Anggaran BPJS Pemicu Tingginya Penyakit Kusta di Sulbar

MAMUJU, Mandarnesia.com — Kasus penderita penyakit kusta di Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) tahun 2018 mengalami peningkatan.

Dinas Kesehatan (Dinkes) Sulbar mencatat, jumlah kasus terdaftar dan berobat 226 orang. Kasus kusta kering atau Pausi Basiler (PB) sebanyak 24 orang.

Sementara kusta basah atau Multi Basiler (MB) 202. Jumlah kasus baru 180, PB 32, dan MB 148 orang.

Kadis Kesehatan Sulbar dr. Ahmad Azis mengatakan, jumlah tersebut mengalami pergeseran pada umur penderita. Tahun 2018 penyakit kusta sudah di temukan pada umur SD dan SMP. Olehnya itu, ia menilai, akan berbahaya dikarenakan tingkat penularannya berlangsung lama.

“Program kita sebenarnya tidak mampu sampai kepada sasaran. Ya, itu tadi bahwa anggaran kita sekarang lebih banyak ke BPJS ketimbang dengan urusan yang sifatnya harus kegiatan dan program,” kata Ahmad Azis kepada sejumlah wartawan di pelataran Kantor Dispenda Sulbar, Senin (28/1/2019).

Penderita penyakit kusta tahun 2018 di temukan pada 12 anak yang berusia kelas III hingga kelas V SD. Sementara penderita kusta yang masih duduk di bangku TK berjumlah 9 orang dengan proporsi penderita perempuan 41 persen.

Ia juga mengatakan, pembebanan anggaran di provinsi dan kabupaten lebih banyak lari kepada penguatan BPJS, menjadi kendala penurunan angka tersebut.

Dinkes memetakan, penderita penyakit kusta berada di Kabupaten Mamuju di Puskesmas Binanga, Rangas, Tappalang, Botteng, Bambu, Beru-beru, Tommo, Campaloga, Topore, dan Keang.

Kabupaten Majene berada di Puskesmas Lembang, Totoli, Pamboang, Sendana, Banggae, dan Malunda.

Kabupaten Pasangkayu, di Puskesmas Pasangkayu, Bambalamotu, Bambaira, Baras, Sarudu, dan Martajaya. Sedangkan Mamuju Tengah, Puskesmas Topoyo, Tobadak, Babana, Karossa, Salupangkang.

Untuk Polewali Mandar, Dinkes Sulbar mencatat hampir terjadi di semua puskesmas kecuali Bulo, Tutar, dan Matangnga.

Bukan hanya penyakit kusta, penyakit TB dan hipertensi juga tercatat naik di tahun 2018.

“Ini kan program dari kegiatan kurang maksimal menjangkau. Jadi seharusnya kita melakukan perubahan paradigma melalui perubahan perilaku. Jadi pengetahuannya sekarang banyak berkembang, tapi tidak dilaksanakan. Harus pengetahuannya bagus kemudian bagaimana pengetahuan bisa mengaplikasikan dalam bentuk tindakan dan sikap,” jelasnya.

“Seperti itu contohnya, kan mereka tahu bahwa demam berdarah itu bahaya, tetapi apa yang harus dilakukan supaya tidak kena demam berdarah? Itu tidak sampai di situ. Sikapnya lagi dia tidak membersihkan seharusnya terjadi pemberdayaan seperti itu. Ini yang memang perlu solusi,” sambungnya.

Reporter: Sudirman Syarif