Laporan: Karmila Bakri
TEMU penulis digelar sebagai rangkaian kegiatan PraMandar Writers Culture Forum (MWCF) 2028. Tepatnya Senin malam, pada pukul 19.30-22.00 Wita di Pelataran Villa Bogor Leppe Majene. Suasana adem terasa, dan keakraban terbina, lewat racikan pengalaman para penulis, pegiat seni dan literasi.
Adapun narasumber di acara temu penulis ini adalah Muhammad Ridwan Alimuddin selaku founder Nusa Pustaka, dan Arniaty Saleh salah satu penulis perempuan yang energik dan loyal di dunia kepenulisan.
Kegiatan temu penulis ini dihadiri oleh beberapa penulis, diantaranya Mira Pasolong, Adi Arwan Alimin, Ahmad Akbar, Amirullah, Syuman Saeha, dan puluhan pegiat literasi dari Mamuju, Polman, dan Majene yang hadir sebagai peserta.
Menurut Muhammad Ridwan Alimuddin, menjadi seorang penulis bukan hanya sekedar menulis. Namun penting untuk memperhatikan beberpa poin yaitu, penulis harus memiliki identitas kartu nama sebagai penulis, fokus, spesialisasi di bidang karyanya. Pegiat literasi juga harus lebih mengembangkan ruang geraknya untuk lebih bersemangat menghasilkan karya tulisan.
Muhammad Ridwan juga menambahkan bahwa penulis buku-buku kuliner lokal (masakan daerah) sangat dibutuhkan di era sekarang ini. Ridwan juga menyampaikan bahwa saat ini sangat kurang penulis yang menggeluti tentang kemaritiman.
Ia mengajak agar penulis pemula dan pegiat literasi harus memulai sejumlah tahapan. Yakni membaca, menggali buku, melihat fenomena sosial. Pegiat literasi pun sedianya memahami “Tri Darma” di perguruan tinggi sebagai acuan dalam menggerakkan literasi di Sulawesi Barat.
Arniaty Saleh selaku penulis buku “Analekta Beru-Beru” ini memberikan penguatan agar kiranya penulis harus tetap memupuk semangat, memperhatikan konsumen (pasar), minat, nilai genre.
Ia menambahkan salah satu dampak pengaruh penggunaan handphone di era digital ini adalah kurangnya masyarakat membaca buku. Arniyati penekanan juga tentang etika penulis dalam menuangkan tulisannya harus menjadi perhatian.
“Penguasaan IT dan media sosial menjadi modal untuk berpenghasilan,” tuturnya. Ia bercerita tentang rutinitasnya di instagram yang bisa menghasilkan “pendapatan”.
Sementara Mira Pasolong mengatakan, prospek penulis itu adalah mampu menerbitkan buku. Penulis disebutnya membutuh keinginan bukan sekedar bakat.
“Adanya kegiatan bedah buku yang dilaksanakan bisa menjadi wadah penambah intelektualitas penulis, dan terpenting juga adalah bangun komitmen kuat.”
Penulis novel Daeng Rioso, Adi Arwan Alimin mengemukakan peluang menerbitkan buku saat ini relatif mudah
Adi mengajak agar jangan ada gap (batasan) antara penulis senior dan penulis pemula di Sulbar. “Kita harus membangun kekuatan networking karena itu peluang besar bagi penulis.”
Diskusi yang berlangsung hampirr empat jam itu, menyimpulkan bahwa penting untuk membangun sinergitas, komunikasi yang kontinyu untuk saling mendukung karya yang dihasilkan, termasuk mempromosikan.
Diakhir acara temu penulis, Muhammad Munir selaku ketua panitia pelaksana PraMWCF 2018, menyampaikan apresiasinya kepada beberapa penulis senior dan pegiat literasi, atas kehadiran berembuk ide gagasan, dan pengalaman-pemgalaman inspiratifnya.