‘Basri and Salma in A Never-Ending Comedy’, Pintu Film Daerah ke Kancah Internasional

“Awalnya cuma coba-coba saja ikut casting karena secara pribadi saya suka seni peran, setelah diterima dan ikut, saya temukan hal lain di film karena frame kita dibatasi oleh kamera, beda dengan teater yang ruangnya cukup besar sehingga bisa eksplorasi dengan gerak tubuh bisa lebih besar,” kisah Arham kepada mandarnesia.com, Selasa, 30 Mei 2023.

Arham menjadi pemeran utama pria dalam film tersebut dan menjadi saksi akan perhelatan bergengsi film dunia Festival Film Cannes yang telah memasuki bilangan yang ke-76 menyebut bahwa selera film orang berbeda-beda.

“Rata-rata film yang lolos itu menggambarkan fenomena sosial yang terjadi, mulai dari fenomena keluarga dan remaja yang masih tinggal dengan orang tua, child free, sampai ke fenomena hewan juga,” jelas Arham yang pernah jadi santri di Pondok Pesantren Modern Al-Ikhlash, Lampoko, Campalagian, Polewali Mandar.

Arham juga menyebut bahwa ini bisa jadi pintu yang lebih besar untuk industri film Indonesia, terutama bagi sineas dari daerah.

“Film Basri dan Salma ini betul-betul murni crewnya dari Makassar, saya merasa kalau industri film terlalu terfokus di Jakarta. Jadi di daerah-daerah kecil cukup sulit memproduksi film apalagi sumberdaya manusianya memang kurang, jadi satu-satunya cara kalau kita mau tergabung dalam produksi film, harus merantau,” sebutnya.

“Saya berharap sebenarnya untuk pembuatan film bisa didukung penuh oleh pemerintah, apalagi di Polewali Mandar ini susah sekali produksi film, tidak ada yang berani jadi sponsor. Karena memproduksi film memang terbilang mahal,” harap Arham, yang sepulang dari Prancis masih harus tinggal di Jakarta untuk beberapa urusan.