Penulis: Muh. Arsalin Aras (Ketua KPU Kabupaten Majene 2018-2023)
SECARA konstitusional, Pemilihan Umum (Pemilu) diatur dalam Pasal 22E UUD 1945 yang bertujuan agar terbangun legitimasi politik, perwakilan politik. Serta untuk mengatur sirkulasi dan mekanisme pemerintahan dalam sistem demokrasi Indonesia, pun sebagai instrumen penting dalam penegakan tatanan demokrasi, khususnya sebagai legitimasi kekuasaan.
Pemilu sebagai sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih Anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/ Kota yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Pemilu sebagai sarana rakyat untuk memilih, menyatakan pendapat melalui pemungutan suara, berpartisipasi sebagai bagian penting dari hak-hak Warga Negara. Sehingga rakyat ikut serta dalam menentukan Haluan Negara Indonesia dan menjunjung tinggi Hak-haknya sebagai Warga Negara Indonesia.
Berdasar hal tersebut, nasib Bangsa dan Daerah ditentukan. Salah satunya adalah peran masyarakat untuk berpartisipasi aktif menggunakan hak suaranya dengan prinsip Mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif dan efesien.
Pemilu Serentak tahun 2024, sesungguhnya akan menjadi ujian penting bagi Bangsa Indonesia dalam menjalankan dan menegakkan demokrasi, bukan sebatas menjalankan mandat Reformasi 1998. Sehingga Indonesia hari ini membutuhkan komitmen persatuan dari semua komponen bangsa dan soliditas elemen agar tercipta Tata Pemerintahan yang kuat dan mandiri agar dapat bekerja bersungguh-sungguh. Semua itu memerlukan stabilitas politik dan keamanan guna mengatasi tantangan di masa yang akan datang, salah satunya adalah terkait politik identitas.
Bangsa Indonesia memerlukan dukungan seluruh elemen bangsa untuk ikut berpartisipasi dalam pengawasan agar politik identitas tersebut tidak terjadi yang berpotensi memecah belah bangsa dan menghambat perkembangan sirkulasi demokrasi. Dampak dari politik identitas tersebut tidak hanya berefek kepada miskinnya ide dan gagasan, lebih buruk lagi bisa berdampak pada perkembangan sistim Demokrasi Indonesia.
Hal terpenting lainnya sehubungan dengan komitmen menjadikan Pemilu sebagai media pendidikan Politik yang berkualitas dan bisa terwujud berdasar adanya komitmen parpol dalam menghadirkan kualitas peserta Pemilu berkompetisi di tengah keadaban demokrasi kekinian.
Adanya fragmentasi dari gesekan-gesekan kekuatan politik dalam perebutan posisi dan kekuasaan kerap berimplikasi pada perebutan kekuasaan politik, pada akhirnya melahirkan beragam fenomena sosial yang kerap tidak berkolerasi positif bagi penguatan tatanan demokrasi kebangsaan Kita.
Kompetisi dalam Pemilu sedianya membutuhkan komitmen kebangsaan yang tinggi dengan Tata Aturan yg dibenarkan dan telah ditetapkan UU No. 7/ 2017 tentang Pemilihan Umum dan UU No. 10/ 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah.
Hal ini bisa diawali dengan komitmen Kebangsaan yang tinggi dari seluruh pemangku kepentingan dan peserta Pemilu untuk melihat secara mendalam dan memaknai suasana kebatinan masyarakat. Bahwa yang dibutuhkan dalam reguralitas Penyelenggaraan Pemilu adalah perbaikan nasib bangsa, negara dan masyarakat, bukan semata sebagai medium hajatan dari para elite yang hanya bisa dinikmati oleh para elite semata.
Dalam konteks lain, masyarakat mestinya memahami bahwa Pemilu sebagai mekanisme demokrasi yang dapat membawa bangsa dan masyarakat ke arah pembangunan lebih berkualitas.
Pemilu tidak boleh menjadi ajang fantasi di atas menara gading namun kehilangan makna dan simbol-simbol demokrasi yang sesungguhnya. Akan tetapi Pemilu sejatinya ajang pendidikan politik dan perhelatan demokrasi serta momentum pemberdayaan sehingga kelak terbentuk Pemilih Rasional (Rational Voter) berkualitas dan memiliki daya tawar.