2020, BUMDES Mau Kemana? Ajbar : Desa Butuh BUMDES Berbasis Potensi

Reporter : Sudirman Syarief

Jakarta, mandarnesia.com- Desa adalah afirmasi pasal 18b ayat (2) UUD NKRI tahun 1945 untuk negara mengakui dan menghormati sebagai kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya. Desa menjadi bagian dari otonom terkecil yang ada di Indonesia.

Bertempat di Ruang Rapat PPUU kantor DPD RI, Rabu (15/01) dilaksanakan RDPU dengan menghadirkan narasumber dr IPB yaitu Dr. Sofyan Sjaf dengan makalah BUMDES dalam Perspektif Ekonomi Politik “Meretas Masalah Menuju Konsolidasi Ekonomi Pedesaan”. Juga Bapak Sukasmanto, MSi, peneliti Institite of Research Empowerment (IRE) Yogyakarta.

Rapat dengar pendapat tersebut dipimpin langsung oleh Ajbar, Anggota DPD Dapil Sulawesi Barat sekaligus sebagai Wakil Ketua Panitia Perancang UU juga sebagai Anggota Komite IV DPD-RI.

“Rapat dengan Pendapat Umum di Panitia Perancang UU DPD RI ini diharapkan menghasilkan pengayaan tersebut dalam menambah kesempurnaan pendalaman gagasan dalam mewujudkan lahirnya Rancangan UU tentang Badan Usaha Milik Desa”Ungkap Ajbar melalui WhatsApp.

Kehadiran BUMDES merupakan model pengembangan pemberdayaan masyarakat desa sebagai ikhtiar untuk menciptakan kemandirian ekonomi di desa. Ini berdasar pada peraturan pemerintah dan peraturan perundang-undangan.

“Peraturan BUMDES yang sudah ada dipandang masih terlihat sebagai kebijakan yang umum dan tidak spesifik. Penanganan BUMDes tidak juga dipisahkan berdasarkan tipologi dan terlihat seragam dengan hanya memberikan fasilitator saja. Padahal BUMDES menjadi peluang sekaligus bisa menjadi bumerang jika tdk dikelola dengan baik” Ungkap Ajbar, Wakil Ketua Panitia Perancang UU di DPD-RI.

Pemerintah pusat untuk Tahun 2015 – 2020 telah menganggarkan  dana desa sebanyak Rp. 329,8 Trilliun. Untuk BUMDES data saat ini ada sekitar 61persen desa telah memiliki BUMDES atau telah terbentuk sekitar 45.549 unit BUMDES.

Masalah kelembagaan BUMDES yang tidak berbadan hukum dan hanya berstatus sebagai badan usaha menjadi kontraproduktif dengan pengarusutamaan dalam mewujudkan kemandirian dan otonomi desa. BUMDES dengan model musyawarah mufakat warga desa sebagai pemegang saham akan berbenturan dengan unit-unit usaha di bawahnya yang bebadan hukum. Pengaturan Bumdesa masih tidak menyentuh isu-isu yang menjadi permasalahan implementasi seperti pengelolaan dan penatausahaan keuangan dana desa maupun BUMDES. Cakupan bidang usaha yang dikelola Bumdesa seolah masih seperti trial and error

“Kehadiran UU ini diharapkan melahirkan kepastian hukum bagi eksistensi  BUMDES sehingga melahirkan BUMDES berbasiS potensi, terutama pada sektor AGRO-MARITIM” Tutup Ajbar.