Oleh Sudirman Syarif
MENARIK untuk disimak. Kedatangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Provinsi Sulawesi Barat, selain untuk melakukan rapat integrasi, juga meninggalkan bubuhan tanda tangan pimpinan pemerintah di tingkat provinsi dan kabupaten.
Acara yang dilaksanakan di aula lantai empat kantor Gubernur Sulbar, Rabu (11/4/2018) tersebut menjadi pertaruhan komitmen melawan korupsi bagi Gubernur, DPRD provinsi, Bupati, dan pimpinan DPRD kabupaten.
Petisi tersebut menegaskan pemerintah provinsi dan kabupaten berkomitmen mendukung KPK dalam pemberantasan korupsi secara terintegrasi. Termasuk dukungan terwujudnya tata kelola yang bersih, bebas dari KKN dengan 10 poin tuntutan. Yakni sebagai berikut:
1. Melaksanakan proses perencanaan anggaran yang mengakomodir kepentingan publik, bebas intervensi pihak luar melalui implementasi e-planning dan e-budgeting.
2. Melaksanakan pengadaan barang dan jasa berbasis elektronik termasuk pendirian Unit Layanan Pengadaan (ULP) mandiri dan penggunaan e-procurement dan LPSE.
3.Melaksanakan pelayanan terpadu satu pintu dan proses penerbitan penerbitan perijinan pengelolaan Sumber Daya Alam (SDM) yang terbuka.
4.Melaksanakan tata kelola dana desa termasuk pemanfaatan yang efektif dan akuntabel.
5.Melaksanakan penguatan APIP dan gerakan menilai resiko sebagai bagian dari implementasi SPIP.
6.Memperkuat sitem integritas pemerintah melalui melalui pembentukan komitmen integritas, pengembalian gratifikasi dan pelaporan LKHPN.
7. Membangun sinergitas dan partisipatif seluruh komponen masyarakat terhadap penguatan tata kelola pemerintah.
8. Melakukan perbaikan pengelolaan SDM, dan penerapan tunjangan perbaikan pendapatan.
9. Melakukan perbaikan manajemen aset daerah dan optimalisasi pendapatan asli daerah dengan didukung sitem, prosedur, dan aplikasi yang transparan dan akuntabel.
10. Melaksanakan rencana aksi dalam program pencegahan dan penindakan korupsi terintegrasi secara konsisten dan berkelanjutan.
Ali Baal Masdar (ABM) sebagai pemimpin pertama yang membubuhkan tanda tanggan
Disusul Ketua DPRD Sulbar Amalia Fitri Aras, Pjs Bupati Polman Amujid bersama Ketua DPRD Polman, Fariduddin Wahid.
Bupati Majene Fahmi Massiara bersama Ketua DPRD Majene Darmansyah, Pjs Bupati Mamasa Bonggalangi bersama Ketua DPRD Mamasa Muhammadiyah Mansur, Bupati Pasangkayu H. Agus Ambo Djiwa bersama Ketua DPRD Pasangkayu H. Lukman Said.
Lalu Bupati Mamuju Tengah H. Aras Tammauni bersama Ketua DPRD Mateng H. Arsal Aras. Sementara Bupati Mamuju Habsi Wahid tidak hadir. Yang bertanda tangan hanya Ketua DPRD Mamuju Suraidah Suhardi.
Dalam konferensi pers sebelumnya, kepada mandarnesia.com Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyampaikan, praktek korupsi bergantung terhadap sistem pengendalian pemerintah setempat.
“Semakin lemah pengawasan, semakin besar potensi terjadinya praktek korupsi,” jelasnya.
Mantan Hakim Tipikor yang kerap menyatakan dissenting opinion atau pendapat berbeda dengan hakim lainnya mencontohkan,
jika fungsi dari APIK-nya tidak berfungsi, tidak independen, kapasitasnya juga lemah, jumlahnya sudah kurang, pasti kegiatan di pemerintahan tidak terawasi dengan baik.
“Termasuk juga di dalamnya komitmen dari kepala daerah sendiri,” tegasnya.
Ia juga mengapresiasi program prioritas pemerintah Sulbar “Zero Corruption.” “Dari situ kita bisa lihat ada komitmen menjadikan Sulbar bebas korupsi,” ujarnya.
Ia juga menambah belum dimungkinkan untuk membuka kantor di Sulbar, “Biayanya terlalu mahal,” tutupnya. (*)