar itu menurutnya dia banyak bertemu dan berdiskusi dengan beberapa sutradara serta produser hebat dari seluruh dunia.

“Kesannya itu karena kita bisa ketemu sutradara dan produser hebat dari seluruh dunia, termasuk aktor dan aktris hebat meskipun beberapa cuma bisa diliat saja dari jauh kalau sementara jalan di redcarpet,” jelas Arham.

Untuk membuat film di Polewali Mandar menurut Arham masih terbilang susah. Dia menyebut susah sekali cari sponsor. “Sewa alat mahal, bayar pemeran dan crew mahal, apalagi sumberdayanya Polman masih terbatas sekali. Sumberdaya ada, tapi yang mengerti produksi film sangat kurang.”

Menurutnya, kalau ada workshop film di Polman, kemudian ada beberapa crew film hebat yang tergabung dalam workshop. Hasil workshop itu bisa dapat pengalaman dan pembelajaran lebih dari melihat langsung.

“Jadi produksi filmnya sudah bisa mi secara mandiri,” sebut Arham.

Sepulang dari Prancis dia berharap bisa berupaya untuk produksi film di Polman bersama teman-temannya yang punya kegelisahan sama seperti Muhammad Fajrin dan Caco.