Mandarnesia.com — Ketua Timsel Bawaslu kabupaten zona II Polewali, Majene, dan Mamasa Abd. Latif menjelaskan, instrumen penilaian berkas dan panduan pemberian skor itu tersedia.
Instrumen penilaian berkas peserta dimulai dari melihat pengalaman pendaftar sebagai penyelenggara pemilu tingkat desa, kecamatan, kabupaten. Termasuk pengalaman sebagai pemantau pemilu, atau narasumber.
“Itu semua diskor,” kata Latif kepada mandarnesia.com melalui pesan pengantar Whatsaap, Kamis (13/7/2018) sore. Pihaknya tidak hanya melihat kelengkapan berkas pendaftar. Tapi muatan pengalaman kepemiluan yang dibuktikan dengan SK atau sertifikat/piagam/penghargaan.
Dari hasil pemeriksaan berkas, lanjut Latif, itulah yang diskor atau dirangking nilainya dan yang berhak mengikuti tahapan selanjutnya CAT dan psikologi hanya empat kali jumlah kebutuhan yang ditambah existing. Itu yang diumumkan tanggal 11 kemarin.
Sementara salah satu pendaftar Harmegi, mengaku hasil kerja tim seleksi (timsel) Bawaslu kabupaten, tampak jelas tidak mendukung semangat memajukan demokrasi yang baik. Hal ini dinilai sarat nilai-nilai subyektifitas dan kecurangan.
“Terhadap penilaian berkas calon, asas-asas kepemiluan jelas terabaikan oleh timsel. Mereka tidak ikut mendukung semangat kepemiluan yang jujur, adil, transparan dan akuntabel,” kata Harmegi, Rabu (11/7/2018).
Menurutnya tim seleksi juga tidak fair memberikan penilaian berkas para calon anggota Bawaslu periode 2018-2023. Harmegi menganggap timsel hanya menilai sepihak dengan sangat subyektif terhadap dokumen-dokumen pendaftar.
“Tidak ada instrumen yang bisa digunakan untuk menilai dokumen pendaftar, kecuali sah tidaknya dokumen itu, apakah dokumennya asli atau gak, masa ijazah misalnya mau diberi bobot nilai, logikanya di mana. Penilaian timsel ini sangatlah subyektif,” ucap Harmegi.
Reporter: Sudirman Syarif
Foto: Jamberita.com