Laporan: Ahmad Robbani | Humas UPTD Damkar Polman
MANDARNESIA.COM, Polewali – UPTD Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Kabupaten Polewali Mandar mengikuti Rapat Koordinasi Pusat dan Daerah (Rakor Pusda) Bidang Ketentraman, Ketertiban Umum, dan Perlindungan Masyarakat (Trantibumlinmas), yang digelar Kementerian Dalam Negeri melalui Ditjen Bina Pembangunan Daerah pada 2–3 Desember 2025 di Hotel Orchardz Industri, Jakarta Pusat.
Rakor berlangsung secara hybrid dan diikuti 495 peserta dari unsur Bappeda, Satpol PP, Damkar, dan BPBD se-Indonesia. Kegiatan ini bertujuan mengevaluasi ketepatan pembagian urusan pemerintahan daerah bidang Trantibumlinmas berdasarkan tipologi dan beban kerja perangkat daerah, sebagai bagian dari revisi UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Kelembagaan dan Kewenangan Masih Tumpang Tindih
Direktur SUPD III Ditjen Bangda Kemendagri menegaskan bahwa Trantibumlinmas merupakan urusan wajib yang bersentuhan langsung dengan pelayanan dasar, mulai dari penegakan perda hingga penanganan kebakaran dan bencana.
Isu utama yang mencuat ialah tumpang tindih kewenangan dan struktur kelembagaan antara Satpol PP, BPBD, dan Damkar. Inventarisasi Ditjen Bangda menunjukkan masih banyak daerah yang menempatkan Damkar sebagai seksi di bawah Satpol PP atau bagian dari BPBD, yang membuat koordinasi lemah dan posisi kelembagaan menjadi tidak ideal.
Kepala UPTD Damkar Polman, Imran, S.IP., M.M., menilai persoalan kelembagaan berdampak langsung pada pelayanan Damkar.
“Damkar sering hanya diposisikan sebagai pelaksana teknis, padahal fungsinya luas dan strategis. Kami berharap hasil rakor ini dapat memperkuat posisi Damkar sebagai dinas mandiri dengan kewenangan yang tegas,” ujar Imran seusai diskusi.
BNPB dan Kemendagri: Perlu Sinkronisasi Regulasi
Pada panel kedua, BNPB memaparkan kajian pembagian kewenangan sub-urusan bencana yang menjadi dasar penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM). BNPB menilai koordinasi penanggulangan bencana masih lemah karena tumpang tindih peran antarinstansi dan keterbatasan SDM maupun sarpras.
Peran Damkar disebut semakin krusial sebagai garda terdepan penyelamatan dan mitigasi awal.
Dari sisi regulasi, Kemendagri melalui Aditia Santoso, S.H., M.H., menyampaikan perlunya sinkronisasi aturan antara pusat dan daerah agar operasional Damkar dan BPBD tidak tumpang tindih. Ia juga menyebut revisi Permendagri Nomor 46 Tahun 2008 tentang BPBD sedang dalam proses harmonisasi.
Bappenas: Capaian SPM Meningkat, Tapi Ketimpangan Lebar
Dalam sesi terakhir, Perencana Ahli Madya Bappenas, Sudira, S.Sos., M.AP., menyampaikan capaian SPM Trantibumlinmas 2019–2024. Secara nasional, capaian SPM Trantibumlinmas mencapai 87 persen, termasuk sub-urusan kebakaran 87 persen dan bencana 77 persen. Namun, ketimpangan antarwilayah masih tinggi, terutama di Maluku dan Papua.
Bappenas mendorong penerapan SPM berbasis tipologi wilayah dan dukungan khusus bagi daerah berisiko tinggi dengan kapasitas fiskal rendah melalui asistensi, dana dekonsentrasi, atau DAK tematik Trantibumlinmas yang belum tersedia saat ini.
Menuju Revisi UU 23/2014
Seluruh masukan dari daerah, termasuk dari UPTD Damkar Polman, akan menjadi bagian dari naskah akademik revisi UU Nomor 23 Tahun 2014. Kemendagri dan Bappenas sepakat bahwa penguatan kewenangan daerah, profesionalisasi SDM, dan koordinasi lintas OPD menjadi kunci penyelenggaraan Trantibumlinmas yang lebih efektif.
Rakor Pusda 2025 ditutup dengan komitmen bahwa pembagian urusan Trantibumlinmas menjadi fokus harmonisasi hubungan pusat dan daerah dalam RPJMN 2025–2029. (AR/WM)











