Sajak-sajak Pilihan Pulo Lasman Simanjuntak

Penyair Pulo Lasman Simanjuntak sedang baca puisi di Jakarta belum lama ini.

TENTANG PENULIS

MANDARNESIA.COM — Pulo Lasman Simanjuntak, dilahirkan di Surabaya 20 Juni 1961. Menulis puisi pertama kali berjudul IBUNDA dimuat di Harian Umum KOMPAS Juli 1977. Setelah itu karya puisinya sejak tahun 1980 sampai tahun 2024 telah dimuat di 23 media cetak (koran, suratkabar mingguan, dan majalah) serta tayang (dipublish) di 194 media online/website dan majalah digital baik di Indonesia maupun di Malaysia.

Karya puisinya juga telah dipublikasikan ke negara Singapura, Brunei Darussalam, Republik Demokratik Timor Leste, Bangladesh, dan India. Karya puisinya juga telah diterbitkan dalam 7 buku antologi puisi tunggal, dan saat ini tengah persiapan untuk penerbitan buku antologi puisi tunggal ke-8 diberi judul MEDITASI BATU.

Selain itu juga puisinya terhimpun dalam 27 buku antologi puisi bersama para penyair seluruh Indonesia. Saat ini sebagai Ketua Komunitas Sastra Pamulang (KSP), anggota Sastra ASEAN, Dapur Sastra Jakarta (DSJ) Bengkel Deklamasi Jakarta (BDJ) Sastra Nusa Widhita (SNW), Pemuisi Nasional Malaysia, Sastra Sahabat Kita (Sabah, Malaysia), Komunitas Dari Negeri Poci (KDNP), Taman Inspirasi Sastra Indonesia (TISI), Kampung Seni Jakarta (KSJ), Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia, Sastra Reboan, Forbes TIM, dan Sastra Semesta.

Sering diundang baca puisi , khususnya di PDS.HB.Jassin, Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta. Bekerja sebagai wartawan bermukim di Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten.
Kontak Person : 08561827332 (WA)
Email: pulo_lasman@yahoo.com
Instagram: @lasman simanjuntak
Tiktok: @lasmansimanjunta
Facebook: Bro
Youtube: Lasman TV

 

PENYAIR BERMATA BATU

penyair bermata batu
memasuki usia suntuk
seharian menyalin meditasi
agar ada sajak-sajak suci
mengalir dari mataair
sungai kehidupan
anak domba yang disembelih

tanpa tulisan dan suara sunyi
terus berbisik
berguguran tubuh matahari
supaya jangan ada lagi
amarah meledak
yang bau busuknya
menyusup dalam perutmu
yang kian mengecil
tetapi aku suka berkelamin

penyair bermata batu
ikut kecewa
anaknya yang senang berhala
tak lagi pandai berucap sedap
ia terjebak di pulau-pulau terluar
sambil terus berdansa
menghisap tidurnya
yang bermalam di padang kelam

penyair bermata batu
lalu melarikan sajaknya
ke gedung kesenian rakyat
di sini ia bertemu
para pujangga yang punya lidah tajam
seperti pisau cukur tua

mereka lalu bertukar wajah
dengan presiden penyair
tak lagi mabuk anggur
yang dipetik dari ribuan bintang
sampai langit ketiga

aku sendiri mau menyendiri
tak sanggup menatap penyair bermata batu
keluh kesahnya
semakin terluka memerah
dalam sajaknya
yang selalu kelaparan

Jakarta, Selasa, 27 Juni 2023