Laporan: Adi Arwan Alimin
Literasi bukanlah sekadar keterampilan baca-tulis, tetapi perihal keterampilan hidup. Bila menera Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) li.te.ra.si bermakna kemampuan menulis dan membaca; pengetahuan atau keterampilan dalam bidang atau aktivitas tertentu; dan kemampuan individu dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup.
Demikian pengantar utama yang digulirkan Dr. Ganjar Harimansyah Kepala Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Selatan dan Barat, di depan 35 peserta Bimbingan Teknis Penulisan Biografi Bagi Pegiat Literasi di Ibis Style Hotel, Makassar. Di bawah guyur pendingin udara yang anyes, peserta bimtek ini menyimak paparan ahli bahasa yang pernah menjadi punggawa Balai Bahasa Jawa tengah itu.
“Literasi itu mengenai skill, ini mengenai keterampilan…” buka Ganjar.
Ganjar memaparkan banyak hal mengenai literasi yang makin berkembang di Indonesia, khususnya juga mengenai literasi digital. Balai Bahasa Sulselbar sendiri telah melakukan program penyedian bahan bacaan untuk mendukung gerakan literasi nasional, misalnya melalui pendataan, bimbingan teknis, dan rapat koordinasi komunitas penggerak literasi di Sulselbar.
Ganjar pun menambahkan perhatian pihak badan pengembangan dan pembinaan bahasa Indonesia bagi peningkatan budaya literasi sangat besar, antara lain telah mencetak dan mendistribusikan 15.066.794 eksemplar berupa 560 judul buku bacaan ke 5.963 PAUD dan 14.595 SD di 81 kabupaten dan daerah 3T dan daerah dengan nilai kompetensi literasi atau numerasi memerah.
Awalnya gerakan literasi di Indonesia bagi sebagian pihak hanya dimaknai sebagai upaya peningkatan baca-tulis di masyarakat. Sejauh itu telah membuat kampanye untuk meningkatkan sumber daya manusia, sering terjebak pada semata peluncuran komunitas literasi setelah itu tiarap menunggu momentum dalam rangka semata. Namun, sejak digaungkan lebih dua dekade lalu, gerakan literasi terus berkembang, terus dibarukan, dan meramu definisi kekinian bahwa literasi sesungguhnya bukan hanya tentang ekspresi sesaat komunitas. Tapi ini mengenai kecakapan hidup antara komunitas dan masyarakatnya.
“Rapor literasi kita di Sulawesi Selatan dan Barat ini masih rendah, bila diurutkan A, B, C, maka kita di C,” imbuh Ganjar yang meminta agar pegiat literasi terus meningkatkan pola kerjasama atau kolaborasi antar komunitas.
Gerakan literasi adalah energi, mestinya tidak berhenti melakukan sesuatu agar senantiasa tumbuh. Tantangan dunia literasi dewasa ini pun kian beragam, ruang digital telah menjadi wadah yang mesti mendapat perhatian penting. Untuk itu badan pengembangan dan pembinaan bahasa sangat aktif mendorong pemberdayaan komunitas literasi dan peningkatan literasi generasi muda di Indonesia, misalnya dalam bentuk bimtek instruktur literasi digital dan generasi muda terbina.
Meskipun nilai indeks literasi digital masih berada di level sedang, namun menurut data Hootsuite tahun 2021 bahwa 73, 7 persen dari populasi di Indonesia telah menggunakan internet. Tentu ini menjadi potensi besar namun juga dapat menjadi bahaya yang mengancam jika penggunanya tidak memiliki kompetensi digital yang baik (katadata, 2023). Gerakan literasi memang harus terus berderak.
Dari Ibis Style di bilangan Dr. Sam Ratulangi ini, untuk beberapa hari dialektika mengenai tumbuh kembang gerakan literasi di tanah Sulawesi Selatan dan Barat, akan memuai sebagai percakapan dan dialog yang saling mengayakan. Puluhan militannya sedang samuh. Saya hadir atas tugas dari I Manggewilu sebuah museum dan rumah baca di Majene. (*)