Oleh: Yusran Maandala | Mahasiswa Agribisnis Unsulbar Angktan 2020
Pola Konsumsi
Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian baik sebagai sumber mata pencaharian maupun sebagai penopang pembangunan. Sektor pertanian berperan penting dalam penyediaan kebutuhan pangan dan sandang bagi seluruh penduduk. Salah satu daerah yang berkontribusi di sektor pertanian adalah kabupaten Polewali Mandar.
Polewali Mandar merupakah salah satu wilayah penting penghasil kakao. Kakao menjadi sumber pendapatan utama bagi mayoritas petani di kabupaten polewali mandar. Berdasarkan data BPS, di tahun 2024 rata-rata upah pekerja di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan hanya mencapai Rp. 2.236.045. Dari data upah pekerja diatas belum dikatahui secara jelas apakah cukup untuk memenuhi kebutuhan para petani.
Populasi petani sebagai penyedia bahan pangan merupakan salah satu populasi yang paling rentan mengalami kekurangan nutrisi. Hal ini menjadi paradoks, dimana petani yang memiliki akses ke tanah malah memiliki keterbatasan dalam pemenuhan nutrisi. Dengan latar belakang tersebut, Pada studi kali ini, kami melakukan diskusi mendalam bersama dengan keluarga petani kakao di Polewali Mandar untuk mempelajari bagaimana pola konsumsi Masyarakat petani kakao.
Untuk mengetahui lebih mendalam mengenai pola konsumsi masyarakat, kami melakukan Focused Group Discussion (FGD) bersama dengan ibu rumah tangga di Desa Pussui (Kecamatan Luyo) dan Desa Tapango (Kecamatan Tapango), di Polewali Mandar. Berdasarkan hasil diskusi, kami menemui bahwa masyarakat masih banyak membeli bahan pangan yang mereka konsumsi, seperti beras, sumber protein hewani, tanaman rempah, sayur, dan buah.
Berdasarkan hasil diskusi, masyarakat mengonsumsi beras sebagai makanan utama, dengan frekuensi 3 kali sehari. Pisang, ubi kayu, jagung, dan olahan gandum seperti mi instan juga merupakan sumber karbohidrat yang masih dikonsumsi masyarakat, namun dalam frekuensi terbatas. Dalam pemenuhan protein, masyarakat melaporkan konsumsi tahu dan tempe dengan frekuensi sekitar 3 kali dalam seminggu. Protein hewani yang paling sering dikonsumsi adalah ikan bandeng dengan frekuensi 3 kali dalam seminggu sebanyak 2 ekor untuk 3 kali makan, dengan harga yang lebih terjangkau. Hal ini dikarenakan Polewali Mandar merupakan kota pesisir, dengan sumber daya laut yang cukup mudah diakses oleh masyarakat.
Dalam pemenuhan nutrisi dari sayuran, kami menemui bahwa kebanyakan keluarga petani mengkonsumsi buah dan sayur yang dihasilkan sendiri. Contohnya, pepaya dan daun kelor masih dapat diperoleh secara gratis dari kebun atau pekarangan rumah masing-masing keluarga tani. Sementara itu, untuk kelompok minyak dan lemak, kebanyakan keluarga petani kakao di wilayah yang kami temui masih mengkonsumsi minyak yang dibuat sendiri yakni minyak mandar (minyak kelapa), yang merupakan minyak khas suku mandar yang memiliki aroma yang berbeda dengan minyak lainnya.
Menurut hasil estimasi, keluarga petani yang diwawancarai mengeluarkan sekitar 1-1.5 juta rupiah dalam sebulan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga. Di sisi lain, dalam setahun masyarakat memerlukan biaya sejumlah Rp 33.600.000 untuk memenuhi biaya sandang, pangan, dan papan. Pertanyaan selanjutnya, apakah biaya tersebut terpenuhi oleh penghasilan dari kebun?
Analisis Pendapatan Petani Kakao
Dalam diskusi terpisah, kami melakukan wawancara kepada petani kakao di desa Pussui dan desa Tapango, Polewali Mandar, untuk mengetahui berapa besar pendapatan yang didapat dalam setahun. Dalam perhitungan ini, kami mencari tahu seberapa besar biaya usahatani atau biaya produksi yang didapat, dan perkiraan pendapatan petani.
Biaya usahatani sendiri didefinisikan sebagai pengeluaran yang terjadi selama proses produksi. Besarnya biaya ini ditentukan oleh harga pokok produk yang akan dihasilkan. Dalam menjalankan suatu usaha tani, petani perlu menanggung dua jenis biaya, yaitu biaya tetap dan biaya variabel (Supriyono dalam Kasmiran et al., 2019).
Berdasarkan Berdasarkan hasil diskusi dengan Masyarakat, rata-rata penerimaan usaha tani kakao di Desa Tapango Barat, Kecamatan Tapango, mencapai Rp. 67.990.000 per tahun per hektar. Sementara itu, biaya produksi untuk perawatan, pemeliharaan, dan kebutuhan lainnya sebesar Rp. 34.945.000 per tahun per hektar. Dengan demikian, pendapatan yang diperoleh petani kakao di Desa Tapango Barat adalah Rp. 33.045.000 per tahun per hektar. Pendapatan ini digunakan oleh petani untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari serta sebagai modal dalam melanjutkan proses produksi usaha tani kakao. Meski demikian, terlihat bahwa pendapatan terbesar berasal dari kakao. Biaya pendapatan ini masih lebih kecil dibandingkan kebutuhan yang diperlukan oleh masyarakat.
Selain itu, pendapatan yang ditemukan dari hasil diskusi terlihat cukup tinggi karena kakao sendiri mengalami peningkatan harga yang cukup tajam disbanding tahun-tahun sebelumnya, yaitu dari sekitar Rp 55.000 di tahun 2023, menjadi Rp. 120.000 di tahun 2024. Meski dengan peningkatan pendapatan yang cukup tinggi di tahun 2024 akibat kenaikan harga kakao, pendapatan petani per bulan masih ada di bawah Upah Minimum Provinsi Sulawesi Barat sebesar Rp. 2.914.958.
Apa yang Bisa Dilakukan?
Dalam menjembatani petani kakao Polewali Mandar menuju penghidupan yang lebih layak, ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Diantaranya dengan Meningkatkan produksi dari kebun, Mengurangi pengeluaran dalam pengelolaan kebun dan Meningkatkan konsumsi pangan dari rumah. Selain itu peran serta pemerintah dalam mendukung para petani kakao juga dibutuhkan. Hadirnya pemerintah dalam memfasilitasi para petani dengan memberikan pelatihan dan alat-alat pertanian sebagai penunjang dalam peningkatan produktifitas hasil tanaman kakao yang ada dikabupaten polewali mandar.
Harapan terbesar para petani kakao yang ada dikabupaten polewali mandar yaitu stabilitas harga pembelian biji kakao baik kering maupun basa tetap stabil, mengingat biaya produksi yang dikeluarkan dalam usaha tani kakao cukup besar. Kamudian selain stabilitas harga pemenuhan sarana produksi seperti pupuk dan pestisida juga diharapkan para petani dapat terpenuhi. karena kerap terjadinya kelangkaan pupuk dan mahalnya harga yang ditawarkan sehingga berdampak pada produksi hasil tanaman para petani kakao.