Sengkarut Internal DPRD Memuncak di HUT Mamuju

Reporter: Sudirman Syarif/Busriadi Bustamin

MAMUJU, mandarnesia.com — Ketua DPRD Kabupaten Mamuju Azwar Anshari Habsi angkat bicara soal tudingan yang menyebutnya tidak transparan dalam memimpin parlemen Mamuju. Beberapa persoalan internal dewan pun seperti memuncak di perayaan ulang tahun Mamuju ke-480.

Menyusul sikap 20 anggota DRPD Kabupaten Mamuju yang absen dalam Rapat Paripurna DPRD HUT Mamuju, Senin (14/7), disebutnya tidak ada hal krusial yang terjadi. Ia memaparkan bahwa di DPRD memang terdapat persoalan atau masalah internal, tetapi tidak dapat disangkutpautkan pada hari jadi Mamuju.

“Karena hari jadi Mamuju milik bersama, bukan milik kepentingan kelompok dan individu. Saya rasa itu, jadi tidak benar juga (hanya) karena ada beberapa yang mungkin kepentingan individunya tidak tercapai, sehingga melahirkan emosional bagi sebagian, mungkin anggota-anggota DPRD yang lain, tidak semua. Semua individu saja kan,” katanya kepada mandarnesia.com melalui sambungan telepon, Selasa (14/7/2020) malam.

Ia berharap, anggota DPRD sadar sebagai perwakilan di parlemen dapat bersikap dewasa. “Apapun yang disikapi teman-teman sepertinya subjektif, artinya belum mendengar keterangan dari pihak lain.”

Azwar mencontohkan terkait rapat refocusing sebanyak enam kali yang menyebutnya tidak hadir. “Bukan tidak hadir, tetapi dalam ketentuan regulasi, berdasarkan Perpu Nomor 1 Tahun 2020 refocusing menjadi hak mutlak eksekutif, legislatif tidak ada.”

“Ketersinggungan-ketersinggungan kecil itu yang dianggap bahwa saya tidak memfasilitasi teman-teman untuk melakukan rapat dengan OPD. Sementara negara ini diatur oleh regulasi dan UU,” jelasnya.

Putra Bupati Mamuju ini pun menepis bila sebagian pihak menyebutnya arogan dalam memimpin DPRD Mamuju. “Ndak ada yang arogan. Itu pernyataan yang salah. Kalau gaya kepemimpinan saya seperti OPD, tentu di hari jadi Mamuju saya harus pecat dia, tapi kan tidak, karena saya sadar bahwa DPRD itu kolektif kolegial,” sambungnya.

Menurutnya setiap anggota DRPD mempunyai hak individu, mau datang atau tidak pada sebuah genda di DPRD Mamuju. “Bukan berarti kita memimpin seperti OPD. Buktinya di beberapa administrasi, undangan misalnyan Andi Dodi juga bertanda tangan, bahkan di SPPD Andi Dodi bertanda tangan. Itu artinya secara administrasi saja kita sudah kolektif kolegial,” tutupnya via telepon Selasa malam.

Kepemimpinan Azwar Anshari Habsi memang dipersoalkan beberapa anggota DPRD Mamuju. Salah satunya, Ketua Komisi II DPRD Mamuju Mahyuddin. Menurutnya, pemicu utama ketidakhadirannya di Paripurna HUT Mamuju ke-480, karena Ketua DPRD kurang peka terhadap warna-warni di lembaga DPRD Mamuju.

Seorang pemimpin baik di eksekutif maupun lembaga legislatif harus memiliki transparansi dalam membuat kebijakan. Bukan lagi saatnya pemimpin berlaku otoriter pada lembaga yang dipimpinnya. Pimpinan harus banyak belajar karena sebagian kesalahan diakibatkan karena ketidakpahaman,” timpal Mahyuddin kepada mandarnesia.com secara terpisah.

Ia berharap kejadian tersebut adalah yang pertama dan terakhir dalam sejarah DPRD di Mamuju. “Kita semua harus melakukan introspeksi diri terutama Pemerintah Daerah, dan Ketua DPRD Mamuju.”

Hal senada juga disampaikan Ketua Fraksi Partai Gerindra Muhammad Reza. Ia mengatakan, sebaiknya pimpinan Ketua DPRD instropeksi diri atas kejadian tersebut.

“Saya boleh angkat bicara, tanpa mengurangi nilai substansi dari hari jadi Mamuju. Kami berharap sebaiknya pimpinan DPRD instropeksi diri atas kejadian ini. Soal hadir atau tidak itu adalah hak individu masing-masing anggota DPRD. Sama, kita semua mencintai Mamuju,” kata Reza kepada Sudirman Syarif dari mandarnesia.com

“Selamat Hari Jadi Mamuju yang ke-480 tahun. Pada hakikatnya hari jadi adalah momentum bagaimana merefleksi perjalanan Mamuju yang kita cintai. Soal harapan masyarakat yang belum terpenuhi, soal capaian yang belum terwujud dan lain-lain. Ya, mari instropeksi diri,” imbuh Reza.

Muhlis Zainuddin salah satu akademisi Unika mengatakan, persoalan banyaknya anggota DPRD Mamuju yang tidak hadir dalam paripurna, menandakan situasi daerah tidak sedang baik-baik saja.

“Dilihat dahulu kebanyakan fraksi yang tidak datang itu fraksi apa saja? Itu menandakan bahwa tidak adanya profesionalisme sebagai anggota dewan kalau yang tidak hadir adalah fraksi oposisi, yang sebentar lagi pesta demokrasi pilkada akan dilangsungkan,” kata Muhlis.

Muhlis menegaskan, mestinya ada sanksi terkait ketidakhadiran anggota dewan di acara HUT Mamuju itu.

“Mereka hanya paham tentang politik praktis. Tetapi tidak paham bagaimana menata Mamuju ini. Coba kita lihat kebijakan atau Perda apa yang dibuat saat ini yang betul-betul tepat sasaran di masyarakat, kan tidak ada. Jadi mereka yang tidak hadir dalam hari jadi Mamuju ini tidak mencintai daerahnya,” tegasnya.

Muhlis berharap, sengkarut internal di DPRD Mamuju segera diperbaiki, dan kembali menelaah fungsinya sebagai anggota dewan. “Karena tantangan kita bukan cuma persoalan internal saja, banyak tantangan yang lain. Contohnya daerah kita ini pusat penyangga dari calon ibukota ke depan,” harap Muhlis.

[/ps2id]

[/ps2id]