Oleh: Munawir Ariffin
(Anggota KPU Polewali Mandar)
Salah satu tahapan krusial baik dalam Pemilihan Umum (Pemilu) maupun Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) adalah tahapan Pemutakhiran Data Pemilih dan Penyusunan Daftar Pemilih. Terkhusus pada Serentak/Lanjutan yang sedianya akan dilaksanakan pada tanggal 9 Desember tahun 2020, membutuhkan intrumen pendataan, terutama bagaimana Pemutakhiran data pemilih ini berjalan sesuai dengan standar protokol kesehatan Covid-19.
Upaya yang terus dilakukan oleh Penyelenggara pilkada, tentu tidak mudah karena data pemilih adalah hal yang krusial dalam menentukan kualitas Pilkada Serentak. Sehingga intrumen dalam melakukan pemutakhiran data pemilih benar-benar dapat menjamin hak-hak konstitusional warga sebagai warga yang terdata dan tak kehilangan hak pilih.
Instrumen Regulasi dan Peran PPDP
Pasca keluarnya Peraturan KPU No. 5 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2020 menjelaskan secara gamblang tahapan Pemutakhiran yang dimulai dari tanggal 15 Juni hingga tanggal 6 Desember 2020 yang berakhir dengan Pengumuman DPT oleh PPS.
Rangkaian pemutakhiran yang cukup panjang memungkinkan Penyelenggara untuk melaksanakan instrumen regulasi yang mendorong agar warga yang memiliki hak pilih tetap terdata sebagai bagian dari amanat konstitusi kita. Sehingga peran dari Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) yang mulai dibentuk pada tanggal 24 Juni 2020 dan telah berjalan melaksanakan masa kerjanya hingga saat ini 13 agustus 2020.
Tentu, tugas dan peran PPDP dalam pemutakhiran harus benar-benar memastikan autentifikasi data pemilih yang akan dicocokkan atau diteliti. Dalam hal ini demi memenuhi hal tersebut, KPU RI mendorong seluruh jajarannya menggemakan Gerakan Coklit Serentak (GCS) sebagai intrumen memotivasi penyelenggara dan khususnya Petugas PPDP yang akan melaksanakan Coklit pada tanggal 15 Juli lalu hingga tanggal 13 Agustus 2020.
Sebagaimana diketahui bahwa Petugas PPDP merupakan rukun warga, rukun tetangga, dan/atau warga masyarakat yang diusulkan Panitia Pemilihan Desa (PPS) untuk membantu pemutakhiran, dan jumlah petugas PPDP sebanyak 1 (satu) orang setiap TPS dan mereka akan bekerja secara konsekuen memenuhi standar protokol kesehatan Covid-19.
Sehingga, dengan area yang terbatas, setiap PPDP memastikan pemilih di TPS tersebut dilakukan pencocokan data dan penelitian untuk memastikan apakah warga tersebut memenuhi syarat untuk memilih. Selain itu, juga menjadi bahan evaluasi bagi penyelenggara, khususnya KPU dan Petugas PPDP bahwa PPDP harus benar-benar menjamin pemilih yang memenuhi syarat untuk didata dan dicoret pemilih yang tidak memenuhi syarat. Beberapa pengalaman Pilkada di tahun 2018, fokus utama pengawasan dititikberatkan kepada warga atau pemilih yang berada di area konflik, area pedalaman, area perbatasan negara pemilih di Rumah Sakit Umum, rumah sakit jiwa, panti disabilitas dan pemilih di lapas, serta pemilih kelompok rentan seperti penyandang disabilitas dan komunitas adat menjadi fokus pengawasan (M. Afifuddin, 2020).
Jaminan Hak Pilih
Dalam konsep negara demokrasi dan modern, kedaulatan negara berada di tangan rakyat dan bukan lagi di tangan organisasi atau kelompok tertentu, sebagaimana di masa lalu, penentuan pemimpin atau wakil berada di sebuah lembaga, semisal MPR RI atau DPR. Sejak era reformasi, kekuasaan kembali pada daulat rakyat, arti dalam pemilihan umum maupun pilkada, hak kontitusional untuk memilih dan terdata sebagai pemilih menjadi bagian mutlak, tentu dengan persyaratan pemilih menurut konstitusi di negara kita.
Salah satu akses yang penting dalam pemilu atau pilkada adalah terpenuhinya hak warga dan mudahnya warga dalam mengakses dan memberikan suara. ‘Mudahnya memberi suara’ ditentukan oleh faktor-faktor seperti bagaimana rumitnya surat suara, mutakhir tidaknya daftar pemilih, dan sejauhmana pemilih yakin bahwa suara yang diberikan bersifat rahasia (IDEA 2005).
Sifat daftar pemilih tentu berubah-ubah, sehingga diperlukan proses dan upaya pemutakhiran yang berkelanjutan demi memastikan pelaksanaan pilkada berjalan dengan adil dan berkepastian. Salah satu tantangan terhadap potensi permasalahan pemutakhiran data, khususnya tahapan Coklit adalah, Pemilih yang Memenuhi Syarat (MS) yang tidak masuk dalam DPT, Pemilih Tidak Memenuhi Syarat (TMS) masuk dalam DPT, adanya pemilih ganda, dan validasi data pemilih yang akan dicoret atau diperbaharui data pemilihnya.
Problem pemutakhiran dan Coklit di atas mendapat perhatian khusus dari penyelenggara, yang tentunya hingga saat ini tetap membuka ruang dalam rangka perbaikan data, termasuk laporan yang diterima agar data pemilih benar-benar menjamin hak pilih warga dalam pilkada serentak.
Lebih dari itu bahwa jaminan hak pilih warga harus terus digelorakan sekaligus disosialisasikan, bukan hanya oleh penyelenggara, tetapi seluruh stakeholders, baik partai politik yang memiliki konstituen langsung diakar rumput, lembaga pemantau, LSM/Ormas, pemerintah hingga tingkatan bawah, Pemda, Camat, Desa, agamawan dan komunitas masyarakat adat dan lainnya.
Selain sosialisasi secara sistematis organisatoris, tentu kesadaran warga secara individu akan hak pilihnya juga menjadi penentu terhadap jaminan hak pilih, di mana kesadaran menggerakkan diri dalam mendapatkan hak pilihnya baik dengan melaporkan secara sadar jika petugas PPDP belum melakukan pendataan terhadap diri dan keluarganya yang seharusnya telah memiliki hak pilih dan berhak untuk memilih.
Akses terhadap hak pilih juga telah dibuka oleh KPU RI melalui Gerakan Klik Serentak untuk menjamin apakah warga telah terdaftar menjadi pemilih atau tidak melalui situs https://www.lindungihakpilihmu.kpu.go.id/.
Selain itu, KPU RI juga menegaskan pilkada di masa pademi ini, masyarakat yang berstatus orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP) bisa menggunakan hak pilihnya. Pelayanan hak pilih dilakukan KPPS dengan berkoordinasi dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Dalam melayani hak pilih, KPPS mendatangi pemilih atas persetujuan para saksi dan PPL atau PPS serta mengutamakan kerahasiaan pemilih (Kompas, 6/6).
Akhirnya, dengan sistem pemilihan menggunakan one man one vote hingga saat ini, hak pilih sangatlah penting. Menyelamatkan satu suara berarti menjaga nafas demokrasi kita lebih panjang. Wallahua’lam Bisshawab. (*)