Oleh Sudirman Syarif
LELAKI berkacamata itu duduk di kursi hitam dengan kemeja putih yang ia lipat setengah lengan. Saat menemui di ruang kerjanya, wajahnya tampak sumringah. Di ujung jari masih terselip pulpen putih yang berpenutup hijau muda.
Saya tiba sesaat setelah tamu terakhir yang telah lama antre masuk ke dalam ruangannya. “Mau bertemu siapa? Sebenarnya ini sudah mau istirahat,” pertanyaan dan penjelasan itu saya terima dari seorang ajudan yang berada di pintu lantai dua kantor itu.
Tak membalas dan memilih duduk di sofa berwarna cokelat. Dari jauh saya lihat ajudan itu mengambil daftar hadir dan menanyakan nama dan tujuan saya ingin bertemu dengan pimpinannya.
“Apa kabar?” Kalimat itu menyapa telinga saya saat pintu aluminium berlapis kaca itu melewati separuh wajah saya, sebelum benar-benar sepenuhnya tergeser.
Saya hanya merapikan baju dan menjawab, “baik.” Gawai berupa alat perekam dan kamera saya keluarkan dari dalam tas.
Orang penting di Pemerintah Kabupaten yang menjadi wajah Sulbar ini memang dikenal santai dan komunikatif kepada rakyatnya, termasuk kepada wartawan.
Jika mengingat-ingat, ini kali pertama saya melakukan wawancara di ruangannya, memang tak terhitung lagi, telah beberapa kali mewawancarainya di luar.
“Saya maju dengan Habsi Wahid (di Pilkada Mamuju) atas support dan dukungan orang tua (Almalik Pababari) dan mertua (Aras Tammauni)” kata Wakil Bupati Mamuju Irwan S Pababari kaitan dukungan orang tua dan mertuanya dalam pilkada Mamuju 2020, Rabu (8/1/2020).
Meskipun begitu, nama besar keduanya menurutnya bukan sebuah indikator atau sebuah hal utama untuk menjadi bupati dan wakil bupati. Karena tepatnya dari diri sendiri, mau atau mampu.
“Kita mau dan seterusnya. Kalau persoalannya saya anak Almalik Pababari bukan sebuah jaminan. Kecuali kalau beliau (Almalik) yang anda pilih, silahkan saja,” ungkapnya yang sesekali mengubah gaya duduk, menyandarkan badan hingga membungkukkannya ke depan.
Wawancara saya dengannya diselingi dengan kelakar yang disebutnya merasa grogi jika di foto saat sedang wawancara di hadapan wartawan.
“Ah, saya grogi kalau difoto sambil bicara,” kelakarnya saat saya mencoba mengambil gambar dengan mimik yang pas saat dirinya sedang berbicara.
“Kalau restu iya, support iya, nasihat iya, pengalaman beliau iya, hal-hal lain, oke iya. Tetapi yang Bupati Habsi yang wlWakil Irwan. Bukan beliau (Almalik dan Aras). Kalau itu terjadi saya bukan bagian pemimpin yang sebetulnya. Karena saya memiliki remote di luar,” sambungnya.
Wawancara berlangsung sekitar enam menit, ia terus saja menjawab dengan lugas setiap pertanyaan yang saya ajukan. “Saya pemimpin, bagaimana membawa Mamuju lebih baik, bagaimana membangun masyarakat agar bisa sejahtera. Saya berdiri sendiri karena kapasitas dan kemampuan saya.”
“Keberhasilan saya tidak terlepas dari lingkup keluarga kita. Anak, dan orang tua sesuatu yang harus, ketika kita bicara sosial kemasyarakatan. Tetapi kepemimpinan bukan modal itu. Kita menjadi seorang pemimpin harus punya visi yang jelas, konsep yang jelas, harus mampu membawa suasana masyarakat yang lebih baik dari pada hari sebelumnya,” tuturnya.
Wawancara itu berakhir pada saat jarum jam yang terpasang simetris di ujung ubun kepalanya menunjuk angka 16.25 Wita “Pemimpin harus bisa mendesain daerah ini dengan baik dengan segala bentuk tantangannya. Seorang pemimpin harus punya mimpi besar, bukan bapaknya yang memiliki cita-cita besar, kemudian anaknya jadi pemimpin, tidak cocok.”