Hal ini penting dilakukan dan semestinya sejak dini dilaksanakan oleh jajaran Penyelenggara Pemilu termasuk jajaran penyelenggara Adhock KPU dan Bawaslu kepada masyarakat. Pentingnya memberikan sosialisasi literasi politik serta kesadaran membangun otonomi dan kemadirian politik, dampak buruk dari praktik transaksional serta konsekuensi atas pilihan politik di kemudian hari.
Sosialisasi seperti ini cenderung terabaikan, padahal dengan upaya seperti inilah akan tumbuh kesadaran substantif di kalangan Pemilih.
Pentingnya literasi politik sebagai pemahaman praktis tentang konsep-konsep yang diserap dari kehidupan sehari-hari dan bahasa, upaya memahami seputar isu politik. Apa keyakinan kontestan serta bagaimana kecenderungan mempengaruhi, bagi kalangan Pemilih dalam Pemilu pada dasarnya merupakan senyawa yang utuh dari Pengetahuan (kognisi), Keterampilan (Psikomotorik) dan Sikap (Afeksi) atas Pemilih.
Hal lain bahwa pendekatan pembelajaran kontekstual sebagai konstruktivisme berbasis pengetahuan (knowledge based constructivism). Ini akan menekankan pada pentingnya pengembangan kemampuan pemilih melalui keterlibatan aktifnya dalam setiap perhelatan Pemilu sebagai wujud kedaulatan pemilih sebagai rakyat.
Partisipasi politik rakyat selaku Warga Negara akan menentukan kualitas Pemilu serta corak Kepemimpinan politik dan Tatakelola Pemerintahan di suatu negara atau daerah. Dalam konteks inilah kualitas literasi politik perlu terus dibangun dan dikembangkan demi menghasilkan Pemilu sekaligus demokrasi yang berkualitas.
Sebaliknya absennya literasi politik untuk Para Pemilih secara hipotesis berpotensi menyuburkan apatisme politik, bahkan hingga level sinisme terhadap politik, di sisi lain, pemilih dengan literasi yang rendah juga berpeluang Pemilih akan mudah dikooptasi dan dimobilisasi untuk kepentingan status quo kekuasaan.
Pada titik inilah pemilih dari sisi kuantitas akan signifikan dari Pemilu ke Pemilu berikutnya serta praktis tidak akan memberikan konstribusi positif terhadap penguatan dan peningkatan kualitas demokrasi melalui Pemilu.
Berdasar nalar dan argumentasi di atas, peningkatan pendidikan literasi politik bagi pemilih adalah suatu keniscayaan dan sangat urgen dilakukan khususnya oleh Penyelenggara Pemilu sepanjang waktu.
Oleh karena Pemilu yang berkualitas adalah salah satu yang menjadi prasyarat utama hadirnya kehidupan politik demokratis yang membutuhkan prakondisi, bagi Para Pemilih yang diliterate secara politik demi memahami aspek teknis elektorasi juga memahami aspek substantif dari isu politik jangka panjang yang bersifat keseharian (daily govering).
Pada akhirnya melalui Pemilu akan lahirlah Pemimpin Bangsa atau daerah yang terbaik. Pemimpin yang memahami masa depan pendidikan bagi rakyat khususnya generasi muda, sehingga kelak tidak hanya peningkatan kuantitas dan kualitas Pemilu yang akan tercapai, tapi juga dunia pendidikan generasi Bangsa Indonesia menjadi Laut Budi Tepian Akal. Serta akan menjadi Batu Gelinding tak kan berlumut. (*)