Quo Vadis antara Kesejahteraan Owner dan Driver Transportasi Online

Oleh: Lalu Tuhiryadi

(Guru SMKN 1 Mamuju)

Kehadiran Transportasi online semisal gojek, grab dan lain-lai di indonesia sepintas tampak memberikan lapangan kerja baru ditengah kian langkanya lapangan pekerjaan. Selain itu dengan kehadiran transportasi online kian mempermudah transaksi baik oleh penjual maupun pembeli karena transportasi oline melayani jasa gosen, gofood dan lain-lain. Sehingga costumer bisa memesan dan mengirim barang tanpa beranjak, dimana costumer mendapatkan berbagai insentif berupa kemudahan dan biaya yang relative murah.

Namun jika dicermati, kehadiran transportasi online sebenarnya tidaklah membuka lapangan kerja baru melainkan hanya menggeser keberadaan transportasi konvesional saja, shingga korelasi transportasi online terhadap pembukaan lapangan kerja tidaklah signifikan.

Baca:https://mandarnesia.com/2019/12/pendidikan-telah-mati/

Namun yang menarik bagi saya adalah fakta bahwa terdapat gap yang sangat kontras antara pihak owner dengan para agen atu driver Transportasi Online. Sebab owner yg tak perlu membuat kantor atau sewa kantor disetiap daerah, mereka juga tidak perlu membayar biaya komunikasi, tidak perlu investasi kendaraan, tidak perlu bayar pajak kendaraan, sebab biaya komunikasi, pembelian kendaraan maupun pajak kendaraan dibayar oleh driver, owner juga tidak perlu menanggung beban biaya BPJS ribuan atau ratusan ribu driver sebagaimana kewajiban perusahaan lain yang punya kewajiban menanggung biaya BPJS karyawannya setiap bulan. Dengan demikian perusahaan transportasi online mendapatkan manfaat dan penghematan investasi dan operasional sebagai manfaat yang diperoleh atas kontribusi para drivernya.

Disisi lain para owner mendapatkan keuntungan melalui potongan biaya dari tiap trip yang dikerjakan oleh driver, mereka juga dapat keuntungan melalui pemotongan pada stiap transaksi online setiap toko atau pihak penjual yang bekerja sama dengan mereka, aktivitas kerjasama dengan pihak penyedia jasa komunikasi/layanan internet, perbankan dan aplikasi keuangan juga menjadi tambahan omsetnya dan keuntungan terbesarnya bisa didapatkan dari intensitas iklan dan durasi tayang iklan yang tampil pada aplikasi transportasi online.

Sehingga pihak owner mendapatkan manfat ganda yaitu minimnya biaya investasi dan operasional serta keuntungan yang luarbiasa yang kabarnya, sementara bagi para driver, dengan system atau aturan yang kian diperketat, semisal tarif dibuat semurah mugkin, syarat mencapai target atau syarat utk dapatkan bonus kian banyak dan susah.

Dampaknya adalah pendapatan driver makin kecil dengan kenyataan driver tak dapat asuransi baik asuransi kecelakaan maupun jiwa, perusahaan pun tak punya kewajiban utk menanggung beban BPJS para driver setiap bulannya, padahal para driver ini bekerja di jalan dan tak kenal waktu dengan berbagai resiko kecelakaan, resiko sakit terkena tik matahari dan hujan, belum lagi kerugian yang harus ditanggung akibat dikerjain oleh costumer, resiko kena begal ato jambret dan berbagai resiko kerja lainnya.

Dengan fakta fakta diatas Nampak jelas bahwa prinsip kesejahteraan yang dijanjikan oleh perusahaan transportasi online yang dijanjikan para owner itu hanyalah semu. Sebab dengan sistem dan aturan sepihak yang dibuat oleh owner nyatanya hanya memberikan keuntungan berlimpah bagi para owner sementara para driver tak mendapatkan implikasi yang sebanding sebab pendapatan mereka terbilang kecil dengan berbagai resiko pekerjaan yang harus dihadapi tanpa ada santunan ato asuransi yang diberikan oleh pihak perusahaan.

Bukankah sistem seperti ini adalah termasuk prilaku korporasi yang memeras para driver atau setidaknya hanya menuai manfaat dari para driver utk meraih keuntungan luar biasa namun abai terhadap kesejahteraan para drivernya.