Cerpen: Sherly, Mahasiswa Unasman
Ekhem,
SENGAJA aku memulai cerita ini dengan deheman, sekedar untuk melepas rasa kaku. Sengaja pula kupilih judul tersebut. Pun dengan gaya penulisannya. Cerita ini hanya sekedar sebuah susunan kata yang kuubah menjadi kalimat kemudian menjadi paragraf, kalau singkatnya ini hanya Cerpen biasa. Bukan cerita yang special terkesan biasa saja. Tak tahu cerita ini akan berakhir diparagraf yang keberapa. Aku tak ingin mengira. Ini hanya berisi tentang sedikit kisahku, jikalaupun terbaca kalian tak sudi aku tak mengapa. Syukur-syukur jika kalian menengok judulnya saja, itu akan mendatangkan bahagia untukku.
Sebelumnya izinkan aku untuk menyebut diri. Namaku Sherly. Tanpa embel-embel dibelakangnya. Usul namakupun ingin kuceritai sedikit. Namaku dibuat oleh saudariku sendiri, singkatnya dia mengambil nama peran dalam film dulu, akupun tak tahu pasti film apa, aku hanya tau singkatnya seperti itu. Atau mungkin terlupa aku akan ceritanya. Aku memang seperti itu mudah lupa, sekali ingat sesuatu yang tak penting.
Aku sudahi perkenalan diri diatas. Lagi-lagi jika kalian bosan atau jika ini memang tak terbaca dan berada disudut ruang terlupa. Tak apa aku akan tetap melanjutkan, setidaknya ini untuk diriku sendiri. Demi aku sendiri!. Ini masih kalimat pengantar tapi memakan banyak kata. Sebenarnya aku sendiri tak tahu akan kumulai dengan apa cerita ini. Biarkan aku berfikir sejenak, terlalu banyak yang ingin kutulis disini. Cerita akan kumulai diparagraf selanjutnya.
Baik, aku akan memulai dengan cerita rasa. Akhir-akhir ini sering aku rasai tentang kegelisan. Membuat dadaku nyeri. Datangnya tak terduga, aku merasa tercekik akannya. Tau aku, ini berlebihan tapi itulah rasanya. Yang ku tahu, saat gelisahku datang, aku takut. Tak ada tempat yang bisa ku ceritai, atau mungkin aku tak tahu kemana akan aku untuk bercerita, atau mungkin saja aku terlalu malas untuk sekedar ditanyai mengapa?. Dan ini kesempatanku untuk bercerita bukan? Tak akan ada yang bertanya mengapa. Bahkan saat kata ini kususunpun, kujampai degupan jantungku yang mencekik.
Kemudian setelahnya aku menemukan jawaban akan gelisahku ini. Aku takut tertinggal meski aku sendiri yang berhenti ditempat. Hatiku serasa kosong ketika tak kutemui dia. Tak ingin aku sebut namanya. Aku malu. Aku merasa perasaan ini tak seharusnya ada. Bukan, jangan salah sangka ini bukan cinta seperti itu. Atau aku terlalu berlebihan jika kukatai cinta. Ini hanya kisah pertemanan yang kiranya tak perlu dipermasalahkan. Tapi tidak, bagiku memang begitu. Aku tak pandai dalam berteman? Atau bisa dibilang aku takut berteman?? Aku sendiripun bingung ingin kukatai bagaimana. Hanya saja aku terlalu takut untuk percaya.
Ini semua bukan tanpa sebab, tapi bukan juga sesuatu yang jarang terjadi. Mungkin saja semua pernah mengalami, bahkan kalianpun mungkin pernah dan aku berlebihan dalam menanggapi. Aku ingin sedikit bertanya meski aku tahu jawaban kalian tak akan pernah ku ketahui. Pernah kalian terkucil dalam pertemanan sendiri? Kalian dilingkari oleh bulian yang kalian sendiri tak tahu apa letak perkaranya?? Tahu kalian rasanya terbuli diantara kawanan sendiri??
Hehehe, aku tertawa jika mengingat-ingat, meski aku tak tau ingatan ini nyata atau sekedar hanya imajinasi semata, aku serasa tak tahu memilah antara imajinasi dan nyata dalam bayang otakku. Aku hanya teringat rasa sakit terbuli. Ku beri tahu, saat kecil dulu aku masuk jajaran anak-anak yang tinggi, sehingga kemungkinan terpilih untuk menjadi barisan terdepan saat berkegiatan menjadi begitu mudah bagiku. Tapi andai mereka tahu, aku sendiripun tak ingin berlelah-lelah diri berpanas-panasan. Aku ingin menjadi pendek saja, bahkan hingga kini harapku masih terapal. Alasan aku tak ingin berkegiatan apapun sampai sekarang. Masih ingat betul aku siapa yang paling membuliku. Hahaha, lagi-lagi tertawa mengingatnya. Ini ingatan membekas dalam memoriku hingga kini.
Bagi mereka mungkin aku ini anak yang aneh, alih-alih dekat dengan wanita aku lebih memilih berkawan pria. Tak banyak, hanya beberapa saja. Tapi sekedar teman semata karena sekarang aku hilang kontak.
Dimasa remaja, atau bisa dibilang masa SMP. Bagiku semua berjalan mulus selama 3 tahun sekolah. Tak ada hambatan sama sekali, yah meski kadang-kadang aku tetap saja emosi melihan teman sekelas yang tak ingin bekerja sama saat tugas kelompok terbagi. Yah, hanya itu perkara yang terjadi selebihnya tak ada yang perlu dikhawatirkan. Bagiku masa-masa SMP yang terbaik alih-alih masa SMA. Ah sebenarnya ada kisah yang ingin kucerita dimasa SMP ini. Kisah konyol bagiku, momen tak terlupa untukku. Saat itu aku teringat, saat waktu istirahat kiranya atau mungkin juga saat jam kosong di kelasku. Aku berjalan bertiga dengan temanku, jalan menuju kantin sekedar duduk disamping kelas lain. Kelas kami sedikit maju lagi, paling ujung dekat perpustakaan. Tau kalian apa yang terjadi? Diantara kantin dan kelas yang kami singgahi untuk duduk itu ada satu perantara, sebuah toilet kosong yang katanya angker. Taukan setiap bangunan sekolah akan dikatai tempat angker. Kulanjut lagi kekisah konyol jika yang horror kulanjut aku tak akan bisa memejamkan mataku untuk tidur nanti. Aku penakut, aku akui. Dibangunan itu ada seorang lagi, sekarang akan kuhitung menjadi berempat. Dia pria, memegang ranting kayu. Tau kalian apa yang diatakannya kepada kami bertiga?? Jadi ini akan aku cerita
“hey, kalian. Jika aku melempar kayu ini, dan salah satu dari kalian terkena. Aku pastikan kalian akan berteriak ‘aaaaa’ dengan nyaring”
Kiranya seperti itu perkataan teman priaku itu. Aku tahu itu cuma candaan, mana mungkin temanku itu tega melempar untuk mengenai kami. Tapi ternnyata salah. Dia tidak melempar untuk mengenai kami langsung, hanya saja, posisiku salah. Saat itu aku duduk didepan tembok kelas, jadi lemparan kayu itu memantul mengenai tepat dikepalaku. Tau kalian apa yang terjadi?? Hahahaha entah ini patut untuk aku tertawakan atau tidak. Aku tidak berteriak ‘aaaa’ seperti katanya tadi. Entah karena terlalu sakit sehingga aku tak mampu bersuara atau memang aku seakan menahan teriakan untuk mematahkan asumsinya. Jika mengingat ini aku selalu ingin menyeburkan tawa. Alih-alih marah aku malah terbahak, seolah tersadar aku tak perlu terlalu takut akan pertemanan. Aku mencintai masa SMP yang kupunya.
Kisah SMPku yang lain ingin kuceritakan juga, salah satunya waktu pertama kali aku bolos karena merasa kesal pada guruku saat itu. Bukan tanpa sebab, aku tak tahu ini salahku atau guruku yang terlalu ringan tangan. Saat itu kelas dalam kondisi bising, sedang aku ingin meminjam tip X teman. Karena tak ingin menambah kebisingan aku berjalan saja kemeja teman yang punya tip X. Pada dasarnya temanku tak ingin diatur tetap membuat keributan, alhasil guruku murka, tiba-tiba berdiri membawa pegangan sekop, memukul teman yang terjangkau dan aku salah satunya. Tau aku itu cuma plastik lunak, tapi tetap saja sakit jika dipakai memukul. Aku yang memang lumayan berkulit putih tentu saja pukulannya mencetak merah. Saat mulai itu aku benci guru PKNku itu, sampai setiap pelajarannya aku membolos. Datang untuk sekedar absen, setelah 10 menit kabur kekantin. Astagfirullah, jika mengingat itu aku malu. Maafkan aku Ibu Dahlia, semoga tenang di alam sana.
Sebenarnya banyak yang ingin ku ceritakan, aku terlalu suka mengenang masa SMPku. Masa terbahagia, tanpa beban sama sekali. Terpaksa aku akhiri kisah SMP ini.
Aku melanjutkan sekolahku di SMK. Ingin tahu kalian alasan aku masuk SMK ini? Eheheh, aku menyukai setelan hitam putihnya, tapi mirisnya saat angkatanku sudah tak boleh dipakai. Aku mendapatkan setelan putih abu seperti anak SMA. Tak seru.
Tapi bukan itu yang ingin aku ceritakan, alasan tak ingin berteman lagi-lagi terjadi di Sekeloh Menengah Kejuruan ini. Aku tak tahu ada apa dengan diriku, tapi selalu saja banyak yang membenci. Tak tahu aku tentang permasalahan apa lagi. Seolah aku mempunyai radar untuk dihindari. Awal sekolah tak terjadi apa-apa. Semua berjalan lancar. Sampai aku berkawanpun tak ada sakit. Hingga suatu hari. Kesakitan itu tiba lebih sakit dibanding aku dibuli di SD dulu. Kalian tahukan kalau SMK pasti akan ada masa PKL (Praktek Kerja Lapangan)? Semasa itu aku jauh dari orang tua, sewa kos untuk berempat, aku kedua kakakku dan satu temanku. Semua berjalan lancar kiraku. Mungkin saja teman ku iri saat aku lebih popular disosmed. Setiap aku upload apapun banjir komen dan like bahkan menyentuh angka 100 lebih. Menyampai angka like sebanyak itu sesuatu kesombongan dimasa dulu. Konyol memang. Alasan tak masuk akal untuk dicemburui.
Kalau mengingat kisah ini aku tak kuasa menahan tangis. Selalu ingin tumpah rauh, menganak pinak, membanjiri pipi. Lagi-lagi berlebihan? Aku tak perduli, aku tak sekuat kalian bung!!. Tahu kalian rasanya difitnah didepan kakak sendiri? Tentu saja dibelakangku dia bercerita tidak-tidak. Tahu aku, tahu sekali, aku lebih suka bersemayam didunia facebook. Perhatian yang kuteterima lebih kusukai didalam sosmed ini. Aku tak perlu bertemu langsung dengaan mereka, hanya bermanis tulis bukan bermanis muka. Tapi ternyata ini menjadi boomerang bagi dunia nyataku. Semua sosmed aku punya, Facebook, Line, WhatsApp, dan BBM. Kuaktifkan kecuali Line. Yang paling kusukai tentu saja Facebook, temanku bayakan disana, gampang untuk menarik simpati.
Tapi berkat Facebook ini aku tak lagi mempunyai teman secara nyata. Ah bukan tak punya hanya saja aku meragu lagi, khususnya pada teman yang semeja denganku dimasa SMK ini. Aku tak tahu apa yang diceritakannya. Tapi saat itu kondisi seolah aku mengiyakan fitnahannya. Aku sedang bertelponan dengan salah satu teman sosmed dan kepergok salah satu tempat ‘dia’ untuk membuang fitnah. Pantas saja aku dilihat tak enak saat itu. Aku memang tak peka akan keadaan.
Hari terus berlanjut fitnah tak pernah ku ketahui, aku masih sama. Ah aku lupa bercerita, aku ini didunia nyata bermulut pedis sadis, mungkin pernah ‘dia’ merasa sakit hati akan ucapanku sehingga menumpuk dan memupuk kebencian padaku. Ah sial, kepalaku sakit jika mengingat ini. Ini bahkan belum kuceritakan tentang fitnahan apa yang dia beri. Sangaja aku tak ingin cerita banyak. Yang ku tahu andai kakakku tak suka bertanya untuk mendapat kepastian, mungkin sampai saat ini aku akan dipandang jelek oleh ayah, ibu, dan kedua kakakku. Tapi sesungguhnya kebohongan apa yang ‘dia’ katakan aku tak tahu pasti. Tahu-tahu ayahku berkata dengan raut kecewa.
“Nak, bapak tahu kamu sudah bukan kanak-kanak lagi. Jadi bapak mohon jika ingin bertemu dengan seorang pria bertemulah ditempat yang sopan, datang bertamu perkenalkan baik-baik, jika boleh. Ijinkan bapak bertemu barang sekali”
“tidak pak, aku tak pernah bertemu siapun. Setiap pulang langsung kerumah tidak pernah singgah kemanapun”.
Ah, sampai disini aku sudah tahu duduk perkaranya, pantas saja kakakku bertanya perihal bertemu dengan pria. Sedang aku disiang hari memilih dirumah daripada berpanas terik hingga kulit memerah, sedang aku dimalam hari memilih bergelung didalam selimut menghalau dingin. Ternyata ‘dia’ berkata aku akan bertemu seorang pria sebelum pulang dari tempat PKL ke kosan. Hahahahaha, tahu kalian dipaksa tertawa diantra luka? Hatiku koyak, ‘dia’ yang kukira teman nyaris seperti kakakku sendiri, ternyata sedendam itu padaku. Tak ada perminta maafan formal diantara kami. Hanya ada sebait ungkapan maaf melalui messenger yang aku abaikan dari ‘dia’. Hingga saat ini Facebookku tak lagi aku aktifkan setelah semua kenangan kuhapus dari beranda. Tidak ada lagi Sherly dan semua status mencari perhatiannya, hanya ada Sherly yang akan terlupa esoknya dengan mudah.
Aku tak ingin bercerita banyak mengenai ini, cuma sebuah cerita lama harusnya sudah terlupa seperti yang sudah-sudah. Aku tak ingin kembali benci menguasai. Tentu kisah ini tak kusimpan sendiri. Tentu akupun mempunyai satu teman cerita. Seorang yang ku sebut dia yang tak kutemukan lagi. Satu-satunya yang kupuya tak mendengar suaraku, tak mendengara cerita-ceritaku lagi. Menyisakan gelisah, sesak, dan terguncang. Aku merasa sendiri diantara ramai lagi. Aku tahu aku berlebihan untuk kesekian kalinya. Aku tak akan mengelak jika kalian ingin mencibir.
Kemudian kutemui kata yang menamparku, dia tak hilang. Hanya aku saja yang tak paham urusannya. Harusnya aku sadar dia tak hanya perputaran disekitarku saja. Aku pahami sekarang, akupun juga harus berkawan. Tak melulu tentang dia aku harus punya yang lain. Dan aku menemukan yang ku katai mereka. Sekarang aku temui kata bahagia. Dan aku tak sendiri. Tak bergantung lagi pada seseorang yang kusebut dia.
Disini aku akan mengakhiri cerita ini. Cerita yang kalian mungkin katakan tak ada kejelasan. Sengaja aku tulis abstrak. Karena sejatinya akupun tak tahu pasti apa yang sudah aku ceritakan. Silahkan katai tulisan ini. Biarlah aku tak butuh omongan kalian untuk aku dengar, sedari awal aku hanya ingin bercerita tentang rasa gelisahku. Kegelisahan tentang pertemanan. Ada tidaknya keinginan terbaca itu urusan kalian. Ah iya, sedikit aku ceritakan lagi. Ingat judul cerita ini? Aku (bukan) Pemalu. Jangan terlalu percaya akan cerita-cerita diatas, tidakkah kalian curiga dengan gaya miring dikata Aku?, ini semua bisa saja cerita imajinasi semata, bukan semata-mata itu adalah ceritaku sendiri. Tidakkah kalian merasa kata (bukan) ini semakin menimbulkan kecurigaan? Bukan, aku bukan ingin menipu, aku hanya tak ingin kalian terlalu percaya akan ceritaku. Sedari awal aku hanya ingin meluapkan rasa yang tak ingin ditanggapi oleh reaksi apapun. Tapi tenang saja kata pemalu. yang sengaja kutebalkan dengan titik setelahnya. Aku hanya ingin menegaskan jika kalian membaca semua semua keseluran kata judul tersebut. Aku bukan pemalu hanya saja aku peragu ulung. Bahkan untuk diri sendiripun kuragui.
Mulai dari sini aku akan mengakhiri. Terimakasih untuk waktu yang mengizinkan aku untuk bercerita. Terimakasih untuk kertas yang ingin menjadi perantara aksara yang kurangkai. Dan juga terimakasih untuk diriku sendiri. Kemudian, terimakasih untuk kalian yang sampai akhir sudah menemani. Satu kata pengakhir. Berteman dengan diri sendiri dahulu sebelum memulai berkawan. Sekian….,
Meski akupun masih mempertanyakan dalam kerguan tentang diri sendiri.
Harapku agar kalian bahagia selalu, aku akhiri cerita ini tepat pukul 00:00. Sampai jumpa dilain hari :).