Novian-Novan, Si Kembar yang Tak Senasib di CPNS

Oleh Sudirman Syarif

WAJAHNYA polos tanpa mimik ketegangan. Bibirnya terlihat seperti melepuh dengan kerutan di sekeliling kerah kemeja putih yang ia kenakan saat mengikut Computer Asisstend Test (CAT) di Kantor UPT BKN Mamuju.

Rabu petang, di penghujung bulan Oktober 2018, demikian gambar wajah dua lelaki kembar asal Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat yang baru saja selesai mengikuti tes CPNS. Perjuangan yang diharap akan mengubah jalan hidupnya bersama kedua orangtuanya yang tinggal di pegunungan Kondosapata, sebuah wilayah yang masih terbelakang dari sektor pembangunan di Sulbar.

Novian Suryadi Punda dan Novan Suryadi Punda, secara sepintas cukup mudah mengenali keduanya. Siapa Novian yang mana Novan. Potongan rambut menjadi ciri yang paling mudah kita kenali.

Pemuda kelahiran tahun 1993, telah belajar gigih jauh sebelum pengumuman perekrutan CPNS tahun 2018 sampai ke telinga mahasiswa alumnus Poltekes Mamuju ini.

“Saya sudah yakin, pasti lulus setelah melihat soal-soal yang muncul di layar monitor komputer. Saya sudah mempersiapkan diri untuk mengikuti CAT. Hanya Tes Kepribadian (TKP) yang membuat saya ragu memastikan kelulusan,” kata Novian kepada penulis setelah mengikuti CAT, Rabu (31/10/2018).

Novian dan Novan merupakan bagian dari pendaftar CPNS di Instansi Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat dengan formasi perawat di RS Regional Mamuju.

Novian dinyatakan memenuhi syarat dengan memperoleh nilai 332 dari Tes Integejensi Umum (TIU) 95, Tes Wawasan Kebangsaan (TKP) 85, dan Tes Kepribadian (TKP) 152.

Semasa duduk di bangku SMA 1 Mamasa, Novian menyebut tak begitu memiliki catatan signifikan sebagai seorang siswa yang diunggulkan. “Semasa SMA saya biasa-biasa saja, tidak pernah berprestasi.”

Nasib keduanya berkata lain, Novan Suryadi Punda mesti berlapang dada, mengangkat kaki lebih dahulu, menyerah dari rangkaian pelaksanaan seleksi CPNS Tahun 2018.

Novan hanya kekurangan dua angka untuk standar TKP, nilainya hanya mampu mencapai 141 dari 143 yang mestinya dia dapat untuk meraih posisi aman.

Sikapnya masih tetap biasa saja, berjalan dengan santun, dan memegang kesopanan leluhur. Selepas pulang ia berjanji akan menghubungi orang tuanya di Mamasa.

“Saya akan coba hubungi keluarga saya di sana. Semoga saja nomor teleponnya aktif,” tutupnya yang sesekali mengeluarkan kartu ujian berisi nilai yang telah ia peroleh dari saku celana hitam yang terlihat melebar dan kebesaran.

Pemuda kembar ini rupanya harus menerima garis hidup berbeda, di seleksi CPNS tahun 2018. Ada yang lega ada pula yang gundah gulana.