Stabilitas Sistem Keuangan Normal, Kewaspadaan Meningkat

JAKARTA, kemenkeu.go.id – Stabilitas sistem keuangan triwulan II 2020 berada dalam kondisi normal, meskipun kewaspadaan tetap ditingkatkan. Berbagai indikator menunjukkan stabilitas sistem keuangan tetap baik, meskipun penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang masih tinggi menuntut perlunya peningkatan kewaspadaan dan kehati-hatian karena dapat memengaruhi prospek perekonomian dan stabilitas sistem keuangan.

Untuk itu, koordinasi kebijakan dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) akan terus diperkuat guna mendorong pemulihan ekonomi dan menjaga stabilitas sistem keuangan. Hal itu merupakan kesimpulan Rapat Berkala KSSK III tahun 2020 yang diselenggarakan pada Rabu (29/07) melalui konferensi video. Rapat dihadiri oleh Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Pandemi Covid-19 mengakibatkan pertumbuhan ekonomi global terkontraksi cukup dalam. Perkembangan terkini menunjukkan kasus positif Covid-19 masih tinggi dan berisiko kembali meningkat (second wave) di beberapa negara. Di tengah pengembangan vaksin yang belum sesuai harapan, kondisi tersebut memicu kekhawatiran berlanjutnya penurunan ekonomi global menjadi lebih dalam. Berbagai lembaga internasional kembali menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi. IMF memperkirakan perekonomian global 2020 terkontraksi sebesar -4,9 persen, Bank Dunia di level -5,2 persen, dan OECD dalam rentang -7,6 sampai dengan -6,0 persen.

Perekonomian global yang menurun serta dampak penanganan Covid-19 di dalam negeri menurunkan kinerja perekonomian domestik. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat 2,97 persen (yoy) pada triwulan I 2020, melambat dibandingkan dengan capaian triwulan sebelumnya sebesar 4,97 persen (yoy) atau triwulan I 2019 sebesar 5,07 persen (yoy). Pada triwulan II 2020, pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi -5,32 persen (yoy) sementara pada triwulan II 2019 tumbuh 5,05 persen (yoy). Perkembangan ini terutama akibat penurunan dalam kegiatan ekonomi pada bulan April – Mei 2020 sejalan dampak penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Namun demikian, pada Juni 2020, berbagai indikator menunjukkan aktivitas perekonomian domestik mulai meningkat didorong dampak pelonggaran PSBB dan kenaikan ekspor ke Tiongkok. Ke depan, pemulihan ekonomi nasional diprakirakan berlanjut dipengaruhi peningkatan penyerapan stimulus fiskal, perbaikan restrukturisasi kredit, keberhasilan penanganan protokol kesehatan untuk penanggulangan Covid-19, serta peningkatan permintaan ekspor, khususnya dari Tiongkok.

Stabilitas makroekonomi tetap baik dan turut mendukung ketahanan ekonomi nasional.

Inflasi berada pada level yang rendah dan terkendali sebesar 1,96 persen (yoy) pada Juni 2020 dan kembali menurun pada bulan Juli menjadi 1,54 persen (yoy). Ketahanan eksternal ekonomi Indonesia tetap terjaga tercermin dari defisit transaksi berjalan triwulan II 2020 yang diprakirakan tetap rendah dipengaruhi oleh membaiknya neraca perdagangan sejalan dengan penurunan impor akibat melemahnya permintaan domestik. Nilai tukar Rupiah juga tetap terkendali sesuai dengan fundamental, yang pada triwulan II 2020 secara point to point mengalami apresiasi 14,42 persen dipengaruhi aliran masuk modal asing yang cukup besar pada Mei dan Juni 2020, meskipun secara rerata triwulanan mengalami depresiasi 4,53 persen akibat pelemahan pada April 2020. Cadangan devisa juga meningkat, yang pada akhir Juni 2020 mencapai USD131,7 miliar, setara pembiayaan 8,4 bulan impor atau 8,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Jumlah itu berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

Kinerja APBN 2020 hingga akhir semester I tetap terjaga meskipun menghadapi tantangan yang cukup berat. Realisasi Pendapatan Negara mencapai Rp811,2 triliun atau 47,7 persen dari target dalam Perpres Nomor 72 tahun 2020 dan mencatatkan pertumbuhan negatif 9,8 persen (yoy), seiring kontraksi pada penerimaan perpajakan dan PNBP sebagai dampak penurunan aktivitas ekonomi, penurunan harga komoditas, dan stimulus fiskal dalam bentuk fasilitas insentif perpajakan bagi dunia usaha. Penyerapan Belanja Negara mencapai Rp1.068,9 triliun atau 39,0 persen dari anggaran dan mencatatkan pertumbuhan 3,3 persen (yoy), didukung oleh pertumbuhan belanja modal dan realisasi program-program perlindungan sosial dalam rangka penanganan pandemi Covid-19. Defisit APBN hingga akhir semester I tahun 2020 mencapai Rp257,8 triliun atau 1,57 persen terhadap PDB.

Sektor jasa keuangan secara umum masih dalam kondisi baik dan terkendali dengan indikator prudensial seperti permodalan maupun likuiditas yang memadai serta profil risiko yang terjaga. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) Bank Umum Konvensional (BUK) triwulan II 2020 masih cukup tinggi yakni sebesar 22,59 persen (triwulan I 2020: 21,72 persen). Kecukupan likuiditas juga terjaga dengan baik tercermin dari rasio Alat Likuid terhadap Non Core Deposit (AL/NCD) per 28 Juli 2020 menguat ke level 130,53 persen (triwulan I 2020: 112,90 persen) dan rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) berada di level 27,74 persen (triwulan I 2020: 24,16 persen), jauh berada di atas threshold. LANJUT KE HALAMAN 2