Si Bungsu yang Tidak Ingin Dimanja

Cerpen : Mildayanti

Inilah aku si anak bungsu dari dua bersaudara. Diriku bernama Mildayanti atau orang-orang lebih senang memanggilku dengan singkat yaitu Milda, aku putri bungsu dari pasangan ayahku dan juga ibuku. Ayahku atau yang saya panggil dengan sebutan papa bernama Dirman. Beliau adalah ayah terbaik bagiku dan juga kakak perempuanku, papaku bekerja sebagai petani untuk menghidupi kami dan juga memenuhi semua kebutuhan kami. Dan ibuku atau yang saya panggil dengan subutan mama bernama Sinaria. Beliau juga merupakan mama terbaik bagiku dan juga kakak perempuanku, mamaku hanyalah seorang ibu rumah tangga pada umumnya. Tapi, mamaku juga sering kali menemani papaku pergi ke kebun. Di rumah kami yang sederhana kami tinggal berlima yaitu nenek (ibu dari papa) papa, mama, aku sendiri dan juga kakak perempuanku.

Aku dan kakak perempuanku sangatlah berbeda baik dari fisik, emosi, dan lain-lain. Kami berdua memang berbeda satu sama lain. Kakak perempuanku bernama Lisdawati, salah satu pembeda dari kami yaitu nama panggilan, nama panggilan saya hanya satu, sedangkan kakak saya mempunyai nama panggilan dari keluarga kami yaitu Onang hehe beda jauh banget kan sama nama aslinya, tapi nama panggilan dari teman-temannya itu sendiri adalah lisda. Pembeda kami bukan hanya itu tapi secara fisik aku lebih tinggi dan berisi dari kakak perempuanku bahkan pada saat kami berdua jalan bersama orang-orang sering mengira bahwa yang kakak adalah aku. Aku juga bingung kenapa bisa seperti ini tapi yahh syukuri saja lah. Kalau dibilang kesal pasti adalah tapi cukup saya saja yang merasakan.

Btw, aku dan kakak perempuanku hanya beda usia 1 tahun lebih ya. kakak ku lahir pada bulan Desember 1998 sedangkan aku sendiri Agustus 2000. Jadi nggak salah jika tinggi badan kami hampir sama bahkan badanku lebih tinggi darinya. Walaupun begitu kami sering bertengkar loh bahkan hal sepeleh pun bisa membuat kami jadi ribut. Pastinya yang buat ulah duluan adalah aku, hehe kalian semua pasti tau lah yang suka buat masalah atau yang sering usil adalah seorang adik.

Perkenalan diriku dan juga keluargaku mungkin sudah jelas yah, langsung saja saya ingin menceritakan kehidupanku yang berperan sebagai anak bungsu. Anak bungsu terkenal dengan kata manja, cengeng ,anak mama, malas,dan lain-lain.

Saya sering bertemu dengan orang-orang baru, dan pada saat perkenalan itu pastinya beberapa kali diantara pertanyaan mereka ada saja yang menanyakan anak keberapa dan berapa bersaudara? Entahlah aku juga tidak paham kenapa orag-orang sering kali menanyakan itu. Tapi, yang jelas ketika saya mengatakan bahwa saya ini adalah anak bungsu pasti ia langsung men-just saya bahwa saya ini anak yang manja. Tapi saya pribadi merasa jika saya ini tidak manja cuma kurang mandiri saja.hehehe….

Saya sekarang tengah duduk dibangku kuliah semester tiga di salah satu universitas terbaik yang ada di Polewali Mandar yaitu kampus biru (UNASMAN) tapi sampai detik ini saya masih saja mendapatkan gelar tersebut “manja” dulu saya pernah berfikir mungkin kata “manja” tersebut akan hilang ketika saya telah memasuki usia dewasa dan yah saya sekarang berusia 20 tahun dan saya kira itu sudah memasuki usia dewasa, tapi nyatanya gelar “manja” tersebut masih sering kudapati dari teman-teman saya.

Pada saat saya SD kelas 6 dulu saya sangat ingin melanjutkan pendidikan di salah satu pesantren karena termotivasi dari kakak perempuanku yang telah menjadi santri pesantren pada saat itu, dan juga sahabat-sahabatku kala itu yang notabene dari mereka tersebut ingin melanjutkan pendidikannya di salah satu sekolah pesantren. Tapi, apalah dayaku yang terlahir sebagai anak bungsu harus mengurungkan niatku tersebut karena adanya beberapa faktor. Salah satunya aku kepikiran dengan kedua orang tuaku yang jika kutinggal mereka akan kesepian karena hanya tinggal berdua dan pada saat itu kedua orang tuaku mengizinkanku tapi aku sendiri takut jika aku tak tahan jika harus berpisah dengan mama yang bisa dibilang saya tak pernah jauh darinya.

Akhirnya aku memutuskan untuk melanjutkan pendidikanku di salah satu sekolah menengah pertama negeri yang berada tak jauh dari rumahku sehingga aku dapat pulang balik dari rumah kesekolah dengan mengendarai sepeda motor matic yang sangat bagus pada jaman itu. Hehe….

Walaupun saya ini anak bungsu yang terikat dengan kata manja tapi dari SD-SMP saya juga sangatlah aktif di organisasi yang ada disekolah dan sangat antusias dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan, saya sangat suka pada kegiatan lomba gerak jalan yang diadakan untuk memperingati 17 Agustus hari kemerdekaan. Dan juga kegiatan pramuka saya sering mengikuti kegiatan tersebut hingga pada saat itu saya dan teman saya mewakili tim saya lomba membaca sandi morse dan alhamdulillah kami meraih juara satu “bukannya sombong yah guys, cuma flasback sama masa lalu yang menyenangkan” hehehe….tapi kalau sekarang disuruh untuk membaca sandi morse atau menuliskan huruf-huruf dalam sandi saya nyerah guys udah lupa karena pas SMA tidak mengikuti organisasi ambalan. Dulu pada saat saya sedang berpramuka pasti saya akan dikunjungi oleh mama dan juga papa karena itu tadi saya susah berpisah dengan mama walaupun sebenarnya nanti pasti kami akan tetap berpisah.

Lanjut yang tadi yah kalian pasti bertanya-tanya hehe kalau kalian memang memperhatikan ceritaku yang tidak jelas ini dan berkesan membosankan, kalau memang suka sama pramuka kenapa pada saat SMA malah tidak ikut? Padahal kan di SMA itu kegiatan pramuka akan tambah menyenangkan. Nah jawabannya dulu saya sempat mengisi formulir pendaftaran ambalan tersebut bahkan saya sudah masuk di regu perintis A dan saya juga sudah mengikuti latihannya beberapa kali, tapi karena disekolah kami itu jam pulangnya yaitu sesudah shalat asar maka latihannya pun terlalu sore hingga sampai dirumah itu biasa pada malam hari jadi saya memutuskan untuk menjadi siswa yang biasa-biasa saja yang pergi sekolah selesai sekolah langsung pulang. Keputusan saya ini memang salah dan sekarang saya sudah merasakan perbedaannya pada saat aktif di organisasi dan tidak sama sekali.

Lupakan cerita tentang pramuka tersebut karena penyesalan memang selalu berada dibelakang andaikan penyesalan tersebut ada didepan pasti semua orang tidak akan pernah menyesal dalam hidupnya.

“Nasi sudah menjadi bubur”

Kata “manja” setiap saya mendengar kata tersebut pasti saya akan mengingat salah satu sahabat terbaik  saya yang setiap memanggil ku atau nge chat, dan juga telfonan dia sangatlah jarang menyebut namaku karena dia lebih suka memanggilku dengan sebutan si bungsu “manja” tapi tidak tau kenapa aku sangat menyukai jika dia memanggilku dengan sebutan tersebut karena saya telah menganggap bahwa itu adalah panggilan sayangnya kepadaku, orang itu bernama Nadia.

Hem… Nadia namanya kami dipertemukan di MAN POLMAN yahh pada saat itu kami dipersatukan dalam ruangan yang sama dan ternyata dia adalah teman kelasku. Tapi, aku dan Nadia baru benar-benar akrab berteman dan bahkan menjadi sahabat pada saat kami tengah kelas 2 pada saat itu. Dia adalah salah satu orang yang kupercaya kami berdua sering bertukar cerita tanpa ada yang di tutup-tutupi bahkan pada malam hari kami sering telfonan menggunakan gratisan nelfon milik orang tua kami secara diam-diam. Hehehe…. Dan kami berdua telah dipisahkan oleh jarak karena harus mengejar mimpi masing-masing tapi kami tetap menjalin komunikasi melalui media sosial walaupun jarang karena telah disibukkan dengan urusan pribadi.

Sekarang sudah 2020 jadi kita lupakan sejenak tentang kisah di SD-SMP-SMA yang sekarang tinggal kenangan. Move on ke cerita 2020, 2020 ini aku masih berstatus sebagai anak bungsu karena aku tidak mempunyai seorang adik. Hingga perhatian orang tuaku masih tetap terfokus padaku dan juga kakak perempuanku. Tapi, karena kakak perempuanku yang sekarang ngekost didekat kampusnya hingga secara kasat mata aku dapat merasakan perhatian ibuku kepadaku lebih leluasa dan banyak.”dibilang egois? Tapi aku memang sangat menyukai perhatian ibuku dan juga ayahku.”

Hingga bekal makananku pun dan botol minumku sampai sekarang masih tetap disiapkan oleh ibuku. Yah… aku memang sampai detik ini masih sering membawa bekal apalagi botol minum itu adalah wajib jika keluar rumah, disamping untuk mengurangi jajan juga karena saya tidak sembarang memakan makanan dari luar apalagi air minum saya tidak bisa jika air tersebut air aqua botol dan semacamnya.

Saya sendiri menyadari bahwa saya ini memang kurang mandiri hingga saya terus berusaha agar dapat melakukannya sendiri. Tapi, lagi-lagi rasa malas itu menghantuiku. Dan pada akhirnya saya dipertemukan dengan angka umur yang menginjak 20 tahun. Pada hari itu saya mendapatkan surprise dari orang-orang tersayang dan juga berbagai ucapan dan setiap ucapan selamat dari mereka pasti diselipkan kata kurangi manjanya dan jadi lebih mandiri.

Dari sini saya menangkap usia bukanlah penentu untuk menjadi dewasa. Tapi, pikiranlah yang membuat seseorang menjadi dewasa.

Ada nggak sih tips-tips dari kalian agar saya ini tidak malas? Karena sebenarnya saya ini tidak manja hanya saja saya malas untuk melakukan ini dan itu? Ada nggak sih tips agar bisa jauh dari orang tua dalam artian dapat berpisah sejenak dalam hal-hal tertentu?

Dulu saya pernah berkujung ke kota Daeng atau Kota Makassar saat itu saya pergi bersama tante, karena ada urusan yang penting, tapi pada saat malam hari saya menangis tersedu diantara tidur dan tersadarku tiba-tiba diriku merasakan rindu yang begitu berat kepada kedua orang tuaku terutama pada ibuku.

Entahlah aku juga tidak tau jelas kenapa bisa begitu padahal ketika berada dirumah aku tidur dengan ibuku aku hanya tidur sendiri kadang bersama kakak perempuanku jika dia sedang berada dirumah.

Suatu saat saya juga mencoba ikut nginap di kost kakak saya, saya berencana untuk nginap di kost kakak dengan jangka waktu 1 minggu untuk menemani kakak perempuanku. Saya berfikir saya tidak akan merasakan kerinduan kepada ibu saya karena saya nginap dengan kakak saya.

Tapi……

Tak disangka malam pertama saya nginap di kost kakak saya tersebut berjalan lancar, di malam kedua saya kembali didatangi rasa rindu yang sangat menyiksa hingga dadaku terasa sesak dan tak kusadari air mataku telah meluncur bebas di pipiku.

Keesokan harinya aku memutuskan pulang kerumah untuk menemui orang tuaku.