Oleh: Hajrul Malik. M. Pd.
Puasa adalah perisai. Ketika salah satu di antara kalian berpuasa, janganlah ia berkata-kata kotor, dan janganlah ia berkelahi. Jika seseorang menantang atau mencelamu, katakanlah, ‘Saya sedang berpuasa.’” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hari ini kita masuk keempat hari menjalani ibadah Puasa Ramadan tahun 1445 H. Proses Detoksifikasi dalam tubuh kita sudah mulai bekerja, perlahan melakukan penyesuaian suhu Ramadan menyesuaikan dengan tubuh kita.
Tubuh mulai merasakan keringanan dari beban konsumtif berlebihan. Biasanya sepagi selepas sarapan, pukul 10.00 kita sudah ngopi lagi disertai cemilan yang kadang hanya nikmat terasa ditenggorokan. Tapi tak diinginkan oleh tubuh.
Dari sudut pandang kesehatan puasa memiliki potensi untuk memperbaiki kesehatan tubuh melalui proses detoksifikasi. Saat berpuasa, tubuh memasuki mode detoksifikasi karena tidak ada asupan makanan atau minuman yang masuk.
Proses ini membantu tubuh membersihkan racun-racun dan zat-zat berbahaya yang terakumulasi dari pola makan dan lingkungan sehari-hari.
Selain itu, puasa juga memungkinkan organ-organ pencernaan untuk beristirahat dan memperbaiki diri. Ini memungkinkan perbaikan sel-sel dalam tubuh dan mengurangi beban kerja sistem pencernaan.
Seiring dengan itu, puasa juga dapat membantu mengatur kadar gula darah, meningkatkan sensitivitas insulin, dan membantu menurunkan berat badan.
Sejatinya Ramadan sebagai bulan berkah bagi kita. Ia hadir sebagai waktu yang sempurna untuk melakukan introspeksi mendalam.
Introspeksi atas tindak laku kita selama sebelas bulan. Kondisi ini juga merupakan proses toksinasi untuk kesehatan jiwa.
Introspeksi adalah proses refleksi atau penelusuran diri yang mendalam, di mana seseorang mengevaluasi pikiran, perasaan, dan tindakan mereka dengan tujuan untuk memahami diri sendiri lebih baik. Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan, serta menemukan cara untuk berkembang dan tumbuh sebagai individu.
Sementara itu, proses toksinasi untuk kesehatan jiwa mengacu pada usaha untuk membersihkan jiwa atau hati dari toksin-toksin atau racun emosional. Seperti kebencian, kemarahan, iri hati, atau ketidakmampuan untuk memaafkan.
Ini melibatkan pengelolaan dan pemrosesan emosi negatif, serta peningkatan kualitas pikiran dan perasaan yang lebih positif.
Itulah maksud Allah SWT meRamadankan kita agar kita meraih kondisi taqwa paripurna. Al-Qur’an mengingatkan kita, “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (Al-Baqarah: 183).
Puasa Ramadan bukan hanya menuntut kepatuhan fisik, tetapi juga menuntut pembentukan karakter dan kepatuhan spiritual.
Dalam surah Al-A’raf ayat 31, Allah berfirman, “Wahai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, dan makanlah dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”
Ramadan mengajarkan kita untuk mengekang hawa nafsu dan menjauhi perilaku berlebihan dalam makanan, minuman, dan kesenangan dunia lainnya. Ini adalah upaya untuk membersihkan jiwa dari toksin keserakahan dan keinginan duniawi yang berlebihan.
Tak hanya itu, Ramadan juga mengajarkan kesabaran dan pengendalian diri. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta, dan tidak pula beramal dengannya, serta tidak pula berbuat dosa dan keburukan dalam puasanya, maka Allah tidak butuh terhadap dia meninggalkan makanan dan minumannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam Puasa Ramadan, kita diajarkan untuk menjaga lidah dari perkataan dusta dan memperbaiki akhlak kita secara keseluruhan. Menjauhkan diri dari toksin kebohongan dan perilaku yang tidak bermanfaat.
Dengan demikian, Ramadan bukan hanya sekadar ibadah rutin tahunan, tetapi juga merupakan proses toksinasi bagi jiwa dan tubuh. Ini adalah kesempatan bagi kita untuk memperbaiki hubungan dengan Allah, diri sendiri, dan sesama manusia.
Dengan menjalani Ramadan dengan penuh kesadaran dan keikhlasan, kita dapat melangkah keluar dari bulan suci ini sebagai individu yang lebih baik, lebih sehat, dan lebih bahagia. (*)
Patiddi, 4 Ramadan 1445 H.