Solusi Holistik Pembinaan Pramuka di Era Modern

Oleh: Adi Arwan Alimin (Pelatih/Pusdiklatda Sulbar)

Gerakan Pramuka memerlukan pendekatan pembinaan yang tak hanya responsif, tetapi transformatif di era digital. Bangsa ini sedang menghadapi degradasi karakter hingga multi krisis generasi muda. Di Gerakan ini, yang dimaksud tentu saja peserta didik.

Dalam catatan ringkas ini penulis ingin mengajukan tiga pendekatan penting untuk mengurai atau kembali mengarahkan/memitar kembali arah Pembinaan dan Pengembangan peserta didik. Tiga pendekatan yang perlu dioptimasi ini masing-masing: Coach, Counselor, dan Catalyst.

Dalam pemitaran Pelatih Pembina Gerakan Pramuka sistem ini menjadi relevan secara strategis. Pendekatan yang penulis ajukan bukan sekadar metodologi, melainkan filosofi pembinaan berjenjang yang menjawab kompleksitas kebutuhan peserta didik masa kini.

Pertama, sebagai Coach yang membangun fondasi kompetensi teknis dan bertugas mengukir kompetensi praktis peserta didik lewat kerangka yang menyeluruh. Pandangan ini mencoba merepresentasikan esensi kepramukaan modern dan kontribusinya dalam pengembangan program kegiatan yang relevan dengan konteks global. (https://pramuka.id/wakil-kepala-pusdiklatnas-kak-laiyin-nento-bertugas-sebagai-tim-konsultan-wosm-di-mongolia).

Di era disrupsi informasi dewasa ini kecakapan teknis saja tidak cukup bagi peserta didik. Tetapi mereka membutuhkan keberanian mengeksplorasi batas kemampuan mereka (Courage), dan kreativitas menyelesaikan masalah nyata (Ingenuity). Konkretnya, misalnya bagaimana model pembinaan/pelatihan survival skills di alam bebas yang dipadukan dengan pemecahan kasus lingkungan menggunakan teknologi, misalnya pemetaan digital sampah yang saling mendukung.

Di sini, peran Pelatih sebagai Coach tidak hanya mengajar, mentransfer pengalaman, memuai cerita, tetapi mendesain pengalaman belajar yang menantang mental dan fisik. Dari cara tersebut peserta didik akan tumbuh sebagai problem-solver yang tangguh.

Tugas pertama dari coach adalah memfasilitasi terciptanya visi bagi coachee atau Pembina (baca peserta didik) mengenai rencana ke depan yang bisa diambil untuk menjalankan program. Selain visi, coach juga memfasilitasi strategi apa yang akan diambil agar misi program semakin maju. Lebih lanjut, Coach mengajak Pembina/Peserta didik untuk berani meninjau pemikiran tersebut dari perspektif yang berbeda.

Tugas lain yang bisa dikerjakan oleh pelatih ialah untuk menganalisa peta-pita perjalanan program pangkalan/kwartir. Analisa internal yang terukur perlu dilakukan oleh Pelatih untuk mengetahui program apa saja yang paling disukai oleh peserta didik, dan metode apa yang kurang diinginkan.

Dalam pendekatan bisnis selalu ada pilihan strategi tentang bagaimana cara untuk meningkatkan kembali penjualan yang menurun ataupun untuk menstabilkan bisnis. Dengan demikian, pebisnis bisa mengambil langkah yang tepat untuk menyelamatkan usahanya dari kebuntuan.

Contohnya saja, pebisnis memiliki kecenderungan untuk bersifat lunak. Pelatih, pembina dan binaan sebagai klien perlu melakukan komunikasi guna memahami visi misi untuk meningkatkan hasil usaha atau cara-cara mengelola usaha. (https://indradewanto.com/tugas-coach).

Kedua, Pelatih/Pembina berperan sebagai Counselor/konseling. Jika Coach membentuk “hardware”, maka Counselor membangun “software” kepribadian. Bagaimana kita membayangkan krisis empati yang berkecambah akibat isolasi digital. Di titik ini seorang Pelatih/Pembina perlu berperan sebagai Counselor untuk tetap menjaga sifat humanisme peserta didik.

Kita tak boleh bosan membangun komunikasi efektif untuk melawan misinformasi, merawat empati sebagai tameng dari individualisme, dan mendorong kepemimpinan partisipatif yang inklusif. Data Kementerian PPPA (2024) menunjukkan sebagian besar remaja Indonesia kesulitan berkomunikasi secara tatap muka, sebagai penjelas pembaca dapat meninjau https://lifeskills.id/blog/.

Di sinilah Counselor berperan sebagai jembatan emosional, melalui diskusi reflektif, simulasi konflik, atau pendampingan personal. Misalnya: Pelatihan active listening saat pembahasan kasus bullying, diikuti praktik mediasi antarteman.

Di Pasukan Penggalang kita mengenal istilah Forum Penggalang, pertanyaannya apakah ini tetap dijalankan (?) Apakah Regu tetap memilih pemimpinnya sendiri, dan bukan campur tangan langsung Pembina? Apakah peserta didik dilibatkan dalam penyusunan program?

Konselor memainkan peran penting dalam membantu peserta didik mengatasi masalah misalnya mengenai tekanan akademik, masalah pribadi, dan pengaruh media sosial. Hubungan erat antara Pembina, Peserta Didik dan Pelatih tidak lain kausalitas.

Peran konselor menyediakan dukungan, bimbingan, dan strategi untuk membantu memahami dan mengatasi tantangan yang mereka hadapi, serta mengembangkan keterampilan hidup (https://psikologi.uma.ac.id/peran-konselor-sekolah-dalam-psikologi-pendidikan/)

Terakhir. Bila peserta didik jenuh dengan latihan P3K konvensional. Aksi seorang Catalyst yakni mengajukan pertanyaan provokatif, “Apa kelemahan tandu darurat kita selama ini saat evakuasi dalam pengembaraan?”